JATIMPOS.CO/SURABAYA - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mulai mensosialisasikan Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya Nomor 32 Tahun 2024 tentang Pencegahan Perkawinan pada Usia Anak. Kegiatan ini berlangsung di Convention Hall Arief Rahman Hakim pada Jumat (12/7/2024) sebagai bagian dari peringatan Hari Anak Nasional.
Dalam rangka menyambut Hari Anak Nasional, sosialisasi ini dikemas melalui kegiatan Training of Trainer (ToT) bagi Kader PKK terkait pencegahan perkawinan anak. Para peserta menerima sejumlah materi pembekalan, mulai dari Perwali, Sistem, Alur, hingga materi mengenai Dampak Negatif Perkawinan Anak dan Upaya Pencegahan Perkawinan Anak.
Mewakili Ketua TP PKK Kota Surabaya Rini Indriyani, Ketua Bidang Pokja 1 TP PKK Kota Surabaya Shinta Setia mengatakan bahwa sosialisasi Perwali Nomor 32 Tahun 2024 tentang Pencegahan Perkawinan pada Usia Anak merupakan salah satu upaya Pemkot Surabaya dalam menjamin hak-hak anak.
“Hari ini perwakilan Kader PKK dari semua kelurahan akan menerima pembekalan melalui ToT dengan para narasumber yang kompeten. Mereka memiliki empat tugas yang diharapkan oleh Pemkot Surabaya untuk merubah pola pikir masyarakat, yakni melindungi dan memberikan hak pada anak,” kata Shinta Setia.
Nantinya, output dari masing-masing kelurahan akan membuat program kerja untuk mencegah pernikahan pada usia anak. Hasil praktik terbaik dari program kerja tersebut diharapkan bisa menular ke kelurahan lainnya. Perlindungan anak adalah kunci kemajuan Kota Surabaya. Pemkot Surabaya telah membuat berbagai program dan kebijakan yang mendukung konvensi hak anak.
“Soal pernikahan anak ini, dampak negatifnya bisa menyerang ekonomi, fisik, kesehatan, sosial, dan banyak lagi. Anak yang menikah muda rentan terkena kekerasan, dan bisa mengalami kesulitan ekonomi di masa depan. Kesulitan ekonomi memicu kemiskinan di generasi muda, ada pula risiko kematian ibu dan bayi, serta trauma, depresi, kecemasan, gangguan mental, dan terisolasi dari teman dan keluarga,” jelasnya.
Meskipun Surabaya sudah enam kali meraih Kota Layak Anak (KLA) Tingkat Utama, Pemkot berupaya menjadi Kota Layak Anak Tingkat Paripurna. Oleh sebab itu, ada empat hal yang diharapkan Pemkot Surabaya kepada PKK Surabaya. Pertama, Kader PKK memberikan edukasi kepada masyarakat tentang dampak negatif perkawinan anak berupa sosialisasi atau penyuluhan. Kedua, memberikan pendampingan kepada anak-anak dan keluarga jika diperlukan, berupa konseling, dukungan psikologis, dan bantuan lainnya.
“Ketiga, menyampaikan aspirasi dan masukan kepada Pemkot Surabaya mengenai temuan-temuan di lapangan untuk memperkuat kebijakan dan program pemkot. Keempat, Kader PKK harus menunjukkan sikap dan perilaku positif, menghormati dan menghargai hak-hak anak di lingkungan keluarga maupun masyarakat,” ujarnya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk (DP3A-PPKB) Kota Surabaya, Ida Widyawati mengatakan, sosialisasi pencegahan perkawinan anak merupakan upaya mengantisipasi persoalan anak. Edukasi sangat penting agar hak-hak anak terpenuhi karena mereka perlu menimba ilmu untuk masa depan mereka.
“Nanti akan berkolaborasi lagi untuk Bina Keluarga Remaja. Kami juga melibatkan anak-anak untuk mensosialisasikan pencegahan perkawinan pada usia anak. Pemkot Surabaya sudah melakukan MoU dengan Pengadilan Agama (PA) terkait upaya pencegahan tersebut,” kata Ida.
Melalui MoU dengan Pengadilan Agama dalam pencegahan pernikahan usia anak, hasilnya memiliki dampak positif. Terdapat aturan tegas dalam mengakomodir persyaratan pernikahan. “Batasannya semakin jelas, melibatkan KUA dan kelurahan,” imbuhnya.
Meski begitu, penguatan hingga di tingkat masyarakat sangat diperlukan. Menurut Ida, edukasi kepada masyarakat sangat penting karena pola pikir yang menganggap pernikahan usia anak adalah hal biasa harus diubah. Pemkot Surabaya berkolaborasi dengan Kader PKK untuk mensukseskan pencegahan perkawinan usia anak.
“Kader PKK adalah orang terdekat bagi masyarakat, sangat kita butuhkan karena edukasi kepada masyarakat harus sering dilakukan. Kami sadar ini membutuhkan waktu, tapi kita harus berjuang untuk mencegah perkawinan usia anak. Nanti akan ada program kerja masing-masing kelurahan, laporannya akan kita monitor,” jelasnya.
Di lokasi yang sama, Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB) Kota Surabaya, Thussy Apriliyandari mengatakan, tindak lanjut penandatanganan MoU antara Pemkot Surabaya, PA, dan Kemenag Surabaya adalah Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menerbitkan Perwali Nomor 32 Tahun 2024 tentang Pencegahan Perkawinan pada Usia Anak.
“Terdapat perubahan beberapa alur pernikahan pada usia anak. Nanti akan kami sosialisasikan kepada seluruh pemuka agama, kelurahan, dan kecamatan terkait alurnya,” pungkasnya.(Fred)