JATIMPOS.CO/SURABAYA - Obat Ivermectin tiba-tiba menjadi berita yang menghebohkan dalam beberapa hari terakhir ini. Ivermectin yang sejatinya sebagai obat cacing diyakini ampuh menyembuhkan Covid-19.
Bermula dari pernyataan Mantan Bupati Sragen, Jawa Tengah, Untung Wiyono, yang mempromosikan Ivermax 12 atau Ivermectin sebagai obat penyembuh Covid-19.
Untung berkaca pada kasus Covid-19 di India yang melonjak, dan akhirnya menurun drastis setelah warganya diberi Ivermectin. Untuk membuktikan khasiat obat tesebut, Untung pun membagi-bagikan obat Ivermectin ke sejumlah warga Sragen yang terkonfirmasi Covid-19.
Hasilnya, sungguh luar biasa. Sejumlah warga yang mengkonsumsi Ivermectin dinyatakan sembuh.
Tablet itu, kata dia, harus diminum oleh warga yang terkonfirmasi positif dengan dosis sekali dalam sehari. Setelah dikonsumsi selama lima hari, klaim Untung, hasil swab kepada warga tersebut negatif Covid-19.
“Sudah terbukti, sejumlah warga Desa Jurangjero sudah mengonsumsi obat ini dan mereka berhasil sembuh dari Covid-19,” paparnya kepada awak media, akhir Juni 2021 lalu.
Kepala Desa Jurangjero, Kecamatan Karangmalang, Sragen, Prantiyono yang juga hadir pada kesempatan itu menambahkan, Ivermectin sudah diberikan kepada 10 warga sebagai obat setelah menjalani isolasi mandiri di rumah karena positif Covid-19. Pemberian Ivermectin itu terbagi dalam tiga tahap.
Sebanyak enam warga di antaranya sudah mengonsumsi Ivermectin selama lima hari berturut-turut. Setelah mereka menjalani swab, hasilnya mereka dinyatakan negatif corona. Sementara empat warga lainnya belum menjalani swab karena belum genap lima hari mengonsumsi obat itu.
“Kemarin saya juga sempat memberikan obat ini kepada salah satu warga positif Covid-19 dengan gejala sesak nafas. Terus sorenya kita pantau, sesak nafasnya berkurang. Jadi, obat ini bagus untuk pencegahan dan pengobatan. Kita juga pantau mereka selama 24 jam setelah mengonsumsi obat ini, hasilnya mereka baik-baik saja. Kami tidak menemukan efek samping dari obat ini,” terang Prantiyono.
Kepala Desa Saradan, Iswanto, juga mengakui terdapat satu warganya yang sudah membuktikan keampuhan Ivermectin. Setelah mengonsumsi Ivermectin selama lima hari berturut-turut, warga tersebut sembuh dari corona.
“Usia warga itu sekitar 60 tahun. Sebelumnya dia punya riwayat penyakit komplikasi. Hasil swab menunjukkan negatif. Sekarang dia sudah sehat dan beraktivitas seperti biasa,” papar Iswanto.
Testimoni dari pengguna Ivermectin itu sontak tersiar kemana-mana setelah diberitakan. Banyak warga yang akhirnya berusaha mendapatkan obat Ivermectin yang dijual bebas di apotek. Apalagi harga obat ini terbilang murah, hanya Rp 7 ribu per strip, isi 10 tablet.
Di Surabaya, dalam beberapa hari terakhir tampak antrean di sejumlah apotek. Bahkan, wartawan jatimpos.co yang coba membeli obat Ivermectin tak berhasil mendapatkannya. Pihak apotek rata-rata mengatakan stok obat tersebut habis atau kosong.
Tanggapan BPOM
Persoalan obat Ivermectin ini akhirnya sampai juga di telinga Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Kepala BPOM, Penny K Lukito akhirnya membuat pernyataan, bahwa Ivermectin merupakan obat keras dan memiliki efek samping apabila penggunaannya tidak sesuai ketentuan yang berlaku.
"Ivermectin obat keras tentunya akan memberikan efek samping apabila digunakan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dosis atau pembelian," kata Penny dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (2/7/2021).
Penny meminta masyarakat harus memahami bahwa obat yang bersifat keras tidak bisa dibeli tanpa adanya resep dokter. Ia juga mengatakan, dokter saat memberikan Ivermectin di luar skema uji klinik harus memperhatikan hasil pemeriksaan dan diagnosis pasien serta protokol uji klinik.
"Jadi kami mengimbau untuk masyarakat bijaksana, pintar tentunya dan hati-hati dalam membeli dan mengonsumsi obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan Covid-19, selalu berkonsultasi dengan dokter," ujarnya.
Lebih lanjut, Penny mengatakan, pembuktian Ivermectin dapat digunakan untuk obat Covid-19 harus melalui uji klinik.
Ia mengatakan, setelah uji klinik, BPOM dengan para ahli melakukan evaluasi untuk melihat potensi Ivermectin dapat dikembangkan sebagai obat Covid-19.
"Namun, dengan tata cara yang aman, sesuai dengan dosis yang sudah dianalisis bersama-sama dengan para expert-nya, jadi akses ke masyarakat yang aman adalah perlindungan kepada masyarakat, maka penggunaan Ivermectin itu harus melalui uji klinik," ujarnya.
Hingga saat ini, Ivermectin belum disarankan untuk obat Covid-19 di Indonesia. Penggunaan Ivermectin sebagai obat Covid-19 masih dalam tahap uji klinik dan para ahli belum bersepakat mengenai manfaat dan dampaknya.
Di Indonesia, uji klinik terhadap Ivermectin sedang berlangsung di delapan rumah sakit. RS itu di antaranya Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet, Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, RSPI Sulianto Saroso, dan Rumah Sakit Adam Malik Medan. Uji klinik direncanakan berlangsung selama tiga bulan.
Pada kesempatan terpisah, epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono mengingatkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin agar tak terhasut oleh promosi Ivermectin sebagai obat Covid-19.
Rilis Harga Obat Covid
Ivermectin ramai disebut-sebut ampuh menyembuhkan Covid-19 meski keampuhannya belum teruji secara klinis.
Saat ini, uji klinis untuk mengetahui kemanjuran Ivermectin sebagai obat Covid-19 baru memasuki tahap awal. BPOM baru saja memberikan izin protokol pelaksanaan uji klinis untuk Ivermectin.
Meski belum ada tanggapan dari Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, namun di luar dugaan ia justru merilis harga eceran tertinggi (HET) obat-obatan yang digunakan dalam masa pandemi Covid-19 termasuk jenis Ivermectin.
Keputusan penetapn HET tersebut diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4826/2021.
"Kemarin sore kami sudah menandatangani keputusan Menkes tentang harga eceran tertinggi obat dalam masa pandemi Corona Virus Disease 2019," ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Sabtu (3/7/2021).
"Harga eceran tertinggi ini merupakan harga jual tertinggi obat di apotek, instalasi farmasi, rumah sakit, klinik, faskes yang berlaku di seluruh Indonesia," kata dia lagi.
Berikut ini harga eceran tertinggi 11 obat dalam masa pandemi Covid-19:
- Teblet Favipiravir 200 mg satuan tablet Rp 22.500.
- Injeksi Remdesivir 100 mg satuan vial Rp 510.000.
- Kapsul Oseltamivir 75 mg satuan kapsul Rp 26.000.
- Intravenous Immunoglobulin 5% 50 ml infus satuan vial Rp 3.262.300.
- Intravenous Immunoglobulin 10% 25 ml infus satuan vial Rp 3.965.000.
- Intravenous Immunoglobulin 10% 50 ml infus satuan vial Rp 6.174.900.
- Tablet Ivermectin 12 mg satuan tablet Rp 7.500.
- Tocilizumab 400 mg/20 ml infus satuan vial Rp 5.010.500.
- Tocilizumab 80 mg/4 ml infus satuan vial Rp 1.162.100.
- Tablet Azithromycin 500 mg satuan tablet Rp 1.700.
- Azithromycin 500 mg infus satuan vial Rp 95.400.
Harga itu merupakan harga satuan yang menjadi HET dan berlaku di seluruh Indonesia. "Inilah 11 obat yang sering digunakan dalam masa pandemi Covid-19 sudah kita atur HET-nya," ujar Budi.
Menurutnya, pengaturan HET itu untuk mencegah para spekulan memanfaatkan kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia dengan meraup keuntungan yang tak masuk akal dan malah menghambat penanganan Covid-19. (yus)