JATIMPOS.CO//SURABAYA- Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Surabaya, Kab.Sidoarjo dan Kab Gresik sejak 28 April hingga 11 Mei dan diperpanjang hingga 25 Mei 2020 dinilai Fraksi Demokrat DPRD Jatim kurang fungsional.

“Hasil penerapan PSBB di Kota Surabaya sampai saat ini justru menunjukkan kencenderungan yang belum menggembirakan, bahkan mengkhawatirkan,” kata Muhamad Reno Zulkarnaen, SIP dari F-Demokrat DPRD Jatim pada sidang Paripurna DPRD Jatim, Senin (11/5/2020). Hadir pada kesempatan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan sejumlah para Kepala OPD jajaran Pemprov Jatim. 

“Gubernur sudah seharusnya mengambil peran lebih besar lagi dengan segala kewenangan yang dimiliki sebagai wakil otoritas pemerintah pusat,” tambahnya.

Menurutnya, Pemprov Jatim harus lebih serius bekerja mengatasi hal ini mengingat tren penyebaran Covid-19 masih cukup tinggi dan hasil penerapan PSBB di Kota Surabaya sampai saat ini justru menunjukkan kencenderungan yang belum menggembirakan, bahkan mengkhawatirkan.

Kondisi tersebut telah disikapi berbagai pihak agar penerapan PSBB di Surabaya Raya diperpanjang, hingga terdapat kesepakatan bersama antara Wali Kota Surabaya, Plt Bupati Sidoarjo, Bupati Gresik, dan jajaran Forkompimda Jatim, untuk memperpanjang penerapan PSBB di Surabaya Raya sampai 25 Mei 2020 sebagaimana dinyatakan Saudara Gubernur di Gedung Negara Grahadi Surabaya, pada Sabtu, 9 Mei 2020.

“Keputusan ini menandakan bahwa penerapan PSBB tahap pertama (28 April-11 Mei 2020) kurang fungsional dan sekaligus mencerminkan tingkat kinerja pemerintah lokal yang belum maskimal,” ujarnya.

Seluruh Fraksi juga menyoroti dampak Covid-19 di Jawa Timur, dari masalah ekonomi seperti banyaknya PHK, pendapatan yang menurun, dan sebagainya yang merembet ke masalah sosial.

“Kami berharap agar Pemprov Jatim tidak hanya merespon dampak ekonomi saja tapi juga perhatian terhadap dampak sosial, misalnya angka natalitas yang naik, perceraian dan KDRT yang meningkat, problem pembelajaran anak-anak sekolah, dan sebagainya,” ujar H. Ahmad Amir Aslichin., S.H., B.Pd., B.Pc. dari F-PKB.

Dari sisi perekonomian, F-PDIP mencatat dampak covid-19 di Jatim banyak memakan korban para buruh yang di PHK dan dirumahkan. Tercatat ada 5.348 buruh dari 210 perusahaan yang terkena PHK dan 32.365 buruh dari 555 perusahaan yang dirumahkan hingga akhir April.

“Selain itu, ada 1.895 orang pekerja migran yang pulang akibat habis kontrak, 386 yang dipulangkan paksa atau dideportasi dari negara tempat bekerja, serta 4.801 calon pekerja migran yang gagal berangkat ke luar negeri untuk bekerja,” ujar Deni Wicaksono, S.Sos, dari F-PDIP. (n)