JATIMPOS.CO/PAMEKASAN – Pagar laut yang dibangun di Dusun Jumiang, Desa Tanjung, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan, menuai protes dari para nelayan. Pagar sepanjang 75 meter tersebut dianggap merugikan nelayan karena sering menghambat pergerakan perahu dan menyebabkan kerusakan mesin.
Ahmad, salah satu nelayan setempat, mengaku keberadaan pagar laut itu menghambat aktivitas mereka, terutama saat angin berubah arah.
“Kalau angin merubah dari arah timur, maka perahu nelayan yang lewat sering menabrak pagar, bahkan kipas perahu terkadang tersangkut, sehingga mesin rusak, ini jelas sudah merugikan para nelayan," kata Ahmad warga Dusun Duko, Desa Tanjung, Kecamatan Pademawu.
Atas kejadian ini, Ahmad meminta pihak berwenang segera turun tangan dan membongkar pagar tersebut.
”Saya minta kepada pihak berwajib untuk segera membongkar. Saya juga yakin itu ada keterlibatan dengan Kepala Desa Tanjung dan yang masang pagar bambu itu juga dibayar," paparnya.
Menanggapi protes tersebut, Kepala Desa Tanjung, Zabur, menjelaskan bahwa pembangunan pagar laut ini merupakan hasil kesepakatan dengan nelayan untuk mengatasi pergeseran pasir di jalur perahu.
"Akhirnya dikasih bambu, gedek, sak yang diisi pasir. Panjangnya kurang lebih 75 meter dari ujung utara ke selatan. Pembangunannya dilakukan sejak tahun 2023 perkiraan bulan Juni," kata Kades Zabur.
Saat ditanya apakah proyek ini memiliki izin resmi, Zabur menegaskan bahwa pagar tersebut bukanlah penambatan baru, melainkan hanya digunakan untuk memudahkan nelayan menambatkan perahunya.
"Ngapain mau ijin kan itu hanya dijadikan penambatan perahu bukan penambatan baru. Dulu swadaya masyarakat, setelah berulangkali dilakukan pengerukan oleh masyarakat dengan menggunakan alat tradisional, akhirnya saya belikan alat penyedot tapi tidak ada hasil, akhirnya dibantu oleh PT. Budiono untuk mengantisipasi hasil pengerukan itu yakni dikasih bambu dan gedek karena ada angin akhirnya gedeknya rusak dan tinggal bambunya saja sekarang," ungkapnya.
Menurut Zabur, sebelum pagar laut ini dibangun, nelayan mengalami kesulitan untuk keluar-masuk perahu, sehingga keberadaannya justru membantu mereka.
"Gak ada ijin ke perhutani karena masuk area laut. Jadi gak ada ijin apapun. Pagar itu bukan pinggir laut tapi di laut yang diperuntukkan untuk keluar masuk perahu nelayan. Jika tidak dibuatkan pagar maka akan membuat sengsara nelayan karena perahunya tidak bisa masuk. Bukan pagar laut tapi pengamanan perah," paparnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum PT Budiono Madura Bangun Persada, Wahyudi, menegaskan bahwa pemasangan pagar laut ini merupakan hasil kesepakatan dengan 139 nelayan dan difasilitasi oleh pemerintah desa.
"Pemasangan ini sudah dari tahun 2023 lalu, dan sudah atas kesepakatan dengan 139 nelayan dan Kades Tanjung," kata Wahyudi saat diwawancarai , Senin (10/2/2025).
Menurut Wahyudi, PT. Budiono Madura Bangun Persada hanya memfasilitasi permintaan dari para nelayan untuk membangun pagar laut, pihaknya menegaskan bahwa pembangunan itu tidak ada kaitannya dengan kepemilikan lahan.
"Jadi lokasi yang dipagari itu bukan milik PT Budiono, kita hanya memfasilitasi pagar, dan yang mengerjakan adalah para nelayan," jelasnya.
Ketika ditanya mengenai izin pembangunan pagar laut, Wahyudi mengaku belum dapat memastikan status legalitasnya. Namun, ia menyebut bahwa pada tahun 2020 telah dilakukan normalisasi sungai atas izin Perhutani, dan pemasangan pagar laut merupakan tindak lanjut dari proses tersebut.
"Sepangakuan desa pernah dilakukan normalisasi sungai pada tahun 2020 dan atas ijin perhutani sehingga dilakukan normalisasi secara swadaya, kita hanya menindaklanjuti keinginan masyarakat di tahun 2023," pungkasnya. (did).