JATIMPOS.CO//TULUNGAGUNG – RSUD dr Iskak Tulungagung siap menangani orientasi seksual menyimpang khususnya yang banyak dialami kaum terpelajar. “Untuk anak yang berorientasi menyimpang, pihaknya bisa menyediakan jasa kesehatan dan psikiater untuk penanganannya,” kata Direktur RSUD dr. Iskak Tulungagung, dr. Supriyanto Sp.B.

“Ada orientasi seksual menyimpang kan harus ke psikiater, sudah ada psikolog anak disini, kita tidak harus memadamkan api tapi juga mencari sumbernya,” tambah Supriyanto.

Tentang ratusan pelajar Tulungagung yang mempunyai orientasi seks menyimpang, menurut dr Supriyanto, hal itu dikarenakan adanya pola asuh yang salah pada keluarga. Dirinya sempat kaget dengan kabar tersebut. Yang paling penting psikologi, bagaimana kita menjaga psikologi anak, katanya dengan tegas.

Pada peringatan Hari Anak Nasional (HAN) Kamis beberapa waktu lalu (24/7) Supriyanto mengemukakan, tolok ukur keberhasilan atau kemajuan suatu bangsa tidak seharusnya dilihat dari materi, namun harus dirubah dengan melihat angka kebahagiaan suatu masyarakat.

Menurutnya, kebahagiaan anak sering diidentikan dengan materi yang melimpah. Namun hal itu tidak sepenuhnya benar. Untuk tumbuh kembang anak yang ideal, anak harus terpenuhi kebutuhan kasih sayang dan psikologinya.

“Kita harus memenuhi hak-hak anak supaya anak bisa tumbuh kembang dengan baik,” ujar Supriyanto.

Memang jelas menurut Supriyanto,anak merupakan aset bangsa yang harus diperhatikan. Pasalnya anak merupakan generasi penerus bangsa yang mana kelanjutan bangsa ada di tangan anak saat ini. Anak sangat penting dari sisi keluarga, daerah dan bangsa,lanjut Supriyanto.

Pola pengasuhan yang salah dalam keluarga bisa berakibat fatal bagi anak. Sering kali orang tua menganggap kebahagiaan anak dari segi pemenuhan materi saja. Padahal, yang terpenting adalah menyiapkan anak menjadi sosok yang lebih baik.

Untuk hidup di Tulungagung, kata Supriyanto masyarakat seharusnya tidak perlu khawatir untuk pemenuhan ekonomi. Masalah yang besar adalah saat masyarakat Tulungagung ketika sakit. “Ketika sakit masyarakat sering berpikir tentang biaya untuk berobat, padahal untuk berobat masyarakat tidak usah memikirkan biayanya. Kalau alasan kerja jauh terus anak ditinggal karena takut anak sakit nanti biayanya bagaimana, itu tidak perlu lagi, ujar Supriyanto,” (san/adv)