JATIMPOS.CO/SURABAYA — Komitmen Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam menurunkan angka stunting terus berlanjut secara serius dan masif. Bersama Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN Jawa Timur, Pemkot menggelar Diseminasi Audit Kasus Stunting Termin I Tahun 2025, yang diikuti seluruh kelurahan dan kecamatan se-Kota Pahlawan.

Kegiatan ini menjadi momentum penting untuk mengulas kendala, mengidentifikasi risiko, sekaligus merumuskan langkah konkret menuju Surabaya Zero Growth Stunting.

Acara ini digelar di Graha Sawunggaling dan dihadiri berbagai tokoh penting, di antaranya Plt Sekretaris Perwakilan BKKBN Jatim dr. Sofyan Rizalanda, Asisten III Pemkot Surabaya Anna Fajriatin, Staf Ahli Wali Kota Bidang SDM drg. Bisukma Kurniawati, dan Kepala Dinkes Surabaya Nanik Sukristina. Jajaran Forkopimda, akademisi Unair, Tim Penggerak PKK, dan Kader Surabaya Hebat juga turut mendukung penuh acara ini.

Menurut dr. Sofyan, audit stunting bukan sekadar mengevaluasi, melainkan sebagai pendekatan komprehensif untuk menangani kasus berat secara kolaboratif.

“Audit ini bukan mencari kesalahan, tapi upaya bersama agar tidak ada keluarga berisiko stunting yang menghasilkan kasus baru,” ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa stunting bukan hanya terjadi pada keluarga miskin, melainkan bisa menimpa keluarga yang tampak mapan, akibat faktor kesehatan bawaan dan pola pengasuhan.

Audit Termin I kali ini selaras dengan Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 79 Tahun 2022 dan Peraturan BKKBN Nomor 12 Tahun 2021. Melalui audit, empat kelompok risiko yaitu calon pengantin, ibu hamil, ibu nifas, dan balita dianalisis dengan seksama. Data dari masing-masing kelurahan dikaji oleh tim pakar untuk menggali pola temuan, faktor risiko, serta efektivitas intervensi yang telah dilakukan.

Staf Ahli Wali Kota, drg. Bisukma, menegaskan bahwa audit ini tak hanya ditujukan untuk menurunkan angka stunting, tetapi juga mencegah munculnya kasus baru.

“Ini bagian dari pemantauan dan evaluasi yang berkesinambungan. Harapannya, kasus serupa tidak terulang dan Surabaya bisa mencapai nol pertumbuhan stunting,” jelasnya.

Selama tiga tahun terakhir, Surabaya membuktikan komitmennya lewat berbagai intervensi: mulai dari pemberian PMT, tablet tambah darah untuk remaja putri, pendampingan calon pengantin dan ibu hamil, pemantauan data secara real-time, hingga kampanye pencegahan pernikahan anak. Hasilnya mencengangkan—angka stunting berhasil ditekan dari 28,9 persen pada 2021 menjadi hanya 1,6 persen pada 2023.

Surabaya dinilai sukses sebagai kota percontohan nasional berkat kolaborasi antar OPD, kader kesehatan, KSH, akademisi, dan masyarakat. Audit Termin I ini menjadi penegasan bahwa Pemkot Surabaya tidak lengah meski angka stunting telah turun drastis. Surabaya terus melaju, menuju target besar: tidak hanya bebas stunting, tapi benar-benar Zero Growth Stunting.

Keberhasilan ini bukan hanya hasil dari intervensi teknis, melainkan karena kekompakan seluruh elemen kota. Dari balai kelurahan hingga institusi pendidikan, dari tenaga medis hingga ibu rumah tangga—semua bergerak bersama.

Surabaya tak hanya menargetkan perubahan statistik, tapi juga perubahan pola pikir dan budaya hidup sehat. Sebuah langkah inspiratif bagi kota-kota lain di Indonesia.(fred)