JATIMPOS.CO/TUBAN – Seiring laju pertumbuhan angka kelahiran di Kabupaten Tuban yang praktis pada 2024 sudah menyentuh angka 1,26 juta jiwa, idealnya rasio tenaga kesehatan dokter pun juga harus berbanding lurus bila ingin dicap sebagai kabupaten yang fasih menerjemahkan nilai-nilai kebutuhan dasar kolektif masyarakat.

Sebagaimana rekomendasi World Health Organization (WHO) bahwa rasio jumlah dokter adalah 1:1.000 atau 1 dokter per 1.000 penduduk. Angka ideal yang direkomendasikan WHO ini nyatanya belum linear secara nasional hingga ke tingkat daerah seperti di Kabupaten Tuban.

Data rilis Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tuban 2024 mencatat bahwa tenaga dokter spesialis ada 82, dokter umum 247, dokter gigi 86, perawat 1249, bidan 756.

Jika merujuk pada rekomendasi WHO maka jumlah dokter dan penduduk di Kabupaten Tuban tidak akan sebanding. Logikanya jika dokter spesialis dan umum dijumlah sebanyak 329 dokter dihadapkan dengan populasi penduduk 1,26 juta jiwa, maka angka rasionya 1 : 3830 atau 1 dokter per 3830 penduduk. Tentu beban kerja dokter semakin tinggi.

Kondisi ini jelas tidak hanya terjadi di Kabupaten Tuban, melainkan krisis atau darurat dokter menjadi persoalan nasional.

Mengutip CNBC Indonesia bahwa Krisis dokter di Indonesia menjadi salah satu persoalan besar di sektor kesehatan Indonesia. Beragam persoalan memicu krisis dokter mulai dari rasio yang rendah hingga sistem pendidikan.

 

Rasio Dokter per 1000 Penduduk (2024)

 

Saat ini saja, jumlah tenaga medis (dokter umum dan dokter spesialis) di Indonesia sebanyak 202.967 orang. Sedangkan jumlah penduduk Indonesia per 2024 sekitar 281.603.779.

Standar World Health Organization (WHO) sendiri untuk rasio dokter terhadap jumlah penduduk adalah 1 dokter per 1.000 orang. Sementara dengan jumlah yang ada saat ini, rasio existing Indonesia hanya 0,72 per 1.000 penduduk. Dengan kata lain, Indonesia membutuhkan sekitar 78.663 dokter untuk mencapai standar WHO tersebut.

Rasio yang sangat rendah ini pun cukup terbelakang jika dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN. Saat ini hanya tiga negara yang memenuhi standar WHO, yakni Singapura (2,46), Malaysia (2,286), dan Brunei (1,609).

Jumlah dokter spesialis di Indonesia pun terpantau sangat mengkhawatirkan. Kekurangan dokter spesialis terjadi hampir di seluruh provinsi dan dibutuhkan waktu lama untuk menutup kekurangan tersebut. Secara distribusi, dokter spesialis 59% terkonsentrasi di Pulau Jawa sehingga menyebabkan lebih dari 30 provinsi di Indonesia kekurangan dokter spesialis. 

Oleh karena itu dibutuhkan sekitar 2.700 lulusan spesialis per tahun untuk menutup gap yang ada saat ini. Dokter spesialis yang dibutuhkan yakni Sp. Anak, Sp. Penyakit Dalam, Sp. Bedah, Sp. Obsgin, Sp. Anestasi, Sp. Radiologi, dan Sp. Patologi Klinik.

Ketujuh tenaga dokter spesialis tersebut sangat dibutuhkan di Indonesia mengingat sebanyak 34% Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) belum memiliki tujuh dokter spesialis dasar.

 

Penyebab Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis

Sulitnya seleksi dalam proses program pendidikan dokter serta minimnya jumlah perguruan tinggi yang menyediakan pendidikan kedokteran menjadi penghambat seseorang menjadi dokter. Begitu banyaknya peminat namun sangat sedikit kuota yang tersedia menjadikan masyarakat enggan untuk terus mengejar mimpinya menjadi seorang dokter.

Selain itu, biaya untuk menjadi seorang dokter apalagi dokter spesialis beserta waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh program yang ada tergolong sangat mahal jika dibandingkan dengan program studi lainnya. Sebagian orang yang sudah memiliki kemampuan (spesialis) pun terkadang memiliki keinginan untuk berkontribusi di luar negeri dengan berbagai alasan, seperti keuangan hingga fasilitas yang tersedia.

 

Program Kementerian Kesehatan

Pada 2024, terdapat lima beasiswa Kemenkes dengan total 2.802 beasiswa. Pertama yaitu Program Pendidikan Dokter Spesialis-Sub Spesialis dan Dokter Gigi Spesialis (PPDS-Subspesialis dan PPDGS). Kedua yakni Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga dan Layanan Primer. Total yang disediakan untuk beasiswa satu dan dua sebesar 880 orang.

Sementara beasiswa ketiga yakni Fellowship Dokter Spesialis untuk 170 orang. Keempat yaitu beasiswa Afirmasi Dokter-Dokter Gigi untuk 900 orang. Terakhir yaitu beasiswa Tugas Belajar SDM Kesehatan sebanyak 852 orang. (min)