JATIMPOS.CO/LAMONGAN - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur dan Lembaga Negara lainnya sedang mendalami penyelidikan adanya dugaan penyelewengan penggunaan Dana Desa (DD) di beberapa desa di Lamongan, namun langkah tersebut belum ditanggapi serius oleh Inspektorat Kabupaten Lamongan.


Kepala Inspektorat Kabupaten Lamongan Heri Pranoto saat dimintai tanggapannya berkaitan dengan adanya dugaan kasus penyelewengan dana desa tahun 2019 di beberapa desa di Lamongan tersebut, enggan memberikan jawaban yang memuaskan.

"Saya tidak tahu itu, memang saya sudah baca berita yang kemarin soal adanya dugaan penyelewengan dana desa, tapi saya tidak mengerti itu. Bahkan diberita tersebut menyebut kecamatan Modo dan Glagah," ujar Heri Pranoto saat dikonfirmasi sejumlah wartawan diruangan kerjanya, Rabu (5/8/2020).

Dia mengatakan, terkait dengan hal tersebut pihaknya saat ini belum bisa berkomentar banyak, apalagi ini menyangkut kasus tentang penyelewengan dana desa yang sumber anggarannya ialah dari pemerintah pusat.

"Saya tidak tahu kok tiba-tiba muncul angka seperti itu, dan angka-angkanya itu dari mana saya juga kan tidak tahu. Kemarin saya juga sudah menghubungi Kepala Dinas PMD Lamongan Pak Khusnul, koordinasi menanyakan soal itu," ungkapnya.

Saat ditanya, seperti apa upaya atau langkah yang akan dilakukan Inspektorat Lamongan dalam hal ini sebagai Aparatur Pengawas Internal Pemerintah (APIP) Kabupaten Lamongan dalam menyikapi masalah tersebut, beliau mengatakan akan ditanyakan terlebih dahulu ke pihak kecamatan benar dan tidaknya.

"Kok sampai terjadi hal semacam itu, memang dana desa itu harus benar-benar dimonitor, apalagi kades-kades se-Jawa Timur juga sudah pernah dikumpulkan di Surabaya beberapa waktu yang lalu," tutur Heri Pranoto.

Terpisah, salah satu mantan kepala desa di Lamongan berkaitan dengan dugaan adanya penyelewengan dana desa di Lamongan dia menuturkan, untuk iuran AKD itu sudah sesuai dengan kebutuhan, itu juga tergantung besaran DD yang cair.

"Ya kurang lebih segitu setiap tahun, kalau yang Biaya Umum (BU) itu dulu yang mengelola kecamatan, tapi infonya sekarang kok dikembalikan ke desa, besarannya 5 persen untuk RAB atau Gambar dan lain-lain," ujarnya.

Dia mengungkapkan, DD tahun pertama dan kedua tahun 2015 dan 2016, untuk mencairkan ke Bank Daerah Lamongan (BDL) harus membawa surat rekom dari kecamatan melalui Kasi Ekonomi dan Pembangunan (Ekbang).

"Dua tahun awal pada 2015-2016 DD semua dihandle oleh kecamatan baik SPJ, RAB atau Gambar, Prasasti Lokasi Pembangunan, bahkan Survey dan Monitoringpun semua dianggarkan," tandasnya.

Dia menambahkan, untuk DD tahun 2018 dan 2019 pengelolaannya sudah diserahkan ke masing-masing desa itu sendiri.

Sebelumnya, seperti diketahui adanya pemberitaan yang menyebutkan bahwa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur saat ini sedang gencar mengawasi penggunaan Dana Desa (DD) di sejumlah daerah di Jawa Timur. Salah satu desa yang diawasi yakni daerah Kabupaten Lamongan yang diduga tidak semua digunakan sesuai peruntukannya.

Di wilayah Lamongan, dugaannya ada anggaran yang dijadikan bancakan pejabat di sana hingga besarannya mencapai total Rp 16,5 miliar.

Saat ini, penggunaan DD dari APBN tak sesuai peruntukannya itu sedang dalam penyelidikan Kejaksaan Tinggi Jatim. Desa-desa itu di antaranya berada di Kecamatan Modo, Glagah, dan kecamatan yang lain. Besaran DD setiap desa antara Rp 600 juta – Rp 1,2 Milyar, sesuai besaran wilayah desanya.

Kasi Penkum Kejati Jatim Anggara Suryanagara saat dikonfirmasi awak media membenarkan bila pihaknya kini sedang menyelidiki dugaan tidak beresnya DD di Kabupaten Lamongan itu.

“Saat ini sedang lidik. Untuk penyelidikan, kami belum bisa memberikan informasi karena sifatnya tertutup,” sebut Anggara, kepada wartawan Senin (3/8) Kemarin.

Sementara, informasi yang didapat, saat ini kasus tersebut juga sudah menjadi perhatian khusus salah satu lembaga negara lainnya.

Dugaan peruntukan penggunaan DD 2019 di Kabupaten Lamongan tidak sesuai dengan regulasi peraturan perundang-undangan. Hal tersebut berdasarkan hasil puldata dan pulbaket.


Total DD yang tidak sesuai peruntukannya itu mencapai 16,5 miliar. Ada total 240 desa yang saat ini dalam pantauan khusus badan negara dan Kejati. (bis)