JATIMPOS.CO/TUBAN – Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat daerah (DPRD) Kabupaten Tuban, Tulus Setyo Utomo, merespon rendahnya serapan gabah oleh badan urusan logistic (bulog) yang difasilitasi Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan (DKP2P). Petani yang memilih menjual ke pedagang tengkulak diprediksi akan mempersulit bulog untuk memenuhi target.

Tulus menyebut serapan gabah ke bulog terhitung pada 25 Februari lalu hanya ada 25 ton. Kondisi ini jauh dari target. Ia menilai bulog Tuban harus melangkah massif untuk memenuhi target yang ditentukan. Meski terjadi kontras antara harapan pemerintah dan realita di lapangan, Tulus mendesak agar bulog memenuhi targetnya. Pembelian harus tetap berlangsung.

“Semisal sampai pada wilayah Kabupaten Lamongan dan sekitarnya dengan ketetapan harga pokok penjualan (HPP) Rp 6500 perkilogram,” kata Tulus kepada JatimPos, Selasa (11/3/2025).

 

Baca Juga: Serapan Gabah Bulog Minim, Ini Penjelasan Dinas Pertanian Tuban



Mengenai selisih harga, politisi asal PDI-Perjuangan ini mengakui bahwa HPP yang ditetapkan pemerintah digilas harga tengkulak. Tentu petani akan memilih harga yang lebih tinggi. Ia mencontohkan harga gabah petani di Desa  Bandungrejo, Kecamatan Plumpang harganya Rp 6700 sampai Rp 6900 turun dari kombi.

“Saya menyadari petani pasti memilih harga tinggi dari tengkulak, maka tantangan bulog di depan mata. Harus ada komunikasi yang lebih solutif untuk menjalankan perintah presiden ini,” ujar Tulus.

Sementara Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan (DKP2P) Kabupaten Tuban, Eko Julianto, mengakui bahwa serapan gabah bulog rendah. Alasannya harga tengkulak selisih tinggi dari rencana pembelian bulog.

“Info yang saya terima dari Bulog sudah ada 20 ton,” jelas Eko berbeda dengan Tulus.

Kendati demikian, Eko berharap petani menerima harga yang layak. Dinasnya menyadari bahwa masih banyak tantangan di lapangan. Pemkab Tuban akan menindaklanjuti melalui forum rapat guna menghadapi panen raya di musim tanam padi kedua. (min)