JATIMPOS.CO/SURABAYA Polemik penggunaan sound horeg di Jawa Timur terus menjadi perbincangan hangat, terutama setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim mengeluarkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 yang mengharamkan penggunaannya jika mengganggu ketertiban umum atau melibatkan kemaksiatan.

Menyikapi isu ini, Indra Widya Agustina, S.T., anggota DPRD Jawa Timur dari Fraksi Partai Demokrat Daerah Pemilihan (Dapil) IX (Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Magetan, dan Ngawi), mengusulkan pendekatan regulasi ketimbang larangan total.

Indra menegaskan bahwa sound horeg memiliki nilai budaya yang signifikan, terutama sebagai penunjang acara tradisional seperti Festival Rontek di Pacitan, yang merupakan agenda tahunan kabupaten tersebut.

“Sound horeg itu sarana atau alat sebagai penunjang kegiatan budaya kita. Contohnya, di Pacitan ada Festival Rontek. Irama yang mengiringi kegiatan itu didukung sound horeg supaya terdengar oleh khalayak luas,” ujarnya saat diwawancara di Gedung DPRD Jatim Surabaya, Senin (21/7/2025).

Namun, Indra juga mengakui adanya dampak negatif, seperti gangguan ketenangan masyarakat. Ia memberikan analogi, “Ngaji itu aktivitas mulia, tapi kalau sampai teriak, apa tidak mengganggu yang lain? Bahkan kadang dilarang kepala desa,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa sound horeg yang digunakan secara berlebihan, terutama saat keliling di permukiman, dapat mengganggu warga, termasuk mereka yang memiliki kondisi kesehatan seperti sakit jantung.

Sebagai solusi, Indra mengusulkan dua langkah utama. Pertama, menetapkan batas desibel yang jelas untuk mengukur tingkat kebisingan yang dianggap mengganggu.

“Harus ada batasan yang jelas, misalnya suaranya berapa desibel, kategori mengganggu itu di atas berapa,” katanya.

Kedua, ia menyarankan lokalisasi penggunaan sound horeg di tempat-tempat terbuka seperti alun-alun atau lapangan, bukan di permukiman.

“Selama ini sound horeg keliling di mana-mana. Itu yang perlu ditertibkan,” tegasnya.

Mengenai kemungkinan pembuatan Peraturan Daerah (Perda), Indra menyatakan bahwa hal ini bisa dipertimbangkan jika isu sound horeg menjadi masalah besar bagi masyarakat.

“Kalau memang banyak yang merasa terganggu dan meminta Perda untuk menertibkan, itu bisa terjadi. Tapi setahu saya, sampai saat ini belum ada rencana resmi,” ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya mempertimbangkan pelaku usaha sound horeg. “Pengusaha sound horeg sudah berinvestasi. Kalau langsung dihilangkan, kasihan. Itu juga perlu dipikirkan,” kata Indra.(zen)