JATIMPOS.CO//JAKARTA- Atas rencana perdamaian PT Prolindo Cipta Nusantara (Dalam PKPU) yang disahkan oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berdasarkan Putusan PKPU tanggal 21 Februari 2022 terdapat berbagai kejanggalan. Berikut ini penjelasan Rusli A Ardiansyah, SH Kuasa Hukum PT Bumi Citra Propertindo.

PT Prolindo Cipta Nusantara ("PT PCN") dengan PT Bumi Citra Propertindo ("PT BCP") telah membuat dan menandatangani Perjanjian jual beli Batu Bara. Dalam perjanjian jual beli tersebut telah diatur adanya kewajiban masing-masing Pihak, dimana PT BCP telah melakukan Pembayaran lunas atas transaksi jual beli tersebut dengan jumlah keseluruhan yang telah dibayarkan sbesar Rp 40.000.000.000,- (empat puluh milyar rupiah) ;

Dengan tidak direalisasikan transaksi batu bara oleh pihak PT PCN kepada pihak PT BCP sebagaimana yang telah ditentukan dalam Perjanjian telah mengakibat kerugian karena Pihak PT BCP karena telah membayar lunas jual beli batu bara tersebut tetapi batu bara yang dibeli tersebut tidak pernah diterima oleh PT BCP sehingga PT BCP mengalami kerugian sbesar Rp 40.000.000.000,- (empat puluh milyar rupiah) ;

Berdasarkan data dari PT PCN untuk tahun 2019-2020 Perseroan telah berhasil membukukan laba bersih yang positif dan membukukan penjualan batu bara rata-rata di atas 5 juta metrik ton yang didapat sesuai RKAB tahun 2019 dan 2020 Sedangkan RKAB Tahun 2021 juga di klaim hampir sama dengan jumlah sebelumnya. Bila melihat data resmi dari Realisasi Kinerja Ditjen Minerba Tahun 2020, PT Prolindo Cipta Nusantara dapat diketahui RKAB 2020 membukukan Penjualan 4.420.062 MT (ref : No 589, hal 650 dari 659). Sehingga seharusnya PT PCN pada tahun 2019-2021 dapat melakukan pengiriman batubara kepada PT BCP sesuai dengan Perjanjian Jual Beli yang telah disepakati.

PT PCN telah dinyatakan Dalam PIQU berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berdasarkan Putusan Nomor : 412/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 18 Oktober 2021. Bahwa dalam Proses PKPU tersebut telah jumlah tagihan (hutang) PT PCN yang telah didaftarkan dan akui oleh Tim Pengurus seluruhnya berjumlah sebesar Rp 6.886.983.686.966,- (enam trilyun delapan ratus delapan puluh enam milyar sembilan ratus delapan puluh tiga juta enam ratus delapan puluh enam ribu sembilan ratus enam puluh enam rupiah) ;

Dalam Proses PKPU tersebut tagihan PT BCP yang telah diakui oleh PT PCN dan dicacatkan oleh Tim Pengurus PIQU dalam daftar Piutang tetap diakui berdasarkan Rapat Pencocokan Piutang pada tanggal IO November 2021 adalah sebesar Rp 40,000.000.000,- (empat puluh railyar rupiah) ditambah biaya-biaya sebesar Rp 13.680.000.000,- (tiga belas milyar enam ratus delapan puluh juta rupiah) sehingga jumlah keseluruhan hutang sebesar Rp 53.680.000.000,- (lima puluh tiga milyar enam ratus delapan puluh juta rupiah).

Dalam Proses PKPU PT PCN telah mengajukan Proposal Perdamaian yang haircut (pemotongan) yaitu PT PCN akan membayar 25 % (dua puluh lima persen) dari nilai UTANG pokok, sedangkan bunga dan denda serta kewajiban Iainnya tidak diperhitungkan, artinya PT PCN akan melakukan Pemotongan sebesar dari nilai utang pokok. Dimana atas rencana perdamaian tersebut dalam Votting (pungutan suara) Proposal perdamaian tersebut telah disetujui oleh sebagaian besar Kreditornya ;

Berdasarkan skema pehitungan dalam proposal perdamian Piutang PT BCP yang jumlah keseluruhannya Rp 40.000.000.000,- (empat puluh milyar rupiah) yang merupakan hutang pokok hanya akan dibayarkan 25% dari nilai hutang pokok dengan perhitungan sebagai berikut :

Hutang Pokok Rp 40.000.000.000,- (empat puluh milyar rupiah) X 25% = Rp. 10.000.000.000,- , sehingga nilai hutang yang akan dibayarkan oleh PT PCN sebesar Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) ;

Dalam proses PKPU PT PCN telah mengajukan rencana perdamaian yang dalam proposal perdamaian tersebut PT PCN telah mencantumkan Proyeksi Produksi Batu Bara untuk tahun 2022 hanya sebesar 1.000.000, metrik ton sedangkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya dari PT PCN yang diajukan kepada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Propinsi Kalimanta Selatan yang mana atas RKAB tersebut Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral telah menyetujui R.KAB 2020 tersebut yang pada pokoknya maksimal Produksi Batu Bara PT PCN maksimal sebesar 4.700.000 Ton sebagaimana Surat Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Propinsi Kabupaten Kalimantan Selatan Nomor : 540/5836-BMB/DESDM tanggal 18 Desember 2019 Perihal : Persetujuan RKAB Tahap Operasi Produksi tahun

Berdasarkan Surat Persetujuan RKAB dari Dinas Energi & Sumber Daya Mineral Propinsi Kalimantan Selatan tersebut seharusnya PT PCN dapat memaksimalkan Operasi Produksi Batu Bara sampai dengan 4.700.000 ton untuk tahun 2020 bahkan jumlah tersebut dapat dipertahankan untuk tahun 2021 ataupun 2022, namun PT PCN justru hanya mencantumkan 1.000.000 ton setiap tahunnya dimana nilai tersebut jauh dari jumlah yang disetujui oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Propinsi Kalimantan Selatan ;

Hal ini justru patut diduga PT PCN tidak memberikan data yang sebenarnya berkaitan dengan target operasi Produksi sehingga Produksinya tidak maksimal yang akhirnya mengakibatkan pendapatan yang diperoleh PT PCN tidak maksimal, yang oleh karena tidak maksimal sehingga pembayaran kepada Kreditornya tidak sesuai dengan nilai tagihan yang diakui tetapi justru meminta pemotongan hutang pokok sebesar 75% dan penghapusan bunga dan denda kepada seluruh kreditornya ;

Oleh karena adanya perbedaan data yang disajikan dalam proposal perdamaian dengan data yang realnya maka patut dikhawatirkan penyelesaian pembayaran seluruh hutang PT PCN tersebut tidak sesuai dengan skema yang diharapkan oleh Para Kreditornya khususnya Kreditor yang menolak pembayaran sebesar 25% dari nilai hutang Pokok ;

Melihat fakta yang terjadi dan terungkap dalam Proses PKPU PT PCN terdapat beberapa fakta yang sangat kontradiktif dengan kondisi real dilapangan, bahwa sebenarnya Kondisi keuangan PT PCN sudah sejak awal dalam Kondisi negatif namun pihak Perseroan hanya mengungkapkan bahwa Perseroan telah membukukan laba positif setiap tahunnya.

Hal ini justru aneh ketika Perseroan telah membukukan laba positif serta membukukan penjualan yang positif seharusnya PT PCN dapat mengelola pembayaran hutangnya kepada Para Kreditornya. Jika memang kondisi keuangan telah mencatatkan keuntungan setidak-tidaknya PT PCN tidak akan melakukan Pemotongan (Haircut) sebesar 75% dari nilai hutang pokoknya kepada Para Kreditornya.

Hal ini menimbulkan kecurigaan atau patut diduga atau ada dugaan bahwa Pengurus (dewan Direksi), Komisaris maupun Pemegang Saham telah menyalahgunakan Perseroan Khususnya keuangan perseroan yang dipergunakan untuk kepentingan diluar usaha dari Perseroan yang mengakibatkan kerugian bagi Perseroan yang secara tidak langsung juga mengakibatkan kerugian Kepada Para Kreditornya karena adanya kesalahan manajemen yang dilakukan oleh Pengurus (Dewan Direksi) , Dewan Komisaris maupun Pemegang Saham Pengendali (adanya tindakan Ultra Vires atau Piercing The Corporate Veil).

Bahkan Skema dalam pembayaran dalam proposal Perdamaian tersebut tidak mencerminkan adanya penyelesaian hutang secara menyeluruh tetapi justru menirnbulkan adanya dugaan perbuatan curang (Fraud) dari Perseroan dan pelanyahgunaan keadaan demi mendapatkan penghapusan hutang dari Para Kreditornya.

Selain itu pula adanya indikasi kebohongan publik atas data-data yang disajikan dan publikasi dalam Rencana Perdamaian yang disampaikan oleh pihak PT. PCN. Hal ini terlihat dari penentuan harga jual batu bara yang disajikan lebih kecil dengan harga pasar saat ini dan adanya data deposit batu bara yang disampaikan hanya sebanyak 13.000.000.000 Ton padahal jika deposit kurang lebih sekitar 31.000.000.000 ton.

Dalam laporan pembukuan keuangan dinyatakan adanya keuntungan laba yang positif seharusnya di pembukuan persoran membukukan laba yang positif nilai tersebut seharusnya sudah diperhitungan dengan pembayaran kewajiban pembayaran hutangnya kepada Para Kreditornya. Bahwa dalam proposal perdamaian juga tidak disajikan data tidak merinci secara jelas atas seluruh assetnya PT PCN. (fim)