JATIMPOS.CO//SURABAYA- DPRD Provinsi Jatim gelar sidang paripurna, Senin (20/6/2022). Sidang dipimpin Wakil Ketua DPRD Jatim Drs. Ahmad Iskandar M. Si. Diantaranya menyampaikan Laporan Pimpinan Komisi B Terhadap Raperda Tentang Desa Wisata.
Selain itu, Jawaban Eksekutif atas Pandangan Umum Fraksi Terhadap Raperda Tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Jatim Tahun Anggaran 2021. Dan Tanggapan dan/atau Jawaban Fraksi Terhadap Pendapat Gubernur atas Raperda tentang Perubahan Perda No.13 Tahun 2016 tentang Fasilitasi, Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba dan Raperda Tentang Kerjasama Daerah.
Tentang Desa Wisata, Pimpinan Komisi B DPRD Jatim menyampaikan laporan yang disampaikan Dr. Ir.Daniel Rohi, M. Eng. SC. IPU.
“Raperda ini telah melewati perjalanan dan perdebatan yang produktif dan konstruktif dan mengalami satu kali penundaan pembacaan. Hal ini menunjukkan bahwa penyelesaikan raperda ini sangat penting dan menyangkut kepentingan banyak pihak dan perlu secara terbuka mengakomodir setiap kepentingan yang ada agar ketika perda ini selesai dapat digunakan secara fungsional dan adaptif terhadap perubahan,” ujar Daniel Rohi.
Raperda ini memang digagas untuk meningkatkan perekonomian masyarakat desa/daerah melalui kinerja sektor ekonomi kreatif khususnya di bidang kepariwisataan.
“Terutama untuk membuka lapangan pekerjaan dan unit usaha mikro dan ultramikro yang dapat dilakukan pada tingkat rumah tangga antara lain usaha kuliner, angkutan lokal, kerajinan, cinderamata dan atraksi seni budaya,” ujarnya.
Beberapa kawasan di kab/ kota di Jatim memiliki potensi layak wisata yang besar dan beragam. Wisata yang ada di desa dapat kemudian dikembangkan menjadi desa wisata tingkat lokal, nasional dan bahkan internasional. Sesuai dengan semangat dalam perda tentang rencana induk pengembangan pariwisata tahun 2017-2032.
Dikatakan, keseluruhan perda ini dibuat dibawah konsep pariwisata berkelanjutan yang mana konsep yang akan dikembangkan di desa wisata kita harus berpegang teguh pada tiga pedoman yakni menguntungkan secara ekonomi, terciptanya harmoni sosial dan tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup dan budaya secara umum di desa yang memiliki potensi desa wisata.
“Konsep desa wisata ini tidak merubah karakteristik awal dari desa tersebut. Misalnya desa tersebut memiliki potensi pertanian, maka tidak boleh terjadi alih fungsi pertanian menjadi pariwisata. Kalaupun pariwisata tetap dibangun, maka pariwsata hanya menjadi bonus bagi desa tersebut,” ujarnya.
“Kami berterimakasih kepada Gubernur atas perhatian tentang Raperda ini yang disampaikan pada 18 November 2021 yang lalu. Serta jawaban fraksi yang disampaikan pada bulan yang sama,” tambahnya.
Seluruhnya menyetujui diterbitkannya Perda yang mengatur dan memayungi pemberdayaan desa wisata ini. Sedangkan saran yang telah disampaikan telah kami pertimbangkan dan akomodir sesuai dengan harapan. Begitu pula dengan jawaban fraksi dan gubernur tentang judul dengan hasil komisi B setuju dengan judul yang diusulkan oleh fraksi-fraksi termasuk juga yang diusulkan oleh gubernur sehingga menjadi Perda Pemberdayaan Desa Wisata dengan scope yang lebih luas.
Menurut Komisi B DPRD Jatim, terdapat 5 problematika yang secara garis besar disampaikan oleh fraksi-fraksi : Kepemilikan / asset, Kelembagaan, Kerjasama, Bagi hasil, Perlindungan usaha.
“Seluruh saran telah kami akomodir untuk memperbaiki rancangan perda ini . komisi B telah melakukan heating dengan stakeholder dengan Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata, Dinas Pemberdayaan Desa, BUMD Perhutani, Pelaku Usaha Kepariwisataan, Bumdes, Pokdarwis, Dan Poknaswas,” katanya.
“Dengan tiga problem utama yakni permodalan yang bisa terdiri dari beberapa jenis asset, penyelesaian sengketa problem usaha dan yang terakhir adalah pola pelestarian lingkungan tradisi dan budaya yang sering diabaikan dan menjadi ancaman,” pungkasnya. (iz)