JATIMPOS.CO/KABUPATEN MADIUN - Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Madiun melalui Bidang Perlindungan Jaminan Sosial menggelar sosialisasi tata cara proses usulan data serta verifikasi dan validasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) di Graha Lembah Wilis, Desa kresek, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, Kamis (13/6/2024).
Sosialisasi ini diikuti oleh operator Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKS-NG) dari 206 desa/kelurahan se-Kabupaten Madiun. Karena, operator inilah yang mendapat mandat dari Kementerian Sosial (Kemensos) yang bertugas melakukan input data dan memperbarui data kemiskinan, yang ada di setiap desa dan kelurahan masing-masing.
Sosialisasi ini digelar dengan tujuan untuk meningkatkan akuntabilitas dan kualitas pengelolaan DTKS untuk dilakukan penyesuaian terhadap tata cara proses usulan data serta verifikasi dan validasi.
"Kita ingin memverifikasi dan validasi data DTKS, ini sangat penting. Karena data DTKS di Kabupaten Madiun sangat besar, yaitu 364 ribu. Ini harus kita verifikasi secara objektif," jelas Plt Kepala Dinas Sosial Kabupaten Madiun Agung Budiarto.
Dengan adanya verifikasi data secara objektif ini diharapkan masyarakat yang mendapatkan bantuan sosial mempunyai kriteria yang tepat, sesuai dengan aturan yang ada, serta tepat sasaran dan menjangkau seluruh masyarakat yang membutuhkan.
"Supaya kita memberikan bantuan tepat sasaran, kita juga menurunkan semua personil pilar-pilar sosial ke desa-desa untuk memotret semua ini. Ini lagi kita godok. Contoh saja kemiskinan ekstrem, sesuai data kita ada 27 ribu, tetapi ternyata fakta dilapangan tidak ada 30 persen," ungkapnya.
Terkait tata cara proses usulan data serta verifikasi dan validasi DTKS dalam aplikasi SIKS-NG saat ini ada perubahan mekanisme baru, yaitu adanya musyawarah desa/kelurahan dalam proses pengusulan, penghentian dan penonaktifan DTKS dan bantuan sosial.
Kebijakan ini bertujuan agar adanya pengawasan bersama dimana pemerintah desa/kelurahan harus melampirkan berita acara, foto kegiatan, daftar hadir serta bukti publikasi hasil musdes/muskel tersebut yang minimal dilakukan 3 bulan sekali.
"Untuk pengusulan atau penonaktifan DTKS mekanismenya melalui musyawarah desa (musdes) untuk menghapus maupun mencoret orang-orang yang tidak layak. Selain itu, ada juga kewenangan-kewenangan yang diberikan pada Dinsos sebagai rekomendasi untuk ditandatangani oleh Pak Bupati untuk dihapus, itu juga bisa," jelasnya.
Menurut Agung Budiarto, dalam pelaksanaan Musdes tersebut minimal dihadiri oleh Kepala Desa, Ketua BPD, Tokoh Masyarakat, LPKMD dan beberapa keluarga penerima manfaat (KPM), mininal 5 hingga 10 orang KPM.
Sedangkan, jika tidak melalui Musdes, pengusulan atau penonaktifan DTKS bisa dilakukan dengan meminta kepada Kepala Desa (Kades) dan ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk membuat surat pertanggungjawaban mutlak atau SPTJM.
"Tanpa melalui Musdes pun juga bisa, yaitu melalui surat pertanggungjawaban mutlak yang ditandatangani oleh Kades dan BPD. Karena Kades punya kewenangan untuk menghapus data itu melalui SPTJM," ucapnya.
Dengan peningkatan tata kelola melalui perubahan mekanisme pengusulan dan penetapan bansos maupun DTKS ini dimaksudkan agar bansos lebih tepat sasaran, mengingat pemerintah daerah telah menunjukkan partisipasi yang baik dalam pengusulan menggunakan teknologi informasi.
Sehingga dengan adanya proses usulan data serta verifikasi dan validasi DTKS secara objektif tersebut, diharapkan penyaluran bantuan tepat sasaran.
"Jadi dengan verifikasi dan validasi DTKS secara objektif bisa diketahui mana yang tidak layak dan mana yang layak untuk diekstrimkan. Itu kan penting ya, supaya kita memberikan bantuan itu tepat sasaran," pungkasnya. (jum).