JATIMPOS.CO/SAMPANG - Serial Diskusi dengan tema, "Jurnalis Bisa Apa" yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Sampang (AJS) harus tercoreng oleh anggotanya sendiri.

Hal tersebut berawal saat acara berlangsung di sesi dialog interaktif dengan pertanyaan dari berbagai pengurus organisasi Pers, yang berlangsung di aula hotel Panglima, Jl. Panglima Sudirman, Kelurahan Dalpenang Kecamatan Sampang, Kamis (15/6/2023).

Momen tercorengnya kegiatan tersebut, disaat anggota dari AJS bernama Miftahul Ulum menyimpang dari aturan yang dipimpin moderator dari salah satu Anggota AJS juga, Fahromi Nashihuddin Annooncer Radio Salsabila FM.

Tepat saat Miftahul Ulum mengajukan pertanyaan lebih dari satu pertanyaan, dan bahkan tercatat lebih 5 pertanyaan dilontarkan kepada narasumber.

Sementara moderator yang terlihat tidak bisa menghentikan pertanyaan, direspon serentak oleh segenap undangan yang hadir dengan suara riuh, yang mana diintrupsi oleh Ketua PWI Sampang, Fathor Rahman.

Namun spontan, Miftahul Ulum dengan nada dan sikap yang tidak sopan, sambil mengacungkan jarinya mengatakan, "Kamu hanya tamu, saya tuan rumah bebas bertanya banyak," celotehnya.

Dengan sikap bijak namun kecewa, Fathor Rahman memilih Wolk Out (WO) keluar dari ruang acara, dengan sebelumnya menyampaikan izin keluar kepada ke-3 narasumber yang ada hingga ke Ketua AJS Sampang, Abdul Wahed.

Dengan respek, tiga narasumber tersenyum dan mempersilakan izin Ketua PWI Sampang WO dari acara.

Sementara Abdul Wahed, meminta maaf seraya diikuti sebagian anggotanya yang juga jadi panitia acara. "Saporanah Mas (Mohon Maaf Mas)".

Dikonfirmasi, Abdul Wahed selaku Ketua AJS mengaku telah menegur yang bersangkutan di selesainya acara, tuturnya.

Sementara Ketua PWI Sampang, Fathor Rahman saat memberikan keterangan di Kantor PWI Sampang, mengaku mendukung acara tersebut, karena sebagai sarana introspeksi diri dan menambah wawasan Pers.

Namun menurut Fathor Rahman sikap Miftahul Ulum adalah cermin yang perlu ditindak tegas oleh organisasi yang bersangkutan, serta cermin Etika yang minim dari bersangkutan.

Padahal, dalam kaedah jurnalistik dan profesi apapun, etika wajib diterapkan oleh profesi apapun, selain profesional dan berwawasan

Perlu diketahui, narasumber yang hadir di antaranya Wakil Ketua Bidang Organisasi PWI Jawa Timur, Machmud Suhermono, Ketua IJTI Surabaya Lukman Abdul Rozak, dan Sekretaris AJI Surabaya, Andre Yuris. 

Miftahul Ulum Menjawab

Dikonfirmasi terpisah, Miftahul Ulum menyatakan bahwa yang minim etika dan tidak sopan adalah Fathor Rahman. Sebab, Fathor Rahman saat itu bukan hanya melakukan interupsi normal tapi lebih ke semacam berteriak-teriak secara berkesinambungan sampai mengganggu proses penyampaian pertanyaan terakhir dari Miftahul Ulum.

”Justeru yang tidak sopan dan tidak beretika itu Fathor Rahman yang berteriak-teriak tanpa henti sampai mengganggu saya yang mau menyampaikan pertanyaan terakhir. Dan hanya dia yang teriak-teriak lantang tak henti-henti, jadi saya anggap itu bukan interupsi tapi mengganggu makanya saya bereaksi balik atas perilaku Fathor Rahman yang sangat menggangu itu,” cerita Miftahul Ulum kepada media ini.

Menurut Miftahul Ulum, tidak benar bahwa semua peserta forum diskusi melakukan interupsi saat itu. Yang benar, sebagian peserta yang berada di meja bagian barat saja di mana fathor Rahman juga duduk di situ, yang melakukan interupsi. Itupun sebatas interupsi wajar dan tidak berteriak-teriak secara terus menerus sehingga Miftahul Ulum santai saja, tanpa reaksi apapun, karena sudah nego dengan moderator dan diizinkan.

”Jadi, moderator bukan tidak bisa menghentikan ya, tapi memang mengizinkan karena waktu masih cukup. Setiap penanya punya trik dan cara tersendiri untuk nego dengan moderator, dan kalau moderator sudah mengizinkan seharusnya peserta forum yang lain bisa menerima karena moderatorlah pemegang kendali forum. Mengapa saya diizinkan bertanya lebih dari satu? Karena saat bertanya saya langsung to the poin sehingga secara waktu masih lebih ringkas dari penanya yang lain, termasuk lebih ringkas dari waktu yang digunakan oleh Fathor Rahman yang masih muter-muter pake pendahuluan saat bertanya,” ungkapnya.

”Lha saya langsung ringkas, bahkan dengan sadar saya tidak meperkenalkan diri supaya efisien waktu. Cuma waktu itu Fathor Rahman teriak-teriak karena mungkin merasa jumlah pertanyaan saya lebih banyak dari pertanyaan dia. Lha dia gimana mau banyak pertanyaannya wong waktunya dipake buat muter-muter, tidak to the poin,” lanjutnya.

Ditanya mengapa saat bereaksi terhadap aksi teriakan Fathor Rahman sampai menyebut dengan kata tamu, Miftahul Ulum menyatakan bahwa setiap peserta forum diskusi ilmiah punya cara tersendiri untuk menghalau gangguan yang ingin menghalangi tersampaikannya ide, gagasan, dan pertanyaan. Itu merupakan kaidah umum yang dimengerti oleh semua pegiat forum ilmiah. Selain itu, Miftahul Ulum juga menyatakan bahwa tidak sopan kepada orang yang terlebih dahulu memulai ketidaksopanan adalah sebuah sedekah ilmiah.

”Mana ada orang bereaksi balik harus dirumuskan secara sopan dulu? Kan yang memulai ketidaksopanan itu Fathor Rahman. Sekarang gini lah, kita yang sama-sama peserta di dalam forum itu kemudian berteriak-teriak kepada sesama peserta forum, lalu mengapa yang diteriaki kemudian tidak boleh berteriak balik? Pas teriak-teriak Fathor itu lantang sekali, tapi giliran diteriakin balik langsung baper. Lucu kan,” ujarnya.

”Dalam sebuah forum itu, apalagi forum ilmiah, semua orang statusnya sama sebagai peserta. Maka, atribut ketua ini, pimpinan itu, presiden inilah, itu semua harus dilepas kalau dalam forum ilmiah. Kecuali di forum ngaji sorogan, ini forum tertinggi dalam budaya Madura,” imbuhnya. (dir)