JATIMPOS.CO//MALANG- Gus Dur merupakan Bapak Pluralisme di Indonesia. Pada agama Konghucu, jasa beliau melegalkan menjadi agama yang diakui di Indonesia, dijadikannya sebagai salahsatu nabi atau yang diagungkan di agama Konghucu.
Demikian terungkap dalam Haul memperingati 11 tahun wafatnya Gus Dur pada seminar dengan tema, “Aktualisasi Pemikiran Gus Dur dalam Penguatan Kebhinekaan NKRI ” di Universitas Islam Malang, Selasa (29/12/20).
“Ada sembilan nilai yang tercantun di Gusdurian. Masyarakat Konghucu memegang teguh dan mengamalkannya dalam setiap harinya. Ada ketahuhidan, kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, persaudaraan, kesederhanaan, kearifan tradisi local, pembebasan, dan keksatrian. Semuanya ada di agama konghcu,” kata Allisa Wahid, Koordinator Jaringan Gusdurian sekaligus putri Gus Dur.
Menurut Allisa Wahid, Gusdur sebagai seorang tokoh bangsa memberikan begitu banyak contoh kebaikan dalam kehidupan. “Tugas beliau dahulu sebagai seorang pemimpin negara awalnya membuat kesan yang kaku, tapi hampir semua orang dekat beliau sependapat bahwa beliau adalah orang yang sangat humoris dan tidak pelit akan ilmu,” ujarnya.
Selain Allisa Wahid, pada seminar tersebut diikuti juga Eko Sriyanto Galgendu (Sahabat Gusdur dan Ketua Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia), Prof. Abdul Harris (Rektor UIN Malang), Muhammad Nuruddin (Santri Gus Dur dan ketua IKA UNISMA), R.T. Sudarno Hadipuro (Wakil ketua Perhimpunan INTI (Indonesia-Tionghoa) Malang Raya).
Sementara itu Rektor Universitas Islam Malang Prof Dr. H. Maskuri pada kesempatan itu mengatakan, Gusdur adalah role model yang semangat perjuangan, dan dedikasinya kepada bangsa, agama dan masyarakat bahkan lingkungan harus kita contoh dan amalkan.
“Beliau merangkul semua golongan, tidak membedakan suku, bangsa, agama,” ujar Prof DR H. Maskuri. (ham)