JATIMPOS.CO/JEMBER - Berkaca dari penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2019, pesta demokrasi lima tahunan di Indonesia itu tidak lepas dari berbagai pelanggaran, mulai dari pelanggaran administrasi, pelanggaran kode etik, hinggga pelanggaran pidana pada saat Tahapan Kampanye pilkada.
Berdasarkan data dugaan pelanggaran Pemilu 2019, Bawaslu mencatat terdapat ada 16.427 dugaan pelanggaran administrasi, 426 dugaan pelanggaran kode etik, 2.798 dugaan pelanggaran pidana, dan 1.518 dugaan pelanggaran hukum lainnya.
Dari jumlah dugaan pelanggaran tersebut, Bawaslu telah melakukan penanganan pelanggaran dengan rincian 16.134 penanganan pelanggaran administrasi, 373 pelanggaran kode etik, 582 pelanggaran pidana, 1.475 pelanggaran hukum lainnya, dan 2.578 kasus yang masuk dalam kategori bukan pelanggaran.
Bawaslu Jember perlu memetakan potensi kerawanan pada saat Kampanye Pilkada mulai tanggal 25 September hingga 60 hari kedepan. Hal ini disampaikan oleh Wiwin Riza Kurnia anggota Komisioner Bawaslu Divisi Pencegahan, Parmas, dan Humas.
"Pada penyelengggaraan Pemilu tahun 2024, sesuai dengan ketentuan Pasal 93 huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Bawaslu bertugas melakukan pencegahan dan penindakan pelanggaran dan sengketa proses Pemilu," kata Wiwin, saat Lokakarya Media, Senin (30/9/2024).
"Dalam konteks pencegahan, Bawaslu telah melakukan berbagai upaya dengan mengidentifikasi berbagai potensi kerawanan pada setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu," imbuhnya.
Dari identifikasi potensi kerawanan dan hasil pengawasan Pemilu tahun 2019, Bawaslu mencatat beberapa kerawanan dan permasalahan yang mungkin terjadi pada tahapan kampanye dalam Pemilu tahun 2024.
Bawaslu telah melakukan inventarisasi data potensi kerawanan serta strategi pencegahan terhadap kerawanan tahapan kampanye dari seluruh jajaran Bawaslu secara berjenjang.
Berikut adalah 7 potensi kerawanan pada masa Kampanye yang menyangkut materi kampanye :
1. Mempersoalkan dasar negara Pancasila, pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau Peserta Pemilu yang lain (Politisasi SARA).
3. Menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat (ujaran kebencian).
4. Mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau peserta Pemilu yang lain.
5. Membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut peserta Pemilu yang bersangkutan.
6. Menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta Kampanye Pemilu (Praktik Politik uang).
7. Marak kampanye negatif (negative campaign), kampanye hitam (black campaign) dan informasi bohong (hoax). (Ari).