JATIMPOS.CO/BONDOWOSO - Kasus dilaporkannya Ketua DPRD H Ahmad Dhafir oleh Bupati Bondowoso KH Salwa Arifin, kini masuk dalam tahapan pemeriksaan saksi-saksi oleh pihak penyidik Unit II Pidsus Satreskrim Polres Bondowoso, Kamis (24/3/2022).

Dalam tahapan ini, pihak kepolisian memanggil dua saksi pelapor, yakni Barri Sahlawi Zein yang juga anggota DPRD Bondowoso Fraksi PPP serta Ahmadi yang juga sebagai pengurus DPC PPP.

Menurut Ahmadi, dirinya mengaku diberondong sekitar 29 pertanyaan yang menekankan pada kronologi asal muasal video, sejak kapan Bupati Salwa mengetahui video tersebut.

Disinggung isu tentang kemungkinan melayangkan perdamaian, Ahmadi mengaku bahwa itu tak benar. Karena, semalam pihaknya telah berkomunikasi dengan Bupati Salwa perihal pemanggilan oleh Polres.

Disebutnya bahwa Bupati Salwa tetap bersemangat untuk melanjutkan proses ini.

Senada disampaikan oleh Sekjen DPC PPP, Barri Sahlawi Zain, sejauh ini pihaknya tak pernah ada upaya mediasi. Lebih-lebih Bupati Salwa adalah pihak pelapor.

"Sejauh ini tak ada (upaya mediasi, red)," kata pria yang juga menjabat sebagai Ketua Fraksi PPP itu.

Ia menegaskan, dirinya sendiri mendapatkan 38 pertanyaan selama sekitar 2 jam.

Dari puluhan pertanyaan itu, salah satunya ia ditanyai alasan mengapa mengambil langkah hukum.

"Sebab apa yang disampaikan itu telah memunculkan stigma negatif tentang Kiai Salwa. Ingat bahwa beliau itu selain bupati juga sebagai tokoh masyarakat, sebagai pengasuh, sebagai kiai, ulama," ujarnya.

"Ini menimbulkan suatu keresahan, dan pro kontra di masyarakat," imbuhnya.

Ia memperkirakan bahwa mungkin masih akan ada pemanggilan sejumlah saksi di luar partai.

"Insya Allah juga, bapak Wabup juga informasinya akan dimintai keterangan," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Bupati Salwa Arifin memenuhi panggilan dari Polres Bondowoso, Senin (21/3/2022).

Pemanggilan Bupati Salwa sendiri untuk dimintai keterangan atas aduannya terhadap Ketua DPRD Ahmad Dhafir dengan dugaan pencemaran nama baik. Karena, Ketua DPRD dalam video yang viral menuding adanya jual beli jabatan di tubuh pemerintahan. (eko)