JATIMPOS.CO/BLITAR - Pentingnya kedekatan pemimpin dan rakyat, diajarkan Prabu Rajasanagara Raja Majapahit atau yang dikenal dengan Hayam Wuruk (1350-1389 M). Raja berkeliling mengunjungi daerah kekuasaannya menggunakan pedati yang ditarik sapi dan diiringi rombongan. Itu dilakukan Raja ketika rakyatnya selesai atau musim panen hasil pertanian dan perkebunan.
Guna memberikan pembelajaran masyarakat terhadap nilai-nilai penting yang telah diwariskan oleh kerajaan Majapahit itu, maka Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Jatim menggelar Festival Desawarnana Napak Tilas Perjalanan Hayam Wuruk 2021.
Kegiatan berlangsung di Hotel Puri Perdana Blitar, tanggal 23 dan 24 Juni 2021. “Selain itu memberikan pembelajaran masyarakat terhadap nilai-nilai penting dari makna simbolik dari perjalanan napak tilas Hayam Wuruk dengan mengunjungi secara langsung beberapa lokasi napak tilas Hayam Wuruk,” ujar Dwi Supranto, SS, MM ketua Panitia yang juga Kabid Cagar Budaya dan Sejarah (CBS) Disbudpar Jatim.
Peserta Kegiatan Napak Tilas Perjalanan Hayam Wuruk Tahun 2021 adalah komunitas pecinta cagar budaya di Kabupaten/ Kota Blitar, Kabupaten/ Kota Kediri, Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Trenggalek sejumlah 90 orang.
Narasumber pada Kegiatan Napak Tilas Perjalanan Hayam Wuruk Tahun 2021 adalah ; Narasumber seminar : Prof Agus Aris Munandar (Arkeolog Universitas Indonesia Jakarta) dengan materi ” Memaknai Filosofis Perjalanan Hayam Wuruk Dalam Desawarnana”.
Drs Dwi Cahyono, M. Hum (Arkeolog) dengan materi : “ Situs-Sitis Napak Tilas Perjalanan Hayam Wuruk Dalam Desawarnana”. Juga ada narasumber studi lapangan, terdiri : Drs. Ismail Lutfi, MA (Ketua IAAI KOMDA JATIM) dan Nonuk Kristiana,S. S (Arkeolog BPCB Prov Jatim). Sesuai rencana, ada kunjungan Napak tilas ke Candi Penataran dan Candi Simping.
Siklus Sejarah
PADA kesempatan yang sama, Kadisbudpar Provinsi Jatim Sinarto, S.Kar, MM mengemukakan, banyak pelajaran yang dapat dipetik dari peristiwa dimasa lalu, baik dari kisah tentang kegagalan dan keberhasilan generasi terdahulu, atau kisah tentang bagaimana berkembang dan runtuhnya sebuah pemerintahan.
Kadisbudpar Jatim, Sinarto S.Kar, MM pada pembukaan Festival Desawarnana Napak Tilas Perjalanan Hayam Wuruk 2021 di Blitar, Rabu (23/6/2021).
---------------------------
“Kesemuanya memiliki tujuan agar kita sadar akan adanya beragam perubahan di masyarakat sebagai bagian dari usaha penyempurnaan kehidupan,” ujar Kadisbudpar Jatim, Sinarto S.Kar, MM pada pembukaan Festival Desawarnana Napak Tilas Perjalanan Hayam Wuruk 2021 di Blitar, Rabu (23/6/2021).
“Jika kita menilik kembali perjalanan bangsa ini, banyak sekali perubahan yang telah terjadi. Mulai dari kehidupan masa pra aksara, era Hindu-Budha, masa keemasan Islam, penjajahan Belanda, hingga masa kemerdekaan,” kata Kadisbudpar.
Kesemuanya saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain membentuk suatu kesatuan mata rantai. Beragam perubahan tersebut menunjukkan bahwa kehidupan bangsa kita sekarang memang tidak dapat terlepas dari sejarah kehidupan dimasa lalu.
Dari semua model perubahan tersebut, Majapahit merupakan salah satu contoh sempurna. Sebuah negara yang tumbuh dari sebuah kerajaan kecil, berkembang menjadi sebuah kekuatan besar dengan pengaruh yang cukup sigiifikan dalam lingkup yang sangat luas pada saat itu.
Siklus yang dialami Majapahit menunjukkan bahwa ada banyak hal yang dapat dijadikan pelajaran bagi masyarakat saat ini, mengenai bagaimana membangun dan merawat sebuah kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Status sebagai sebuah negara besar saja tidak akan menjamin keutuhan sebuah negara, manakala negara tersebut gagal merawat komponen-komponen yang membangun kebesarannya,” pungkas Kadisbudpar Jatim, Sinarto, S.Kar, MM.
Raja Berkeliling Negara
Berdasarkan sejarahnya, Raja Hayam Wuruk berkunjung ke daerah-daerah kekuasaannya khususnya di Jawa Timur untuk mengetahui dan lebih dekat dengan rakyatnya. Itu dilakukan setiap habis musim hujan atau setelah panen.
Raja Hayam Wuruk melakukan beberapa kali perjalanan, diantaranya ke Pajang pada tahun 1353 M, daerah utara dengan tujuan Lasem pada tahun 1354 M, Lodaya, Blitar, dan beberapa kawasan selatan pada tahun 1357 M.
Pada awal bulan September tahun 1359 M Sang Prabu meninggalkan Kota Majapahit ke arah timur dan tenggara menuju Lumajang dan Patukangan serta Singasari.
Perjalanan yang panjang ini dimulai dari Kapulungan, Kabupaten Pasuruan. Untuk itu Raja Hayam Wuruk beserta pengikutnya berangkat meninggalkan ibu kota Majapahit menuju Japan, dari sana perjalanan diteruskan ke Tepus melewati hutan Pendawa serta desa Pungging dan Ngijingan.
Semua wilayah kekuasaan dikunjunginya. Hingga terakhir perjalanan Raja Hayam Wuruk hingga ke Patukangan (Situbondo). Dari Patukangan rombongan ini langsung melanjutkan perjalanan di Jawa Timur melalui daerah Probolinggo, Malang, Jombang, Kediri dan Blitar.
Setiap kunjungan, Raja Hayam Wuruk disempatkan menikmati keindahan alam, pantai dan perkebunan. Selain itu berdialog dengan warga dan melakukan perbaikan sarana umum/ibadah. (iz)