JATIMPOS.CO/BONDOWOSO - Miris, bocah seorang buruh tani dan penjual sayur di Kabupaten Bondowoso harus berbaring di tempat tidur selama 15 tahun.

Dia adalah Prasetyo (15 tahun) warga Dusun Pasenan Barat, Desa Pancoran, Kecamatan Bondowoso, Bondowoso.

Ia menderita gizi buruk dan lumpuh sejak lahir. Tangan dan kaki remaja tersebut tidak sempurna, seperti para remaja pada umumnya.

Keseharian Prasetyo hanya dihabiskan berbaring lemas tak berdaya di atas kasur kecil.

Bahkan  makan minum serta ganti baju pun Prasetyo masih disuapi dan butuh bantuan kedua orang tuanya.

Remaja penderita gizi buruk ini tinggal di RT 21 RW 8 Dusun Pasenan Barat, Desa Pancoran, Kecamatan/Kabupaten Bondowoso.

Prasetyo merupakan anak ketiga yang terlahir dari pasangan suami istri yang dikategorikan tidak mampu bernama Harsono (45 tahun) dan Fatimah (42 tahun).

Harsono ayah Prasetyo kesehariannya berprofesi sebagai bekerja serabutan. Seperti menjadi buruh tani dengan bayaran Rp 25 ribu per hari.

" Itupun kalau ada yang ngajak kerja. Kalau gak ada, ya tidak ada pendapatan," kata Harsono kepada awak media ketika ditemui dikediamannya, Jumat (9/6/2023) malam.

Fatimah ibu Prasetyo berprofesi sebagai pedagang sayur keliling dengan penghasilan yang juga minim.

Dari hasil jualan sayur, Ftimah terkadang hanya dapat Rp 10 ribu, Rp 20 ribu atau Rp 25 ribu per hari.

Ketidakmampuan keluarga Harsono diperparah dengan nasib anak ketiganya bernama Prastiyo.

Prastiyo lahir dengan kondisi tidak sempurna dan mengalami gizi buruk sampai usianya kini 15 tahun.

Harsono menyatakan, Prasetyo tidak bisa bicara, kalau memanggil orang tuanya hanya teriak Aaa...!

"Dia lumpuh dan tidak bisa bergerak, bahkan untuk duduk sekalipun tidak mampu. Jadi cuma berbaring saja. Kalau nangis dia digendong. Gantian yang menggendong, kadang saya dan ibunya," tuturnya.

Dikarenakan lumpuh, Prastiyo selayaknya bayi kendati usianya telah menginjak remaja setara anak kelas 1 SMA.

Kata Harsono, kalau BAB juga gak bisa jalan sendiri. Ia menggunakan popok.

"Kalau kami tidak ada uang, kami pakai sobekan kain sebagai ganti popok," terang Fatimah sembari menggendong Prastiyo yang kala itu terjaga di kasur yang terletak di ruang tamu.

Pada tahun 2015, Prastiyo sempat dibawa ke RSUD Saiful Anwar Malang berkat rekomendasi dari Sekretaris Daerah (Sekda) Bondowoso, Hidayat.

"Katanya kami disuruh menunggu panggilan, tapi sampai sekarang tidak ada panggilan," keluhnya.

Minimnya literasi kesehatan juga menjadi penyebab keluarga Harsono ogah membawa Prastiyo ke fasilitas kesehatan (faskes) semenjak itu.

"Saya takut anak saya yang alami gizi buruk disakiti di rumah sakit," tutur Fatimah.

Prastiyo juga pernah mendapatkan bantuan berupa kursi roda dari Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Bondowoso.

"Tapi karena anak saya duduk saja tidak bisa, ya merosot terus. Jadi kursi roda itu sebenarnya gak berguna untuk anak saya," paparnya.

Sementara menurut Kepala Desa Pancoran, Norman Faelani mengaku sudah berulang kali mengarahkan keluarga Harsono untuk membawa Prastiyo yang alami gizi buruk ke faskes.

"Tapi orangnya tidak mau. Dinkes juga seharusnya turun memberi edukasi kesehatan pada warga kami yang seperti ini," cetus Norman.

Kepala Desa Pancoran sejak 2021 ini menyebut jika sebelumnya Harsono merupakan keluarga penerima manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH).

"Tapi belakangan ini sebagian bantuan tidak didapat karena mungkin permasalahan data. Kami berjanji akan segera berkoordinasi untuk memperbaikinya," pungkasnya. (eko)