JATIMPOS.CO//SURABAYA - PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) merupakan perusahaan teknologi finansial (microfinance marketplace) dibawah pengawasan Otoritas Jasa Keungan (OJK) yang berfokus pada pemberdayaan pengusaha ultra mikro lewat layanan keuangan inklusif.
Amartha membawa konsep baru tentang pinjam meminjam uang. Pelaku UMKM yang berada di pedesaan yang belum terlayani oleh layanan keuangan, Amartha memberikan akses permodalan. Bahkan hingga saat ini Amartha telah menyalurkan modal kerja lebih dari Rp 7,5 triliun kepada lebih dari satu juta perempuan pengusaha mikro di 35.000 desa di Indonesia.
“ Bagi pendana, Amartha mewakili UMKM sebagai alternative instrument investasi yang menguntungkan dan berdampak. Bagi Desa, Amartha hadir memperkuat ekonomi informal, mengurangi ketimpangan pendapatan dan mengentaskan kemiskinan,” ujar Rezki Warni, AVP Marketing & PR Amartha Dalam Media Gathering Amarta – The Indonesia Grassroote Entrepreneur Report, Rabu (07/09/22) di Room Lemongrass, L Florr, Four Points by Sheraton Surabaya.
Dalam paparannya, Rezki menjelaskan bahwa Amartha sebagai perusahan yang berfokus pada pengembangan UMKM telah melakukan riset tentang The Indonesia Grassroote Entrepreneur kepada 402 UMKM yang tersebar di 7 Provinsi dengan sektor UMKM pertanian, perdagangan, jasa dan pengolahan.
“ The Indonesia Grassroote Entrepreneur Report ini dipublikasikan dengan tujuan agar dapat menjadi referensi bagi banyak pihak stakeholder dalam mengambil peranan untuk mengembangkan potensi UMKM di Indonesia, selain itu juga untuk mengetahui faktor apa saja yang dapat mendukung kemajuan UMKM terutama dari sisi inklusi keuangan dan adopsi digital,” imbuhnya.
Temuan utama dari riset ini menunjukkan bahwa pelaku utama usaha mikro dan ultra mikro sudah memiliki tingkat inklusi keuangan yang baik, dengan skor 84,33 berdasarkan Amartha Prosperity Index.
Artinya sebagian besar pelaku UMKM memiliki satu atau lebih produk layanan keuangan, meskipun tidak digunakan setiap hari.
Namun tidak banyak UMK yang sudah memanfaatkan kanal digital untuk mengembangkan usaha mereka. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan skor yang rendah pada dimensi adopsi produk digital yakni sebesar 22,55.
“ Mayoritas UMKM masih menggunakan uang tunai dan enggan menggunakan layanan non-tunai & perbankan karena kurangnya literasi digital. Selain itu, kepemilikan smartphone dan internet cukup tinggi di Indonesia yakni sebesar 66,08, namun hanya sebagai media hiburan bukan sebagai media edukasi dan keperluan produktif yang mendorong kemajuan usaha,” papar Rezki.
Rezki juga menyampaikan beberapa usulan dan rekomendasi kebijakan diantaranya adalah dengan melakukan pendampingan dan edukasi literasi keuangan digital kepada UMKM, membrikan fasilitasi dengan memberdayakan agen atau pendamping lapangan dalam mendorong liteasi digital, meningkatkan kualitas dan pemerataan infrastruktur digital, mendorong implementasi ekositem digital secara massive.
“ Bagi pemangku kebijakan, dapat melakukan kerjasama perbankan dan fintech yang memiliki jaringan di daerah untuk menjalankan program paku pandai / branchless banking, pembebasan biaya transaksi bagi pelaku UMKM dengan jumlah transaksi kurang dari 10 juta dan mendorong pembiayan untuk UMKM dan Women Lending di lembaga keuangan non bank seperti fintech Amartha,” ungkapnya.
Senada dengan hal tersebut Dewi Meisari Haryanti, Chief Editor UKMIndonesia.id. menjelaskan bahwa UKMIndonesia merupakan web portal pertama yang menyediakan informasi lengkap seputar perizinan usaha mulai dari deskripsi, biaya, persyarakat, tahapan prosedur, lama pengurusan, tempat pelayanan, sumber hukum, dan formulir elektronik yang dibutuhkan oleh pelaku UMKM.
“ UKMIndonesia.id memperluas ruang lingkup cakupan layanan informasi yang kami hadirkan untuk masyarakat pada umumnya dan UMKM pada khususnya dengan menambah menu ekport-import, wawasan bisnis, program dan layanan, event, kamus KBLI dan akses modal,” pungkas Dewi Meisari Haryanti, Chief Editor UKMIndonesia.id.(iz)