JATIMPOS.CO/SURABAYA - Wartawan sekarang harus lebih hat-hati dalam menulis berita menyangkut identitas anak di bawah umur (0 - 18 tahun). Jika tidak mentaati aturan, bisa kena pasal pidana dengan ancaman kurungan maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Topik ini jadi bahasan menarik dalam acara Sosialisasi Pedoman Pemberitaan Ramah Anak, di Hotel Wyndham Surabaya, Kamis (4/7). Acara yang digelar oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan Dewan Pers ini, diikuti oleh 56 wartawan dari media cetak, televisi, radio, dan siber.
Hendry Ch. Bangun, wakil ketua Dewan Pers yang memberikan materi tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Anak, mengatakan bahwa nota kesepahaman (MoU) antara Dewan Pers dan KPPPA ini telah ditandatangani sejak Hari Pers Nasional (HPN) 9 Februari 2019 di Surabaya, yang kala itu jadi tuan rumah.
Ada 12 pedoman pemberitaan ramah anak yang kemudian dijelaskan secara rinci oleh mantan wartawan Harian Kompas tersebut. Intinya, identitas anak yang menjadi korban pidana atau terlibat dalam perkara pidana harus dirahasiakan.
"Jangankan menulis nama anak, ciri-ciri anak pun tak boleh disampaikan. Misalnya, anak itu berambut panjang, memilik tanda lahir, atau nama sekolahnya, yang bisa membuat orang mengenalnya," jelas Hendry.
Bahkan, menulis alamat anak pun tidak boleh diberikan secara lengkap. Cukup sampai tingkat kecamatan saja. Kemudian untuk wajah anak tidak boleh ditampakkan, sekalipun diblur.
"Jadi, kita membuat berita tentang anak sekadar informasi saja, bukan untuk eksploitasi. Untuk sekadar tahu saja bahwa pernah terjadi satu peristiwa," tandas Hendry.
Bahkan, dalam hal berita positif tentang anak pun perlu dipikirkan dampak psikologisnya. Hindari efek negatif pemberitaan yang berlebihan.
Wakil Ketua Dewan Pers Hendry Ch. Bangun (berdiri), Deputi Kemen PPPA Nahar (tengah), dan Ananda dari Dinas PPPA Jatim (duduk paling kiri) sebagai moderator.
--------------------------------------------
Sementara itu, Deputi Perlindungan Anak Kemen PPPA Nahar, mengingatkan bahwa media hendaknya tidak mengangkat sisi yang dapat menutup masa depan anak. Seperti pelabelan dan diskriminasi dalam pemberitaan yang berkaitan dengan anak. Karena menurutnya, hal ini merupakan bagian dari proses panjang kehidupan.
"Baik anak sebagai korban, pelaku, ataupun saksi, semua anak yang berhadapan dengan hukum merupakan korban," katanya.
Menurutnya, dengan mengikuti pedoman dalam memberitakan kasus yang melibatkan anak, media secara langsung telah turut melindungi anak-anak.
Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh yang mengantarkan pembukaan acara ini memberi wawasan peserta sosialisasi. Ia mengatakan bahwa anak merupakan pilar utama bagi masa depan bangsa. Membangun dan mempersiapkan anak sebagai generasi selanjutnya itu wajib. Termasuk menciptakan atmosfir positif melalui tulisan yang bisa memberikan inspirasi bagi masyarakat dan anak-anak.
"Media harus menjadi bagian dalam mendidik bangsa. Anak merupakan generasi penerus bangsa yang harus dilindungi dari pemberitaan negatif agar dapat tumbuh dengan wajar," jelasnya.
Sesuai amanat Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, media massa turut serta memberikan perlindungan bagi anak.
“Jika anak itu tumbuh dengan baik, maka media punya kontribusi dalam pembentukan anak menjadi orang baik,” ujar mantan Mendikbud itu.
Menurutnya, informasi yang disampaikan dengan bagus akan jadi berita bagus. Karena bisa memberikan informasi yang bermanfaat. Kehadiran berita harus bisa menjadi enlightenment (pencerahan).
"Biasakan memberikan informasi berdasarkan data yang akan kita olah. Hati-hati pada saat menulis berita itu, jangan hanya sekadar mencari popularitas semata," pesannya.
Dalam acara ini ditutup dengan topik bedah kasus yang dipandu oleh Anggota Pokja Dewan Pers Marah Sakti Siregar dan Errol Jonathan dari Radio Surabaya (SS).
Para wartawan diminta mengkritisi berita terbaru tentang anak di bawah umur yang telah dimuat oleh sebuah media siber. Hasilnya, cukup memuaskan yang berarti persoalan dapat dipahami oleh para peserta. (yus)