JATIMPOS.COM/JAKARTA – Nama Mr. James kembali mencuat ke publik setelah sebelumnya sempat disebut dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Subholding PT Pertamina Hulu Energi dan Komisi VII DPR RI pada 10 April 2023.

Saat itu, Anggota Komisi VII DPR RI, Muhammad Nasir, mempertanyakan sosok Mr. James yang diduga memiliki pengaruh dalam penempatan pejabat dan pengaturan proyek di perusahaan minyak dan gas milik negara.

Kini, hampir dua tahun setelah pernyataan tersebut, nama Mr. James kembali diperbincangkan dalam diskusi pegiat energi. Hal ini menyusul pengungkapan kasus dugaan markup harga dalam impor pengadaan minyak dan BBM sepanjang 2018-2023, yang tengah diusut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Dugaan kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp115 triliun.

Sebagai perusahaan yang memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri, Pertamina mengimpor sekitar 1 juta barel minyak per hari, terdiri dari minyak mentah dan BBM, di luar LPG. Kebutuhan besar ini menjadi peluang bagi pihak-pihak yang diduga mencoba menguasai rantai pasokan dengan berbagai modus.

Publik kini bertanya-tanya apakah Mr. James yang disebut dalam RDP DPR tersebut sama dengan nama James yang disebut bersanding dengan nama Gading dalam diskusi terbaru. Selain itu, muncul pula nama-nama lain berinisial ET/BT, HR, MRC, dan KR, yang menjadi perhatian dalam kasus ini.

Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi, menegaskan bahwa aparat penegak hukum harus segera mengungkap identitas Mr. James dan kawan-kawannya. Ia menduga bahwa sosok ini memiliki pengaruh besar yang dilindungi oleh pihak-pihak tertentu.

"Dengan kemampuannya dan pengaruhnya dalam penempatan pejabat dan mengatur proyek di dalam perusahaan minyak dan gas milik negara, ini tidak boleh dianggap sebelah mata, karena rakyat harus menanggung kemahalan harga akibat impor minyak dan BBM ini," jelas Muslim saat dihubungi wartawan dari Jakarta, Selasa (7/1/2025).

Muslim juga meminta agar Kejaksaan Agung tidak ragu mengusut tuntas praktik yang memanfaatkan perusahaan minyak negara untuk kepentingan bisnis dan politik. Ia menegaskan bahwa praktik semacam ini tidak mungkin berjalan tanpa dukungan atau perlindungan dari “orang kuat.”

“Kejagung harus mengusut praktik ini, yang memanfaatkan perusahaan minyak milik negara dalam hal ini untuk kepentingan bisnis dan keuntungan politik. Karena praktik ini tidak mungkin mulus jika tidak dipayungi orang kuat," ungkap Muslim.

Muslim juga mendorong DPR RI untuk membentuk Panitia Kerja (Panja) atau Panitia Khusus (Pansus) guna mengusut lebih dalam dugaan mafia migas di perusahaan minyak milik negara. Ia menilai langkah ini perlu diambil untuk mengungkap dugaan praktik jual beli jabatan atau penyalahgunaan kewenangan di sektor migas.

“DPR perlu segera membentuk Panja atau Pansus untuk mengusut proses rekrutmen jabatan, atau jual beli jabatan atau kepentingan orang-orang tertentu di situ,” kata Muslim. (*)