JATIMPOS.CO/SURABAYA- Pemerintah Kota Surabaya terus memperkuat komitmennya dalam memastikan tidak ada anak dari keluarga kurang mampu yang terhambat melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP.
Hal ini ditegaskan dalam Rapat Koordinasi (Rakor) yang digelar oleh Komisi D DPRD Surabaya bersama Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, serta Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil pada Senin (14/04/2025).
Rakor ini membahas kesiapan kota dalam menghadapi proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) — yang kini disebut Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) — terutama untuk siswa dari keluarga miskin (gamis) dan pra-miskin (pragamis).
Ketua Komisi D, dr. Akmarawita Kadir, menegaskan bahwa pemerintah kota telah menyiapkan skema agar siswa dari kalangan gamis dan pragamis bisa tetap mengakses pendidikan tanpa terkendala biaya.
“Siswa-siswa dari keluarga gamis dan pragamis tidak akan kesulitan mencari sekolah. Dari data Dinas Pendidikan tadi, pagu sekolah baik negeri maupun swasta masih mencukupi,” ujar dr. Akma kepada pers seusai rakor.
Menurutnya, tahun ini terjadi kelebihan kuota penerimaan siswa. Data yang dipaparkan menunjukkan bahwa lulusan SD di Surabaya tahun ini mencapai 38.202 siswa, sementara daya tampung SMP negeri mencapai 18.720 kursi, dan swasta 20.256 kursi. Dengan angka ini, seharusnya tidak ada alasan bagi siswa, termasuk dari keluarga miskin, untuk tidak melanjutkan pendidikan.
Selain itu, siswa gamis dan pragamis juga mendapatkan kuota khusus lewat jalur afirmasi. Tahun ini, kuota afirmasi dinaikkan menjadi 20 persen — lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 15 persen.
“Ini kabar gembira untuk keluarga gamis dan pragamis. Jalur afirmasi memang diprioritaskan untuk mereka. Jadi harapan kami, tidak ada lagi anak Surabaya yang putus sekolah karena kendala biaya,” jelasnya.
Tak hanya mengandalkan kuota di sekolah negeri, dr. Akma juga menegaskan bahwa siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri bisa melanjutkan ke sekolah swasta dengan biaya yang akan ditanggung oleh Baznas, CSR, maupun bantuan pemerintah lainnya.
Dalam kesempatan itu, ia juga menyoroti pentingnya sosialisasi sistem baru kepada masyarakat, terutama perihal perhitungan jarak rumah ke sekolah yang kini berbasis radius garis lurus, bukan lagi jarak jalan seperti tahun sebelumnya.
“Kami minta Dinas Pendidikan segera turun ke bawah, ke kelurahan, RW, hingga RT untuk menjelaskan sistem ini. Supaya tidak ada orang tua yang salah input jarak dan akhirnya merugikan anaknya sendiri dalam proses seleksi,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Yusuf Masruh, menyampaikan bahwa skema jalur penerimaan tahun ini tetap dibagi ke dalam empat jalur, yakni jalur afirmasi, jalur mutasi orang tua, jalur prestasi, dan jalur domisili.
Yusuf menjelaskan, selain jalur afirmasi, siswa dari keluarga kurang mampu juga bisa masuk lewat jalur prestasi, jika memiliki nilai akademik maupun non-akademik yang baik. Bahkan, siswa yang berasal dari keluarga gamis-pragamis tak dibatasi hanya dalam jalur afirmasi saja, asalkan memenuhi syarat.
"Misalnya siswa gamis punya nilai rapor yang bagus, mereka bisa ikut jalur prestasi, tidak wajib lewat afirmasi. Tapi intervensi pembiayaan tetap kami berikan, termasuk seragam, perlengkapan sekolah, hingga bantuan lainnya," jelas Yusuf.
Ia juga menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu cemas jika anaknya tidak diterima di sekolah negeri, sebab kualitas pendidikan di sekolah swasta Surabaya juga telah setara.
"Swasta pun kini sudah setara, jadi jangan ragu. Semua anak Surabaya berhak melanjutkan pendidikan tanpa terkendala biaya," tuturnya.
Yusuf juga menambahkan, Dinas Pendidikan siap memfasilitasi jika sekolah swasta menambah kelas baru untuk menampung siswa, agar proses distribusi siswa berjalan lancar dan tidak menimbulkan kecemasan bagi orang tua.
Rakor Komisi D DPRD Surabaya ini menunjukkan betapa seriusnya pemerintah kota dalam menghapus stigma ‘sulit sekolah’ bagi warga miskin. Lewat sistem yang transparan, kuota yang memadai, hingga jaminan biaya pendidikan melalui Baznas, CSR, dan intervensi pemerintah, Surabaya optimis tak akan ada lagi anak putus sekolah. Kini tinggal bagaimana orang tua dan calon siswa memahami sistem ini dengan baik agar proses pendaftaran berjalan lancar dan adil untuk semua. (fred)