JATIMPOS.CO/SURABAYA - Penggunaan energi listrik dan kegiatan penggunaan kendaraan bermotor dalam kehidupan sehari-hari nyatanya masih menimbulkan efek samping yang tidak baik bagi alam. Kegiatan tersebut menimbulkan emisi karbon yang dari tahun ketahun sejak deklarasi revolusi industry terus mengakibatkan peningkatan suhu bumi yang sebagai akibatnya terjadi peningikatan frekuensi dan intensitas cuaca ekstrim dibelahan dunia manapun termasuk Indonesia.
Hal tersebut disampaikan oleh Syofvi F. Roekman, Direktur MSDM PLN pada webinar dalam rangka hari bumi bersama PLN dengan tema “Everyday Is Earth Day, Sayangi Bumi Kurangi Jejak Karbon”. Acara ini sebagai salah satu ikhtiar PLN dalam menjaga keberlangsungan kehidupan di bumi melalui program kompensai jejak karbon dan renewable energy sertificated.
”Sebuah konverensi perubahan iklim di Paris pada tahun 2015 menyepakati untuk membatasi emisi gas rumah kaca agar suhu bumi diprediksi tidak melebihi 2 derajat celcius dan lebih jauh melakukan upaya untuk membatasi suhu bumi tidak lebih dari 1.5 derajat celcius. Sedangkan Indonesia saat ini, sebagai bagian dari konverensi terus berkomitmen untuk menurukan emisi gas rumah kaca dari 29% pada tahun 2030, dimana 11 % nya merupakan target penurunan dari sektor energy,” papar Syofvi.
PLN sebagai perusahaan kunci disektor energy ikut berperan aktif dalam memitigasi perubahan iklim dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik tahun 2019-2028 dimana sudah direncanakann 23% bauran energy terbarukan ditahun 2025. Hal ini juga tertuang dalam konsep transformasi PLN aspirasi Green yang terus mengupayakan pengembangan pembangkit energy baru terbarukan (EBT) secara massif.
“Perlu diketahui bahwa PLN juga akan memanfaatkan instrument nilai ekonomi karbon dalam melakukan aksi mitigasi perubahan iklim tersebut. PLN telah berhasil mendapatkan sertifikat penurunan emisi karbon atau carbon credit sebanyak 7,9 ton CO2 yang dihasilkan dari beberapa pembangkit EBT,” ujar Syofvi.
PLN juga telah mengeluarkan program layanan renewable energy certificate (REC) bagi pelanggan atau non pelanggan PLN yang ingin menggunakann energy listrik dari pembangkit EBT dan terdapat pula Sertifikatt Carbon Credit sebagai kompensasi atas tindakan yang menghasilkan karbon sehingga emisi jejak karbon atau gas rumah kaca dapat dihapus.
Selain itu, PLN secara corporate juga ikut berpartisipasi dalam uji coba perdagangan carbon yang diluncurkan oleh kementrian ESDM .
Saat ini sudah sebanyak 280 masyarakat yang menjadi anggota REC dengan total konsumsi listrik yang menggunakna EBT sudah sebanyak 315 terawatt hours yang sebanding dengan produksi listrik di Indonesia dalam satru tahun.
“Dengan mekanisme ini, diharapkan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari pembangkit PLN dapat terkendali dengan lebih baik. Agar tumbuh kesadaran pada diri kita semua untuk terus tumbuh dan menjaga bumi,” harap Syofvi. (*)