JATIMPOS.CO/LAMONGAN – Sidang lanjutan kedua, perkara dugaan pencabulan dan persetubuhan UU perlindungan anak, dengan terdakwa AK (56), warga Sukodadi, digelar Pengadilan Negeri (PN) Lamongan, Kuasa Hukum terdakwa Nihrul Bahi Alhaidar SH mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum.

Menurut Gus Irul sapaan akrabnya, pengajuan eksepsi ini tidak semata–mata mencari kesalahan dari dakwaan penuntut umum, ataupun menyanggah secara apriori dari materi ataupun formal dakwaan yang dibuat oleh penuntut umum.

“Namun ada hal yang sangat fundamental untuk dapat diketahui majelis hakim dan saudara penuntut umum demi tegaknya keadilan sebagaimana semboyan yang kita selalu elu–elukan bersama dan kita junjung bersama selaku penegak hukum yakni fiat justitia ruat caelum,” ujar Gus Irul, Kamis (17/11/2022).

Gus Irul mengatakan, setidaknya ada 3 point yang menjadi latar belakang dilakukan eksepsi oleh penasehat hukum yaitu, pertama, terdakwa tidak didampingi PH selama proses pemeriksaan di kepolisian.

“Pasal 114 KUHAP menyatakan, dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 KUHAP,” ungkap Gus Irul.

Selanjutnya, sambung dia, Pasal 56 ayat (1) KUHAP menyatakan, dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana 15 tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana 5 tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri. Pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka.

“Poin 2, waktu kejadian tidak jelas (Obscurlibel) dalam surat dakwaan yang diajukan penuntut umum, disebutkan tindak pidana dilakukan oleh terdakwa pada hari, tanggal dan tempat dengan menyampaikan setidak-tidaknya ditempat tertentu tidak bisa dipastikan waktu dan tempat kejadian dengan kata lain “locus delicti dan tempus delicti,” terangnya.

Sedangkan poin terakhir, lanjut Gus Irul, terdakwa bukanlah pelaku yang sebenarnya.

Ia menambahkan, seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, bahwa terdakwa diduga melakukan perbuatan cabul dan atau persetubuhan, namun fakta di lapangan sebelumnya terdakwa bersama korban dan saudaranya mendatangi rumah pelaku yang berinisial B yang beralamat di Dusun Ngelo Desa Menongo Kecamatan Sukodadi.

Di mana pelaku sudah mengakui dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Tapi anehnya dua hari setelah itu malah terdakwa yang dilaporkan saudara korban atas perbuatan cabul dan atau persetubuhan.

Akhirnya, kata Gus Irul, pada awal agustus korban bersama suaminya melaporkan B ke Polres Lamongan atas perbuatan yang sama, namun hingga saat ini B tidak dilakukan penahanan dan masih menghirup udara segar. Ada apa ini?.

“Bahwa sesuai pasal 143 ayat ( 2 ) huruf b KUHAP bahwa syarat materiil dari dakwaan harus dibuat secara cermat, lengkap, jelas, yang dimana dalam dakwaan tidak tercermin hal–hal seperti itu atau obscuur libel, maka sudah sepatutnya surat dakwaan dari penuntut umum tidak dapat diterima,” tutupnya.

Terpisah, menanggapi adanya eksepsi dari kuasa hukum terdakwa, Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Lamongan Agung Rokhaniawan menjelaskan, nanti atas eksepsi tersebut akan dijawab secara tertulis pada sidang berikutnya. (bis)