JATIMPOS.CO/TUBAN – Ratna Juwita Sari mengatakan bahwa progress pembangunan kilang grass root refinery Tuban melalui anak usaha subholding Refining & Petrochemical, PT Kilang Pertamina Internasional masih ada sejumlah kendala. Sejauh pandangan Komisi VII disebutkan pihak pertamina beralasan pandemi menjadi pemicu progress pembangunan.
“Komisi VII mendorong, target pertamina bisa menepati janjinya mulai beroperasi 2027, sebab sudah molor dari perkembangan awal yang semula 2026,” terang Juwita sapaan akrabnya anggota DPR RI, kepada Jatim Pos, usai Sosialisasi Produk Informasi Geospasila Peta NKRI, Senin pekan ini.
Dia menegaskan, untuk mempermudah proyek ini, pemerintah telah mengeluarkan Keputusan Menteri ESDM No. 807 tahun 2016 tentang Penugasan kepada PT Pertamina (Persero) dalam Pembangunan dan Pengoperasian Kilang Minyak di Tuban, Jawa Timur.
Selain itu, dia mengatakan target rampungnya proyek strategis nasional pada 2027 dapat dicapai dengan komitmen tinggi. Molornya setahun dari target dinilai perlu menjadi evaluasi.
Disamping itu, proses desain teknis dasar atau Basic Engineering Design (BED) juga telah selesai dilakukan. Adapun progres pekerjaan desain rinci akhir (Front End Engineering Design/ FEED) juga masih terus berjalan. Untuk itu komisi VII mendesak agar Pertamina tidak lepas dari target yang sudah dijanjikan, mengingat kilang ini akan terintegrasi dengan kilang petrokimia.
"Proyek kilang minyak ini sangat strategis karena akan terintegrasi dengan kilang petrokimia," ungkapnya.
Seiring dengan pembangunan, kata dia, untuk mempercepat selesainya proyek proyek strategis nasional di Tuban dibutuhkan akses transportasi, sesuai yang disampaikan Presiden Jokowi saat meninjau tol Semarang – Demak pada April lalu. Menurutnya, jalan tol menjadi kunci penghubung dan akses terbaik.
“Sebaiknya dilanjutkan sampai ke Surabaya, otomatis melewati, Rembang, Tuban, Lamongan, tiga kabupaten. Itu yang sebenarnya kami minta untuk menunjang proyek strategis ,” sambung Juwita.
Politisi Fraksi PKB Dapil Tuban – Bojonegoro ini mengatakan akan melakukan sinergi dengan Kementerian ESDM dan akan terus memperjuangkan ke Banggar agar diberikan akses ini, sehingga target penyelesaian GRR Tuban tidak mundur lagi.
Selain itu, kondisi lain yang terjadi masih tarik ulur tentang crude oil. Soal ini juga menjadi pokok pikiran pemerintah. Sebab perlu kajian mendalam dari sisi ekonomi, mutu, dan biaya. Komisinya menyadari Rosneft produsen crude oil terbesar di dunia. Namun demikian, proses tarik ulur ini masih berlangsung mengingat perhitungan yang harus rinci dan detail.
“Masih dalam negosiasi yang alot,” tutur Juwita.
Perlu diketahui, proyek GRR Tuban ini diperkirakan membutuhkan investasi sebesar US$ 16 miliar atau sekitar Rp 230,4 triliun (asumsi kurs Rp 14.400 per US$). Proyek Kilang Tuban ini akan memproduksi minyak dengan kualitas standar Euro 5.
Proyek ini akan memiliki kapasitas pengolahan minyak mentah 300 ribu barel per hari (bph) dan memproduksi sekitar 98 ribu barel per hari (bph) atau sekitar 15,6 juta liter per hari diesel, 80 ribu barel per hari (bph) atau sekitar 12,8 juta liter per hari bensin, 27 ribu bph atau sekitar 4,3 juta liter per hari avtur, dan sekitar 4,25 juta ton per tahun petrokimia, seperti ethylene glycol, polypropylene, paraxylene, polyethylene, dan styrene. Proyek ini juga diperkirakan akan menyerap 20 ribu tenaga kerja saat puncak masa konstruksi dan 2.500 orang saat beroperasi. (min)