JATIMPOS.CO/BONDOWOSO - Kabupaten Bondowoso terus menunjukkan progres positif dalam menurunkan angka stunting, berkat pendekatan kolaboratif dan inovatif yang melibatkan banyak pihak di semua tingkatan.
Hal tersebut diungkapkan Pj Sekda Bondowoso, Anisatul Hamidah dalam kegiatan Penilaian Kinerja Pencegahan dan Percepatan Penurunan Stunting (PPPA) yang berlangsung di Sabha Bina Praja pada Rabu (11/06/2025).
Mantan Kepala Dinas Sosial P3AKB Kabupaten Bondowoso ini menjelaskan bahwa penurunan stunting di wilayahnya bukan semata karena anggaran besar, tetapi karena konvergensi berbagai sektor yang bekerja bersama.
"Tahun 2022 angka stunting kita berada di 32%, tertinggi di Jawa Timur saat itu. Tahun 2023 turun drastis menjadi 17%, dan kini di 2024 sudah mencapai 11,2%," katanya.
Menurutnya, capaian tersebut tidak bisa dilepaskan dari semangat kolaborasi antara pemerintah daerah, kecamatan, desa, pelaku usaha, dan masyarakat.
"Ini bukan hanya kerja satu dinas. Semua bergerak, semua terlibat. Kata kuncinya adalah konvergensi," tegasnya.
Pemerintah Kabupaten Bondowoso telah mengalokasikan anggaran lebih dari Rp 101 miliar untuk program penurunan stunting, ditambah belanja khusus sebesar Rp 1,9 miliar untuk pengadaan susu.
Namun Anis, sapaan akrabnya menekankan bahwa kunci keberhasilan tidak hanya terletak pada besar kecilnya anggaran yang tersedia.
"Inovasi dari bawah, dari tingkat kecamatan hingga desa, menjadi penggerak utama dalam upaya ini," katanya.
Beberapa kecamatan bahkan memiliki program unggulan yang disesuaikan dengan kondisi dan potensi lokal masing-masing.
Kecamatan Curahdami, misalnya, memiliki program “CAPES”, sementara Kecamatan Cermee mengembangkan inovasi bertajuk “PERANG”.
Di wilayah Tamanan, pemerintah setempat meluncurkan program “Intan Berlian” sebagai bentuk dukungan terhadap percepatan penurunan stunting.
Salah satu contoh inspiratif datang dari Kecamatan Cermee melalui program “Bapak Asuh Anak Stunting” yang melibatkan pengusaha lokal dan Koramil.
Dalam program ini, para pengusaha memberikan bantuan langsung berupa susu dan telur kepada balita terdampak stunting dengan pengawasan ketat terhadap pertumbuhan anak.
"Kami tidak hanya memberi bantuan. Kami pastikan balita mendapatkan asupan bergizi dan tidak salah sasaran," jelasnya.
Ia mencontohkan, dalam beberapa kasus, bantuan seperti daging tidak diberikan karena berisiko dikonsumsi oleh orang tua balita, bukan anaknya.
Ke depan, Pemkab Bondowoso telah menyusun roadmap untuk penurunan stunting yang lebih berkelanjutan.
Hal ini dilakukan sebagai bagian dari persiapan menghadapi bonus demografi nasional dengan generasi yang sehat dan berdaya saing.
"Kita ingin generasi mendatang bebas dari stunting. Itu modal utama menghadapi masa depan," pungkasnya. (Eko).