JATIMPOS.CO//LAMONGAN - Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Lamongan menyayangkan atas turunnya Surat Edaran (SE) Bupati Lamongan nomor SE/224/ 413.202/2020 tentang penghimpunan zakat infak shodaqoh (ZIS) bagi Kepala Desa dan perangkat desa di Lamongan melalui Badan Amil Zakat Nasional (Baznaz) Kabupaten Lamongan yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Lamongan ter tanggal 14 Juli 2020.
Didalam surat tersebut dijelaskan bahwa mulai tahun 2020 Surat Edaran Bupati Lamongan mengatur adanya besaran shodaqoh bagi kepala desa/lurah dan perangkat desa yaitu, kepala desa/lurah Rp 50.000 perbulan, kemudian perangkat desa Rp 20.000 perbulan.
Ketua Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Lamongan H. Atekan Muktar, SH mengatakan bahwa adanya surat edaran tersebut terkesan dipaksakan tanpa adanya sosialisasi terlebih dahulu kepada yang bersangkutan.
"Kami menyayangkan mengapa kami sebagai obyek pemberlakuan peraturan tentang pemberlakuan zakat infaq dan shodaqoh bagi perangkat desa di Lamongan oleh BAZNAS Lamongan tidak dilibatkan dalam pembahasan aturan tersebut," ungkap Atekan. Minggu (26/07/2020).
Dia mengatakan dalam mekanisme penghimpunan dan penyaluran dana ZIS dari kepala desa serta perangkat desa tidak jelas, sehingga tidak bisa maksimal dalam penerapannya.
Dijelaskan oleh Atekan, jika Penghasilan tetap (siltap) Perangkat desa (Perades) menjadi obyek Baznas, maka bagaimana mekanisme aturan ini di jalankan dan apakah Siltap ini sudah memenuhi kreteria sebagai wajib Zakat dan shodaqoh karena realitasnya aturan ini berlaku secara umum bagi semua perangkat desa.
"Padahal pada realitasnya kemampuan Perades berbeda-beda. Bagaimana dengan Perades yang sesungguhnya lebih pantas sebagai Asnaf (penerima manfaat)," imbuhnya.
Dia menjelaskan, di dalam PPDI Lamongan sendiri setiap perangkat desa yang sudah purna akan mendapatkan tunjangan purna bakti sebesar Rp 1,7 juta setiap tahunnya, jadi tinggal menghitung masa baktinya selama ia menjabat menjadi perangkat.
"Siltap sebesar Rp 2,022 juta tiap bulan pada realitasnya selama ini telah terdebet untuk angsuran pinjaman Iuran Purna bakti sebesar Rp 100 ribu yang bisa dicairkan pada saat Purna bakti, meninggal dunia, mengundurkan diri karena sakit," ungkapnya.
Menurut dia, Itu sudah diterapkan di 24 kecamatan yang ada di Lamongan, sisanya untuk 3 kecamatan diantaranya kecamatan Brondong, Lamongan, Sukorame tidak ikut tunjangan tersebut.
Selain itu, kata Atekan, perangkat desa sebelumnya juga sudah ada kas sosial yang dikumpulkan dari masing-masing anggota perangkat di tiap desa, untuk biaya keperluan seandainya ada perangkat yang sakit dan meninggal, sebagai bentuk kepedulian.
"Sebagai contoh di kecamatan Deket untuk kas sosial dari masing-masing perangkat kita mintai Rp 30 ribu, karena selama ini tidak ada insentif apapun dari Pemda ketika ada perangkat yang sedang sakit dan untuk keperluan lainnya," katanya.
Atekan mengungkapkan, dari keseluruhan 462 desa yang ada di wilayah Lamongan masing-masing desa ada sekitar 9 perangkat, jika ditotal ada kurang lebih 4.158 perangkat desa, kemudian dikalikan Rp 20 ribu setiap perangkatnya, dana yang dikumpulkan ada sebanyak Rp 83.160 juta setiap bulannya.
"Selanjutnya untuk yang desa ada 462 kades, ditambah dengan 12 kelurahan totalnya ada sebanyak 474 kades dan lurah, kalau dikalikan Rp 50 ribu, totalnya sudah Rp 23 juta lebih tiap bulannya," tandasnya.
Tiap bulannya, sambung Atekan, dana yang terkumpul dari kades, lurah dan perangkat desa seluruh wilayah Lamongan kurang lebih Rp 100 jutaan, kalau dikalikan 12 bulan, artinya setahun sudah mencapai angka yang cukup tinggi, sekitar Rp 1 miliar lebih.
Dia menambahkan, Iuran untuk kegiatan sosial misalnya untuk teman yang sakit atau meninggal dunia Rp. 30.000, setiap perangkat. Apakah ini tidak termasuk shodaqoh, sehingga apa yang diterima setiap terkadang tinggal catatan.
"Beban ini akan tentunya lebih berat jika surat edaran terkait berlakunya iuran baznas bagi perangkat desa tetap akan diberlakukan," ucapnya.
Atekan berharap, akan lebih bijak jika surat edaran ini ditinjau kembali pemberlakuannya untuk dimusyawarahkan bersama dengan pihak terkait baik pengelolah dalam hal ini Baznas, AKD, PAPDESI beserta PPDI sebagai obyek aturan.
"Hal ini penting daripada aturan ini dipaksakan tapi pada realitasnya tidak bisa dijalankan," tandasnya.(bis)