JATIMPOS.CO//SURABAYA- Media massa sebagai sarana penyampaian informasi dan hiburan kepada masyarakat luas yang seharusnya memiliki aspek objektif, responsif dan faktual. Akan tetapi, pada masa ini masih terdapat media massa yang belum sepenuhnya memberikan respon posiitif dalam pemberitannya khususnya terhadap anak, perempuan dan kaum disabilitas.
Hal itu dikemukakan Dr Andriyanto, SH, M.Kes, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Provinsi Jatim, Senin (7/12/2020). “Oleh karena itu DP3AK menyelenggarakan Webinar melalui zoom tentang Penguatan Pembangunan Responsive Gender pada Media Massa,” katanya.
Dinas P3AK mengundang dua narasumber yang kompeten dibidangnya, yakni Sri Wahyuni, PCO Gender UNFPA dan Drs. Ainur Rohim, M.IP Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Jawa Timur. Juga One Widyawati, SKM, MKes, Kabid Kesetaraan Gender, DP3AK Provinsi Jawa Timur.
“Pemberitaan yang tidak responsif terhadap gender akan memberikan implikasi negatif yang dapat merugikan korban. Perlu adanya upaya-upaya khusus yang harus dilakukan oleh pemerintah bersama dengan para pengusaha media massa untuk membangun pemberitaan yang responsive gender,” ujar Dr Andriyanto, SH,M.Kes.
Ketua PWI Jawa Timur Ainur Rohim dalam pemaparannya mengemukakan, media massa khususnya yang terverifikasi Dewan Pers seharusnya memilki aspek-aspek penulisan berita yang sesuai dengan kode etik jurnalistik.
“Sehingga dalam berita tersebut tidak seharusnya terjadi pemberitaan yang menyudutkan atau merugikan salah satu gender” kata Ainur Rohim.
Ia menghimbau agar para pengusaha media massa tidak hanya memperhatikan aspek ekonomi saja, namun harus juga mampu membuat pembaca menjadi pembaca yang cerdas dan postitif. “Dengan begitu, pengarusutamaan gender dan anak dalam pemberitaan media massa dapat tercapai,” ujar Ainur Rohim.
Sementara itu Sri Wahyuni menyampaikan bahwa media massa memiliki kemampuan merubah opini publik, sekaligus membentuk konstruksi gender tertetu di masyarakat.
“Pada kondisi tertentu media massa sering dijadikan sebagai rujukan karena kemampuan dalam penyajikan data dan fakta yang cepat. Penggunaan judul dan isi konten yang berlebihan pada akhirnya akan membuat stereotype yang negative terhadap korban sebagai dampak dari pemberitaan yang negative tersebut,” ujar Sri Wahyuni.(faiz)