JATIMPOS.CO//SURABAYA- Komisi B DPRD Jatim menemukan keberadaan dan pengelolaan desa wisata di Jawa Timur ditemui banyak problem. Selain dampak pandemi Covid-19 dan PPKM, dalam pengelolaannya banyak hal yang perlu dibenahi diantaranya sengketa antara pengelola termasuk BUMN dengan pemangku desa setempat karena tanpa berkoordinasi.

Hal itu terungkap pada Sidang Paripurna DPRD Jatim, Senin (8/11/2021) di Gedung DPRD Jatim Jl. Indrapura Surabaya. Komisi B DPRD Jatim melalui juru bicara Dr HM Noer Soetjipto, S.P, S.E, MM menyampaikan Nota Penjelasan Pimpinan Komisi B Terhadap Raperda Tentang Pemberdayaan Usaha Desa Wisata.

Menurut Noer Soetjipto, pada sisi paradigma sosial pemberdayaan usaha desa wisata di Jatim menghadapi permasalahan sebagai berikut: sebagian besar potensi desa wisata di area konservasi milik Perhutani, perairan dibawah milik Kementrian Kelautan dan Perikanan. Sehingga pemanfaatannya diperlukan kerjasama dan perijinan khusus.

Selain itu, pemanafaatan potensi desa wisata oleh masyarakat dan institusi berbadan hukum masih sering menimbulkan permasalahan hukum terkait prinsip perlindungan dan kelestarian alam lingkungan.

“Pengelolaan potensi desa wisata masih sering menimbulkan sengketa dan kecemburuan terkait dengan pembagian keuntungan. Banyak Institusi berbadan hukum tetutama industri dan kalangan usaha termasuk BUMN yang menjadikan desa wisata tanpa berkoordinasi dengan pemangku desa setempat,” ujarnya.

Juga permasalahan sosial, bahwa masyarakat setempat sering kalah bersaing dengan pemodal besar dari luar wilayah. Realitas ekologis, bahwa desa wisata kurang memperhatikan aspek bencana yang bisa berampak pada keselamatan jiwa pengunjung.

“Berbagai problem diatas menjadi tantangan pemprov termasuk didalamnya tanggung jawab DPRD , maka Raperda Tentang Usaha Desa Wisata akan menjadi arahan dalam pengaturan perusahan pemanfaatan keelokan desa dan pelesatarian budaya tradisional sekaligus lingkungan hidup,” ujarnya.

Dari raperda ini juga diharapkan adanya dorongan Pemprov untuk pro aktif memberdayakan ragam Ekonomi Kreatif melalui usaha Desa Wisata.

Komisi B DPRD Jatim mengusulkan didalam Rancangan Perda, terdapat upaya pemberdayaan dan perlindungan secara sistemik yang bertujuan meningkatkan kemakmuran masyarakat sekaligus meminimalisir konflik permodalan yang kita harapkan dapat membantu menambah pendapatan asli daerah untuk Pemkab, Pemkot dan Pemprov.

Komisi B DPRD Jatim memberikan apresiasi kepada masyarakat atas dibukanya kembali desa wisata yang selama ini terbelenggu diikuti PPKM terutama yang berkaitan dengan ekonomi kreatif.

“Usaha pangan dan kepariwisataan telah berhenti total selama 16 bulan, hal tersebut terkait dengan rancangan perda yang diusulkan oleh komisi B sekaligus menunjukan urgensinya rancangan perda yang dimaksud sebagai kebutuhan real daerah,” ujarnya. (iz)