JATIMPOS.CO//JAKARTA- Atas renccana Perdamaian PT Prolindo Cipta Nusantara (dalam PKPU) yang dissahkan oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berdasarkan Putusan PKPU Nomor: 412/PDT.SUS-PKPU/2021/PN.NIAGA. JKT.PST tanggal __ Februari 2022. Berikut ini penjelasan Lawyer, Muhammad Idris, S.Sos., SH,MH
Bahwa PT Prolindo Cipta Nusantara (“PT PCN”) dengan ECO TROPICAL RESOURCES PTE LTD(“ECO”) PT INDO TENAGA YAJA (“PT ITJ”) telah membuat dan menandatangani Perjanjian jual beli Batu Bara No. 01/PCN-ETR/III/2021 tanggal 12 April 2021 dan No. 02/PCN-ETR/III/2021 tanggal 12 April 2021 ;
Bahwa dalam perjanjian jual beli tersebut telah diatur adanya kewajiban PT PCN untuk membayar kepada ECO-ITJ selama periode 2019-2021 namun kewajiban tersebut tidak pernah direalisakan oleh PT PCN meskipun telah diatur secara tegas dalam Perjanjian tersebut ;
Bahwa dengan tidak direalisakan pembayaran kewajibannya pihak PT PCN kepada pihak ECO-ITJ sebagaimana yang telah ditentukan dalam Perjanjian telah mengakibat kerugian karena Pihak ECO-ITJ yang mana kerugian tersebut antara lain sebagai berikut :
Uang Muka jual beli batu Bara yang telah dibayarkan kepada PT PCN ;
Denda Keterlambatan (Demurrage) atas sewa Kapal (Tongkang) atas pemuatan batu bara ke kapal yang wajib dibayarkan oleh PT PCN, sehingga pihak ECO-ITJ yang membayar denda dan sewa kapal tersebut kepada pemilik Kapal ;
ECO-ITJ telah membayar ganti rugi beserta denda kepada pihak Pembeli (Buyer) Batu bara yang diakibatkan PT PCN gagal melakukan Pengiriman batu bara sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh Para Pihak ;
ECO-IJT telah membayar ganti rugi atas sewa Kapal akibat pembatalan pemuatan dan pengirim batu bara sesuai jadwal yang telah ditentukan oleh PCN ;
Sehingga jumlah seluruh kerugian yang diderita oleh piha ECO-IJT akibat tidak laksanakan kewajiban PT PCN sesuai dengan perjanjian jual beli, dimana atas kerugian tersebut telah PT PCN dan ECO-ITJ telah disepakati nilai pasti kerugian tersebut dengan rincian sebagai berikut :
ECO sebesar Rp 500.000.000.000,- (lima ratus milyar rupiah) ; ITJ sebesar Rp 119.264.746.060 ( seratus sembilan belas milyar dua ratus enam puluh empat juta tujuh ratus empat puluh enam ribu enam puluh rupiah)
Nilai tagihan ECO kepada PT PCN terdiri dari Hutang Pokok, Denda, Bunga dan biaya-biaya lainya yang telah dikeluarkan ECO karena PT PCN tidak melaksanakan kewajibannya sesuai perjanjian jual Beli Batur bara
Bahwa berdasarkan data dari PT PCN untuk tahun 2019-2020 Perseroan telah berhasil membukukan laba bersih yang positif dan membubukan penjualan batubara rata-rata di atas 5 juta metrik ton yang didapat sesuai RKAB tahun 2019 dan 2020 . Sedangkan RKAB Tahun 2021 juga di klaim hampir sama dengan jumlah sebelumnya.
Bila melihat data resmi dari Realisasi Kinerja Ditjen Minerba Tahun 2020, PT Prolindo Cipta Nusantara dapat diketahui RKAB 2020 membukukan Penjualan 4.420.062 MT (ref : No 589, hal 650 dari 659). Sehingga serahusnya PT PCN pada tahun 2019-2021 dapat melakukan pengiriman batubara kepada ECO-ITJ sesuai dengan Perjanjian Jual Beli yang telah disepakati ;
Bahwa PT PCN telah dinyatakan Dalam PKPU berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berdasarkan Putusan Nomor : 412/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 18 Oktober 2021. Bahwa dalam Proses PKPU tersebut telah tagihan (hutang) PT PCN yang telh didaftarkan dan akui oleh Tim Pengurus seluruhnya berjumlah sebesar Rp 6.886.983.686.966,- (enam trilyun delapan ratus delapan puluh enam milyar sembilan ratus delapan puluh tiga juta enam ratus delapan puluh enam ribu sembilan ratus enam puluh enam rupiah) ;
Bahwa dalam Proses PKPU PT PCN telah mengajukan Proposal Perdamaian yang haircut (pemotongan) yaitu PT PCN akan membayar 25 % (dua puluh lima persen) dari nilai UTANG pokok, sedangkan bunga dan denda serta kewajiban lainnya tidak diperhitungkan, artinya PT PCN akan melakukan Pemotongan sebesar 75% dari nilai utang. Dimana atas rencana perdamian tersebut dalam Votting (pungutan suara) Proposal perdamaian tersebut telah disetujui oleh sebagaian besar Kreditornya ;
Bahwa berdasarkan skema pehitungan dalam proposal perdamian Piutang ECO yang jumlah keseluruhannya Rp 500.000.000.000,- (lima ratus milyar rupiha) dan ITJ yang jumlahnya keseluruhannya sebesar Rp 119.264.746.060,- hanya akan dibayarkan 25% dari nilai hutang pokok dengan perhitungan sebagai berikut :
ECO
Hutang Pokok Rp 239.428.000.000,- X 25% = Rp. 59.857.000.000,- , sehingga nilai hutang yang akan dibayarkan oleh PT PCN sebesar Rp. 59.857.000.000,- sedangkan hutang bunga, denda dan biaya-biaya lainnya yang telah dikeluarkan oleh ECO akibat PT PCN tidak melaksnakan kewajibannya dengan jumlah keseluruhannya sebesar Rp 260.572.000.000,- tidak dibayarkan yang artinya dihapuskan padahal dari sejak awal PT PCN telah mengakui dan akan membayar lunas seluruh hutangnya tersebut kepada ECO yang terdiri dari hutang pokok, bunga denda dan biaya ganti rugi lainnya ;
ITJ
Hutang Pokok Rp Rp 119.264.746.060,- X 25% = Rp 29.816.186.515,-, sehingga nilai hutang yang akan dibayarkan oleh {T PCN sebesar Rp 29.816.186.515,-
Bahwa melihat fakta yang terjadi dan terungkap dalam Proses PKPU PT PCN terdapat beberapa fakta yang sangat kontradiktif dengan kondisi real dilapangan, bahwa sebenarnya Kondisi keuangan PT PCN sudah sejak awal dalam Kondisi negatif namun pihak Perseroan hanya mengungkapkan bahwa Perseroan telah membukukan laba positif setiap tahunnya.
Bahwa hal ini justru aneh ketiga telah membukukan laba positif serta membukukan penjualan yang positif seharusnya PT PCN dapat mengelola pembayaran hutangnya kepada Para Kreditornya. Jika memang kondisi keuangan telah mencatatkan keuntungan setidak-tidaknya PT PCN tidak akan melakukan Pemotongan (Haircut) sebesar 75% dari nilai hutang pokoknya kepada Para Kreditornya.
Bahwa hal ini menimbulkan kecurigaan atau patut didugaa atau ada dugaan bahwa Pengurus (dewan Direksi), Komisaris maupun Pemegang Saham telah menyalahgunakan Perseroan Khususnya keuangan perseroan yang dipergunakan untuk kepentingan diluar usaha dari Perseroan yang mengakibatkan kerugian bagi Perseroan yang secara tidak langsung juga mengakibatkan kerugian Kepada Para Kreditornya karen adanya kesalahan manajemen yang dilakukan oleh Pengurus (Dewan Direksi), Dewan Komisaris maupun Pemegang Saham Pengemdali ( adanya tindakan Ultra Vires atau Piercing The Corporate Veil).
Bahkan Skema dalam pembayaran dalam proposal Perdamian tersebut tidak mencerminkan adanya penyelesaian hutang secara menyeleluruh tetapi justru menimbulkan adanya dugaan perbuatan curang (Fraud) dari Perseroan dan pelanyahgunaan keadaan demi mendapatkan penghapusan hutang dari Para Kreditornya (fim)