JATIMPOS.CO/SURABAYA — Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Jawa Timur menyampaikan sejumlah catatan atas Rancangan APBD (R-APBD) 2026. Catatan itu disampaikan juru bicara Aulia Hany Mustikasari dalam rapat paripurna di Gedung DPRD Jatim, Senin (29/9/2025).
Aulia menyoroti Pendapatan Daerah yang terdampak penerapan UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), terutama pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pajak dan retribusi.
Ia menyebut pada 2025 terjadi penurunan drastis PAD sektor pajak–retribusi, meski masih tertolong penerimaan dari opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) yang sebelumnya belum dipungut.
"Tetapi akumulasi penerimaan 2025 tetap turun signifikan, oleh karena itu kebijakan Opsen MBLM harus dioptimalakan sebagai salah satu sumber pendapatan," papar Aulia.
Di sisi lain, Fraksi Golkar mendesak evaluasi kinerja BUMD agar benar-benar produktif. Untuk mengoptimalkan peran dan kapasitas BUMD, maka Fraksi Partai Golkar menyampaikan sejumlah usulan.
Pertama, mengusulkan dibentuk sebuah lembaga/badan pembina BUMD sebagai leading sector yang lebih kuat fokus mencermati kinerja perusahaan.
"Bila perlu mengadopsi kinerja BUMD di provinsi lain," tegasnya.
Fraksi Partai Golkar juga mengusulkan dibentuk Pansus DPRD yang mengevaluasi kinerja BUMD. Terakhir, pihaknya mengusulkan dibentuk BUMD Pangan yang konsisiten dengan kepentingan membangun ketahanan pangan dan merealisasi konsep Jatim Gerbang Baru Nusantara.
Masih terkait PAD, Fraksi Golkar menilai ke depan Jatim sangat mengandalkan pengelolaan barang milik daerah (BMD)—aset maupun jasa.
"Fraksi Partai Golkar meyakini masih sangat besar potensi aset daerah yang belum termanfaatkan, bagaimana provinsi mengoptimalkan pengelolaan BMD/aset agar berkontribusi besar terhadap penerimaan daerah," tandasnya.
Untuk Belanja Daerah, Fraksi menyoroti distribusi yang timpang antara Belanja Operasi (76%) dan Belanja Modal (6%), meskipun ada komponen belanja wajib dan mengikat. Fraksi mempertanyakan pola penentuan Belanja Modal yang semestinya tidak terus tertekan oleh kebutuhan rutin.
Pada sektor ketenagakerjaan, Aulia memberi perhatian terhadap alokasi Rp 295,84 miliar dan mempertanyakan solusi atas maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK). Menurutnya, program padat karya belum berjalan baik; sementara pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK) belum tersambung dengan kebutuhan pasar kerja sehingga output pelatihan kurang termanfaatkan.
"Provinsi Jawa Timur memiliki sejumlah BLK yang aktif menyiapkan tenaga terlatih, seharusnya dilengkapi dengan sistem digitalisasi untuk reformasi peran BLK," urainya.
Fraksi Golkar juga mendorong Disnakertrans Jatim berkolaborasi dengan Dinas Pendidikan dalam membangun SDM yang kompeten agar peluang penyerapan tenaga kerja semakin terbuka.(zen)