JATIMPOS.CO/BONDOWOSO - Kabupaten Bondowoso menjadi salah satu daerah di Jawa Timur yang berpartisipasi dalam gerakan tanam padi serentak di 14 provinsi, sebagai bagian dari program swasembada pangan nasional yang digencarkan pemerintah pusat.
Program ini memanfaatkan varietas unggul Inpari 32 yang saat ini sedang naik daun di kalangan petani karena dinilai memiliki produktivitas tinggi dan ketahanan terhadap serangan penyakit tertentu.
Penanaman serentak di Bondowoso difokuskan untuk meningkatkan luas tambah tanam (LTT), sebagai wujud kontribusi daerah dalam memperkuat ketahanan pangan nasional.
Bupati Bondowoso melalui Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP), Hendri Widotono, menyebutkan bahwa target luas tambah tanam tahun ini mencapai 103.374 hektare.
"Hingga hari ini, capaian realisasi tanam telah mencapai sekitar 44 persen atau lebih dari 40 ribu hektare," Katanya usai melakukan penanaman di Desa Bataan, Kecamatan Tenggarang, Rabu (23/04/2025).
Ia juga mengungkapkan bahwa seluruh lokasi tanam padi akan didampingi oleh Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dan Babinsa guna memastikan pelaksanaan program berjalan optimal di lapangan.
Untuk mendukung kelancaran program ini, petani di Bondowoso juga menerima bantuan alat dan mesin pertanian dari APBN melalui Dinas Pertanian setempat.
Bantuan tersebut mencakup 2 unit traktor roda empat, 12 unit hand traktor, serta 60 unit hand sprayer untuk menunjang kegiatan pertanian yang lebih efisien.
Selain itu, pemerintah juga menyalurkan bantuan benih jagung sebanyak 24 ton yang diperuntukkan bagi lahan seluas 1.600 hektare di tiga kecamatan.
"Bantuan benih jagung ini diberikan kepada 84 gabungan kelompok tani (Gapoktan) yang tersebar di Kecamatan Binakal, Pakem, dan Wringin, " Ujarnya.
Dari sisi produktivitas, hasil panen rata-rata padi di Bondowoso saat ini mencapai 6,2 ton per hektare. Dinas Pertanian menargetkan kenaikan produktivitas hingga 7,2 ton per hektare dalam waktu dekat.
Berdasarkan Rencana Strategis (Renstra), target produktivitas padi sebesar 6,3 ton per hektare. Namun di tingkat petani, capaian bisa lebih tinggi, bahkan ada yang mencapai 8 hingga 12 ton per hektare.
"Meski demikian, tantangan di lapangan tetap ada. Salah satunya adalah serangan hama wereng coklat yang dapat menyebabkan kerusakan tanaman dengan sangat cepat, bahkan menyerupai kebakaran, " Ungkapnya.
Selain itu, keterbatasan tenaga Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) juga menjadi kendala.
"Saat ini, hanya ada dua orang petugas untuk mengawasi seluruh kecamatan di Bondowoso, Satu petugas bahkan harus menangani hingga tujuh kecamatan sekaligus, yang tentu tidak sebanding dengan luas wilayah dan potensi serangan hama yang terjadi," Tuturnya.
Beberapa wilayah yang diketahui sebagai daerah endemik wereng coklat di Bondowoso antara lain Grujugan, Wonosari, dan Tenggarang. Wilayah ini mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah daerah.
"Kami sudah siapkan langkah-langkah pengendalian. Jika ada serangan wereng coklat, segera laporkan ke dinas. Petugas kami akan turun bersama Brigade Gerdal. Obat-obatan juga sudah tersedia di kantor, didanai dari APBD," Pungkasnya.
Petani diimbau untuk sigap melapor jika menemukan gejala serangan hama, agar dapat segera ditangani dan kerugian bisa diminimalkan secara efektif. (Eko)