JATIMPOS.CO/JOMBANG - Jelang Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang akan diselenggarakan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat pada tanggal 28-29 Mei 2024 mendatang dilakukan Pelatihan jurnalistik / Pra UKW via Zoom, Sabtu (25/5/2024) diikuti 72 peserta, terdiri dari 36 peserta UKW PWI Jawa Timur dan 36 peserta UKW PWI Banten.
Pelatihan jurnalistik / pra UKW via zoom ini, menghadirkan 3 narasumber utama dari Lembaga Uji Kompetensi Wartawan (LUKW) PWI Pusat, yakni Suprapto, Firdaus Komar, dan Djunaedi Tjunti Agus. Pembukaan pelatihan /pra UKW diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya pada pukul 08.00 WIB yang dipimpin langsung oleh Direktur LUKW PWI Pusat Firdaus Komar.
Sejak penyampaian materi dari sesi 1 hingga sesi 3, ketiga narasumber ini menjabarkan apa-apa saja yang dipegang oleh seorang jurnalis dalam meningkatkan kompetensi dalam menjalankan profesi. Salahsatunya yang disampaikan Prof. Suprapto, selaku Komisi Pendidikan, LUKW PWI Pusat yang menjelaskan tentang Kode Etik Jurnalistik dan beberapa pasal di dalamnya. Adapun materi yang diberikan salah satunya adalah terkait Kode Etik Jurnalistik yang harus dipahami, serta UU 40 tahun 1999 tentang Pers.
Dikatakan Suprapto, seorang wartawan harus memiliki 11 kompetensi kunci itu di antaranya, harus memahami dan mentaati etika jurnalistik, peraturan perundang-undangan serta peraturan di bidang pers lainnya termasuk Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA).
Selain itu, wartawan juga harus mampu mengidentifikasi fakta yang memiliki nilai berita, membangun dan memelihara jaringan, menguasai Bahasa Indonesia jurnalistik, serta mengumpulkan dan menganalisis informasi.
Di acara pelatihan yang diikuti wartawan anggota PWI Jawa Timur dan PWI Banten ini, Suprapto juga memaparkan tentang Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, di antaranya terkait hak tolak, yakni hak wartawan untuk menolak mengungkap identitas narasumber yang dirahasiakan.
Prof Suprapto juga menjelaskan tentang pasal-pasal di Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA).
Salah satu pasal yang menjadi pembahasan menarik adalah Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang berisi wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan asusila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Menurutnya, identitas korban kejahatan asusila dan anak yang menjadi pelaku kejahatan ini tidak hanya nama atau foto, tapi juga identitas lain seperti nama orangtua, saudara, keluarga dekat hingga tempat tinggalnya. Sementara batasan usia anak, mengacu pada PPRA dan UU Perlindungan Anak, yakni kurang dari 18 tahun.
"Sesuai dengan PPRA, yang dikatakan anak adalah yang berusia kurang dari 18 tahun, tidak terbatas apakah dia sudah menikah atau bekerja," terang Suprapto.
.
Sementara, sesi kedua dengan materi Standar Kompetensi Wartawan, Bahasa Indonesia Jurnalistik dan Perencanaan liputan, investigasi, editing dan evaluasi.
Pemateri pada sesi ini adalah Firdaus Komar yang menyampaikan bahwa salah satu sisi penting jurnalistik adalah penyampaian berita dengan kaidah Bahasa Indonesia jurnalistik yang benar.
Sedangkan sesi terakhir dengan materi Teknik Wawancara dan Penulisan Berita yaitu straight news, feature, tajuk yang disampaikan oleh Djunaedi Tjunti Agus.
Sesi terakhir ini mengajak para peserta untuk memahami teknik wawancara, tidak hanya untuk penulisan berita tetapi juga teknik wawancara ke berbagai nara sumber yang berbeda-beda.
Dikatakan Djunaedi, ada 10 langkah wawancara yang bisa dilakukan yakni menentukan topik wawancara, mempelajari masalah yang terkait dengan topik wawancara dan menentukan narasumber.
Setelah itu harus menghubungi narasumber, menyusun daftar pertanyaan, mempersiapkan diri dan alat-alat serta melakukan wawancara sesuai panduan.
Sementara dalam wawancara, wartawan juga harus menjaga alur wawancara, menggali informasi secara spesifik dan mencatat poin-poin penting jawaban narasumber.
Djunaedi juga membagikan tips wawancara, di antaranya harus mempertahankan kontak mata dengan baik yang menunjukkan ketulusan kepada narasumber dan menunjukkan antusiasme dengan postur tubuh.
"Selain itu wartawan juga harus bisa menyesuaikan suasana hati dengan narasumber dan menghindari menyela jawaban narasumber," ungkap Djunaedi Tjunti. (her)