JATIMPOS.CO//PAMEKASAN - Kekerasan seksual terhadap anak-anak di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur mencapai 10 kasus di tahun 2020.
Koordinator Divisi Hukum Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (PPTP3A) Kabupaten Pamekasan, Umi Supraptiningsih mengatakan, saat ini kasus kekerasaan seksual yang menimpa terhadap anak di Pamekasan masih sangat tinggi. Sebab, ada 10 kasus lebih yang sudah diproses ke jalur hukum. Bahkan, rata-rata usia korban sekitar 16 - 17 tahun ke atas dan masih duduk di bangku sekolah SMA kelas IX (sembilan).
"Sekarang saya sangat sedih sekali, karena pelaku dan korban kebanyakan sama-sama anak-anak, kalau pelakunya orang dewasa kita tinggal jebloskan saja ke penjara, selesai," kata Umi Supraptiningsih, Rabu (23/9/2020).
Menurutnya, kasus seksual itu rata-rata akibat hubungan di luar nikah layaknya suami istri. Sehingga ada sebagian korban yang saat ini hamil dan ada pula yang melahirkan. Hal itu disebabkan banyaknya anak-anak yang dengan mudah dan bebas mengakses informasi apa pun di media sosial melalui Hp yang mereka pegang.
"Sebagian orang tua kadang kurang terlalu intens memantau aktivitas anaknya saat bermain Hp, dan kadang orang tua juga tidak tahu konten apa yang dilihat dan disimpan oleh anak-anak mereka," paparnya.
Bu Umi sapaan akrabnya menyampaikan, terkadang ia merasa bingung bila menangani kasus kekerasan seksual anak yang pelakunya sama anak-anak. Karena dilihat dari beberapa sisi, pihak keluarga korban menuntut keadilan agar diberikan sanksi hukuman terhadap pelaku dan disisi yang lain, pelaku sebagai anak juga harus mendapatkan hak perlindungan hukum.
Sehingga dalam kasus ini tambah Bu Umi, harus disampaikan secara pelan-pelan kepada keluarga korban, bahwa pelaku yang ditanganinya juga masih anak-anak.
"Jangan kira kami tidak obyektif dalam menangani kasus, karena dua-duanya kami lindungi. Mereka ini para pelaku dan korban pacaran, ya mungkin dampak dari anak-anak bebas pegang Hp sehingga mengakibatkan hubungan seksual di luar nikah itu terjadi," tutur perempuan yang juga sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi di Pamekasan itu.
Alumni aktivis HMI itu menyarankan, untuk mengurangi tingginya kasus kekerasan seksual anak ini, perlu adanya peran orang tua dan guru untuk memberikan pemahaman tentang pembelajaran seks di luar nikah terhadap anak-anaknya. Agar anak-anak bisa mengetahui dampak negatif yang akan dialami selepas melakukan hubungan tersebut.
"Akibat dari hubungan seks di luar nikah itu akan hamil sebelum waktunya, ada dampak terhadap pendidikan, sosial dan dampak hukum. Namun, tingginya jumlah kasus kekerasan seksual anak di Pamekasan ini saya kurang tahu ya dampak paling signifikan karena apa, apakah karena dampak dari pandemi Covid-19 atau karena lock down di sekolah," tutupnya. (did).