JATIMPOS.CO/JOMBANG - Gerak cepat atasi stunting, Desa Mojokrapak berhasil menurunkan angka stunting dari 43 balita menjadi 21 balita saat ini. Bekerja sama dengan segala sektor, atasi stunting menjadi lebih efektif.

 

"Tahun 2023 itu Mojokrapak masuk lokus stunting. Jadi tepat bulan Agustus 2023, tercatat ada 43 balita yang mengalami stunting. Banyak program yang kemudian dilakukan untuk mengatasi hal tersebut," ujar Penjabat Kepala Desa Mojokrapak, Lia Aprilianna Isna Sari.

Ia menambahkan, saat itu Kepala Desanya masih H Warsubi. Ada program inovasi desa yang digalakkan dengan merangkul beberapa perusahaan salah satunya PT Phalosari untuk memberikan bantuan langsung berupa makanan bergizi.

Beberapa program pengentasan stunting yang berjalan di Mojokrapak antara lain, Rembuk stunting yang merupakan rangkaian dari tahapan penyusunan perencanaan ditingkat desa. Tujuannya untuk merumuskan kebijakan/ prioritas wajib sehubungan pengentasan stunting.

"Selain itu ada pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk bayi dan balita guna melengkapi kebutuhan gizi anak agar mencapai berat badan sesuai usianya. Ada pula Sekolah Hebat Orang Tua untuk mengedukasi masyarakat mengenai pola asuh anak," jelasnya.

Yang menarik, lanjut dia ada yang namanya Taman Pemulihan Gizi (TPG) dimana orang tua diajak menyajikan makanan menarik dan bergizi untuk anak mereka.

 

Rembug Stunting Rumah Desa Sehat (RDS) Tahun Anggaran 2024 Desa Mojokrapak Kecamatan Tembelang

Sekretaris Desa, Chusnul Akhlaq menambahkan, angka balita stunting meningkat di tahun 2023 karena di tahun tersebut angka kelahiran juga meningkat drastis. Sebelumnya, desa Mojokrapak belum pernah memiliki angka stunting yang tinggi. Karena itu, ketika ditetapkan sebagai lokus stunting di Agustus 2023, H Warsubi yang ketika itu merupakan Kepala desa gerak cepat mengatasi hal tersebut.

"Program mengeliminasi balita stunting termasuk balita yang beresiko stunting ini menjadi program prioritas. Sehingga, ada banyak hal yang dilakukan. Selain kerja sama dengan PT Phalosari untuk memberikan makanan langsung pada balita, ada pula kerja sama dengan berbagai sektor seperti kader Posyandu dan tim penggerak PKK yang dikawal sama Bu lurah Yuli Nugrahani," sahutnya.

Sementara itu, Kepala Puskesmas Tembelang, dr Puguh membenarkan, di Mojokrapak sendiri tidak hanya masyarakat yang kurang mampu yang balitanya mengalami stunting. Kondisi orang tuanya berada pun ada yang balitanya mengalami stunting.

"Kondisi stunting itu bukan hanya dialami oleh mereka yang kurang mampu. Ada pula yang orang tuanya berada tapi balitanya stunting karena kurangnya pemahaman mengenai pola asuh dan pola makan. Karena itu selain asupan gizi, kami juga menekankan pentingnya edukasi terhadap orang tua sehingga bukan hanya angka stuntingnya yang berkurang tapi balita dengan resiko alami stunting juga berkurang," paparnya.

Ia menambahkan, secara fisik, anak bisa dikategorikan stunting, jika tinggi badan atau panjang tubuhnya lebih dari dua standar deviasi di bawah median Standar Pertumbuhan Anak Badan Kesehatan Dunia (WHO).

"Karena itu, kadang meski tinggi badan dan berat tubuhnya tidak sesuai karena faktor genetik dan satu lain hal, tapi kemampuan motoriknya berkembang bagus, sebenarnya tidak bisa digolongkan sebagai kondisi stunting," jelasnya.

Menurutnya mengatasi stunting bukan hanya jadi tugas kepala desa dan staf melainkan juga kerja sama yang baik antara kepala desa, staf, kader Posyandu, PKK hingga masyarakat desa. Dengan membangun kerja sama yang baik dalam melakukan edukasi menyeluruh, angka stunting akan makin mengecil.

"Karena tidak mungkin suatu desa itu 0 stunting. Pasti akan selalu ada sekitar 4/5 persen. Tapi bukan tidak mungkin untuk kita minimalisir," pungkasnya. (her)