JATIMPOS.CO//SURABAYA- Setelah diumumkannya Kabupaten Pamekasan masuk zona merah karena ada satu orang confirm positif corona (29/3), kini timbul polemik karena hasil tes antara Balai Besar Tenik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLP2) Surabaya dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan (Balitbangkes) RI berbeda.

BBTKLP2 Surabaya menyatakan pasien di Pamekasan itu negatif corona, sedangkan Balitbangkes RI Pusat menyatakan positif. Mana yang mau diikuti dan benar?

Ketua Gugus Kuratif Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Jawa Timur, Dr.dr.Joni Wahyuhadi, Sp.BS saat mendampingi Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dalam keterangan persnya di Grahadi, Senin (30/3) menjelaskan, sampling hasil tes dipengaruhi beberapa faktor.

Diantaranya pembacaan hasil tes, metode dan pemeriksaan, serta orang yang membaca juga mempengaruhi. Bisa saja beberapa pihak melakukan tes dan hasilnya berbeda. “Tapi hasil tes Swab adalah yang paling bisa dipercaya saat ini,” katanya.

Tes swab yang umum dilakukan adalah uji usap nasofaring dengan mengumpulkan cairan atau sampel dari bagian belakang hidung dan tenggorokan atau dahak untuk diperiksa kumannya di laboratorium. Tak hanya untuk virus corona, uji swab juga biasa digukanan untuk diagnosis infeksi virus lainnya.

Sebelumnya, semua spesimen dikirimkan ke laboratorium luar negeri untuk mengetahui hasil uji sampel tersebut. Namun saat ini Indonesia sudah memiliki reagen dan PCR sehingga pengujian bisa dilakukan di Balitbangkes RI.

Karena itu menurut Dr.dr.Joni Wahyuhadi, Sp.BS, penentuan seseorang positif atau negatif covid-19 hendaknya menunggu hasil tes yang dilakukan Balitbangkes RI.

“Untuk kasus Pamekasan sesuai hasil Lab Balitbangkes RI ditetapkan positif corona,” ujar Dr. dr Kohar Hari Santoso, SP.An,KIC, KAP Ketua Gugus Tracing Satgas Covid-19 Provinsi Jawa Timur yang turut mendampingi dr.Joni Wahyuhadi.

Selain itu menurut keterangan dr Joni Wahyuadi, 1 orang yang dinyatakan meninggal di Pamekasan tersebut juga memiliki penyakit bawaan yaitu Dengue Shock Syndrome (DSS). Menurutnya, DSS ini akan sangat berpotensi kematian jika pasien juga terpapar Covid-19.

“Untuk satu orang pasien yang meninggal dari Pamekasan ini, memang diketahui memiliki penyakit DSS yang tingkat mortalitasnya sangat tinggi jika pasien juga terpapar Covid-19,” terang Joni.

Mengenai Lab di BBTKLP2 Surabaya merupakan lab awal yang bisa dilakukan, namun hasil akhir tetap mengacu dan diminta menunggu dari Balitbangkes RI yang lebih valid dan berhak menentukan. (nam)