JATIMPOS.CO/BONDOWOSO. Ketua DPRD Bondowoso Ahmad Dhafir menegaskan, penyelesaian konflik lahan di Ijen saat ini menggunakan pendekatan sosial kemanusiaan, bukan sekadar penegakan administratif atau hukum.
Menurut Dhafir, selama ini sikap kedua belah pihak, masyarakat dan perusahaan, acapkali merasa sama-sama benar yang mendorong konflik beralih ke ranah pengadilan. Hal semacam ini harus dihindari karena jika itu terus terjadi, maka persoalan itu tidak akan pernah selesai.
"Jangan sampai mengaku dan berebut merasa sama-sama benar. Jika itu terjadi, maka setiap persoalan yang terjadi akan diselesaikan di pengadilan," ujar Dhafir kepada media, Selasa (07/10/2025).
Dafir menyampaikan bahwa konflik ini berakar sejak tahun 1958 ketika penggarapan lahan di Ijen dilakukan pada masa kepresidenan Sukarno. Dengan demikian, persoalan Ijen bukanlah persoalan baru, melainkan akumulasi sejarah panjang sengketa agraria.
Sebagai pejabat daerah, Dhafir mengingatkan bahwa hak guna usaha (HGU) yang dimiliki PTP di kawasan Ijen bukanlah hak mutlak jika tidak digunakan sesuai dengan peruntukan.
" Faktanya, dari 7.800 hektare lahan yang menjadi HGU PTP, tidak semuanya ditanami kopi. Maka sebenarnya BPN bisa membatalkan HGU-nya," tegasnya.
Ia menyampaikan, Forkopimda Bondowoso telah empat kali menggelar rapat untuk membahas persoalan lahan Ijen, mempertemukan pemerintah daerah, perusahaan, dan masyarakat untuk mencari titik temu. Dalam forum-forum tersebut, Pemerintah hadir tidak sebagai penguasa mutlak, melainkan mediator yang mencari solusi terbaik agar konflik tidak berkepanjangan.
" Masalah Ijen ini sudah bertahun-tahun, dan tahun ini PTP berencana menanam kopi di lima titik lokasi. Karena tidak bisa diselesaikan sekaligus, maka kita sepakat menyelesaikan satu per satu," ujarnya.
Dhafir menegaskan bahwa tujuan utama Forkopimda bukan memenangkan satu pihak, melainkan menjaga kondusivitas wilayah dan memastikan masyarakat tetap bisa menjalankan usahanya untuk penghidupan.
" Target kita adalah bagaimana masyarakat tenang, bisa berusaha, dan kondisi Bondowoso tetap kondusif," katanya.
Dalam langkah konkret, Bupati Bondowoso sudah meminta PTP agar memberi izin kepada masyarakat menanam tanaman hortikultura di titik-titik tertentu yang selama ini menjadi sumber penghidupan warga. Tanaman hortikultura seperti kentang dan sayuran, menurut Dhafir, sangat penting untuk ketahanan pangan, apalagi sesuai program pusat “Makan Bergizi Gratis (MBG)”.
Walau demikian, Dhafir kembali menegaskan bahwa secara legal formal, wilayah Ijen bukan tanah milik rakyat; semua lahan diklaim sebagai milik PTP, Perhutani, dan BKSDA. “Tapi apakah PTP selalu benar? Tidak juga. Karena tidak semua lahan digunakan sesuai izin HGU-nya,” katanya.
Ia mengajak masyarakat memahami bahwa walau mereka tidak memiliki hak kepemilikan atas tanah, mereka memiliki hak untuk memperoleh kesempatan bekerja dan berusaha secara layak.
" Masyarakat Ijen butuh usaha. Tidak mungkin semua jadi buruh kebun. Ini persoalan perut, maka pemerintah harus mencarikan solusi agar mereka tetap bisa hidup dengan memanfaatkan lahan di sana," imbuhnya.
Hasil rapat Forkopimda bersama PTP dan masyarakat menyepakati pengelolaan zona satu seluas 14 hektare untuk PTP menanam kopi, dan sebagai gantinya masyarakat akan mendapat lahan pengganti dengan luas sama.
" Hari ini dilakukan pengecekan lokasi pengganti. Mudah-mudahan clear," kata Dhafir.
Ia juga menegaskan bahwa Forkopimda tidak berpihak kepada perusahaan.
" Salah kalau ada anggapan Forkopimda ini jubirnya PTP. Forkopimda ingin Ijen tetap kondusif. Silakan dibicarakan bersama antara PTP dan masyarakat. Nanti hasil kesepakatan itu akan disaksikan langsung oleh Bupati, saya, Kajari, Dandim, dan Kapolres," tegasnya.
Menurut Dhafir, kehadiran anggota DPR RI Nasim Khan dalam pertemuan tersebut merupakan sinyal dukungan dari pemerintah pusat agar konflik Ijen diselesaikan secara hati-hati dan tidak merugikan masyarakat banyak. "Beliau menyampaikan bahwa memang ada perintah dari Presiden untuk melakukan penertiban, tapi di sisi lain, masyarakat tidak boleh menjadi korban," Ungkapnya.
Ke depan, Forkopimda akan mengawal penyelesaian lahan di zona-zona berikutnya secara bertahap, dari zona dua, zona tiga, hingga seluruh titik konflik diselesaikan.
" Kami tetap tekankan, bicarakan dengan rakyat, kedepankan kepentingan masyarakat tanpa mengabaikan peran BUMN di bidang perkebunan kopi. Yang terpenting Bondowoso tetap kondusif, masyarakat bisa berusaha, dan pemerintah hadir memberi solusi," Pungkasnya. (Eko)