JATIMPOS.CO/TUBAN - Ririn Restuningati merupakan seorang staf di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tuban. Dia menjadi pasien Covid-19 Kabupaten yang pertama kali dinyatakan 100 persen sembuh usai menjalani karantina dan perawatan di RSUD dr. R. Koesma Tuban.
Selama 25 hari menjalani perawatan banyak kisah yang dialaminya sejak awal terpapar hingga akhirnya dinyatakan sembuh 100 persen. Bagi Ririn satu hal penting yang harus dimiliki masyarakat tidak memberikan stigma negatif dan berlebihan kepada pasien Covid-19 dan keluarganya. Seorang pasien terpapar Covid-19 perlu dukungan mental untuk berjuang dan sembuh dari penyakit yang membahayakan manusia di se antero dunia.
Ririn mengawali cerita saat mulai terpapar Covid -19. Pada awalnya, Ririn bersama pegawai Dinkes Tuban mengikuti Rapid Test yang dilakukan instansi tersebut. Namun, hanya dirinya yang dinyatakan reaktif. Selanjutnya, secara mandiri dirinya ditemani suami melakukan pemeriksaan SWAB di rumah sakit swasta di Surabaya. Setelah menunggu 7 hari, hasil pemeriksaan keluar dan dinyatakan Positif Covid-19.
Mengetahui hasil tersebut, Ririn kemudian memberi pengertian kepada suami, anak-anaknya dan anggota keluarga yang lain. “Sudah kami persiapkan mental dan langkah-langkah berikut,” ungkapnya.
Setelah berkomunikasi dengan pimpinan Dinkes, selanjutnya dirinya dirujuk di RSUD. R. Koesma karena mengalami gejala Covid-19, seperti sesak nafas dan meriang. Tertanggal 12 April 2020, Ririn mulai menjalani perawatan intensif di rumah sakit, berpisah dengan keluarganya yang juga mulai melakukan karantina mandiri di rumah selama 14 hari.
Pada minggu pertama perawatan, Ririn mengaku gejala yang dialaminya kian memburuk. Sesak di dadanya disertai nyeri, pilek yang dialaminya juga kian parah, dan badan melemas. Ririn menjelaskan dirinya mendapat perawatan optimal dari tim medis RSUD dr. R. Koesma selama menjalani isolasi.
Untuk proses penyembuhan, Ririn memiliki beberapa cara, di antaranya, menghilangkan rasa tertekan (stres) dengan cara memperbanyak ibadah, berpikir, dan melakukan kegiatan positif.
Semenjak menjalani isolasi, Ririn menghabiskan waktu dan aktifitasnya di ruang khusus. Pada minggu pertama, perempuan kelahiran Jombang ini melakukan adaptasi dengan kondisinya kini. Dirinya hanya sendiri dalam satu ruangan isolasi, sesekali tenaga medis masuk ke ruang untuk memeriksa kondisinya.
Menurutnya, salah satu tantangan terberat adalah ketika menjalankan ibadah puasa sendirian dan jauh dari keluarga. “Saya sebenarnya sedih, tapi harus menguatkan diri,” ujarnya.
Untuk mengisi waktu luang, Ririn memperbanyak beribadah dan melakukan kegiatan positif seperti ikut seminar online. Banyak berdoa dan menghilangkan pikiran negatif, yang terpenting tidak boleh stres.
Tidak hanya itu dukungan keluarga menjadi bagian dari faktor penting proses kesembuhannya. Dari pengakuannya, hampir bisa dipastikan setiap hari Ririn berkabar dengan keluarga via gawai. Terkadang suami dan anak-anak datang ke parkiran RSUD. “Saya berada di lantai 5. Lewat jendela kecil itu saya menyapa anak, suami dan keluarga yang ada di parkiran lantai dasar,” tuturnya.
Dukungan moril juga datang dari rekan kerja maupun kawan-kawannya. Mereka memberikan semangat dan mendoakan untuk kesembuhannya. Tidak hanya itu, tenaga medis yang bertugas silih berganti ikut menguatkannya.
Setelah tiga kali dilakukan SWAB-TEST dan hasilnya negatif, Ririn akhirnya dinyatakan sembuh total dan diperbolehkan pulang ke rumah pada 7 Mei 2020. Sesampainya di rumah, dirinya tetap menjalani karantina mandiri.
Ririn sangat bersyukur kepada Allah SWT karena dapat sembuh dan beraktivitas kembali. Dukungan yang diterimanya sangat berpengaruh selama proses penyembuhan.
“Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada keluarga, pihak RSUD dr. R. Koesma Tuban dan Dinas Kesehatan, rekan kerja dan kawan serta pihak lain yang telah mendukung, menyemangati, dan mendoakan kesembuhan saya. Terima kasih banyak,” sambungnya.
Sisi lain, Ririn merasa prihatin atas stigma masyarakat dan hoaks yang tersebar selama Ririn menjalani isolasi. Banyak bermunculan pandangan di masyarakat terhadap diri dan keluarganya. Kebanyakan pandangan tersebut berupa stigma negatif bahkan hoaks. Menurut pengalamannya, stigma masyarakat kepada pasien Covid-19 dan keluarga terlalu berlebihan dan kejam.
Hanya tetangga dekat dan orang terdekatnya yang memahami kondisinya. Selama 14 hari di rumah, keluarga Ririn mendapat pertolongan dari tetangga dekat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sementara itu, masyarakat masih banyak yang beranggapan salah terhadap pasien Covid-19 dan keluarganya, bahkan bisa dikatakan dianggap seperti aib. "Virus Corona ini penyakit, bukan aib," jelasnya. Masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya bahkan tidak mau lewat depan rumahnya. Tidak sedikit pula masyarakat yang menyebar berita bohong mengenai dirinya dan keluarga.
Mengetahui hal tersebut, Ririn menguatkan keluarga dan memberikan pemahaman yang benar. Dia meminta keluarga untuk memahami kondisi masyarakat. Menurutnya, langkah ini lebih bijak, dibandingkan menuntut masyarakat untuk memahami dirinya dan keluarga. “Harus bersabar, berbesar hati,” tambahnya.
Ririn berpesan jangan remehkan Covid-19, ikuti anjuran pemerintah. Sebagai penyintas Covid-19, Ririn berpesan kepada masyarakat agar tidak meremehkan Covid-19. Penyebaran Covid-19 sangat cepat dan tidak dapat ketahui secara jelas prosesnya. “Seseorang tidak tahu kapan, dimana, seperti apa, dengan siapa akan terpapar Covid-19,” terangnya.
Ririn juga mengingatkan warga yang sudah mengetahui dirinya terindikasi terpapar Covid-19, untuk kooperatif bekerja sama dan mengikuti protokol kesehatan. Harus bijak dan disiplin diri. Ini demi kemaslahatan bersama dan memutus rantai penyebaran Covid-19 di Kabupaten Tuban. “Harus berbesar hati, ikhlas, dan ikuti protokol kesehatan,” imbuhnya.
Dirinya mengajak masyarakat untuk mengikuti anjuran pemerintah, protokol kesehatan harus benar-benar diterapkan. Diantaranya menggunakan masker; cuci tangan sesering mungkin; jaga jarak aman; tidak berkumpul atau berkerumun. Selain itu, masyarakat harus peduli dan memberi dukungan kepada pasien dan keluarga Covid-19, jangan dikucilkan. (min)