JATIMPOS.CO/KABUPATEN BLITAR- Pada Jum’at malam (4/10/2024) di lapangan Kelurahan Kanigoro, Kecamatan Kanigoro Kabupaten Blitar berlangsung pergelaran wayang kulit dengan lakon “Gatot Koco Jumeneng Noto” dalangnya Ki Minto Darsono.
Malam itu cukup ramai penonton karena selain lokasinya sangat strategis mudah dijangkau, juga lakonnya sangat bagus. Di sepanjang jalan dipenuhi pedagang berjualan makanan, minuman dan kebutuhan rumah tangga lainnya.
Kegiatan itu diselenggarakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Jatim UPT Taman Budaya (TBJ) Jatim sinergi dengan Komisi-D DPRD Provinsi Jatim Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN).
Grup campursari turut menghibur pada pergelaran wayang kulit di Kanigoro, Jum’at malam (4/10/2024)
-----------------------------------------
Hadir pada kesempatan itu Kepala UPT TBJ selaku penyelenggara, Ali Ma’rup, S.Sos., MM mewakili Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Kadisbudpar) Provinsi Jatim Evy Afianasari ST, MMA.
Juga hadir H. M. Heri Romadhon, anggota Komisi D DPRD Provinsi Jawa Timur dari Fraksi PAN, Erma Susanti anggota DPRD Jatim dari PDI-P, Moh.Fatato anggota DPRD Kabupaten Blitar dari PDI-P, Rijanto mantan Bupati Blitar, Miftahul Huda anggota DPRD Kabupaten Blitar, Lurah Kanigoro, Muspika Kecamatan Kanigoro dan pejabat Pemkab Blitar.
Heri Romadhon sebagai inisiator kegiatan ini menyatakan pergelaran wayang di Kanigoro ini menjadi ajang “kangen-kangenan” karena sudah lama tidak menggelar tontotan sekaligus tuntunan wayang kulit di lokasi ini.
Ia menceritakaan, sejak tahun 2004 selama tiga periode menjadi anggota DPRD Kabupaten Blitar. Ketika Pak Riyanto menjadi Wakil Bupati yang kemudian Bupati, berupaya memindahkan Gedung DPRD Kabupaten Blitar dan Kantor Bupati Blitar ke Kecamatan Kanigoro.
“Saya sebagai Pansus waktu itu. Dan Alhamdulillah setelah tarik ulur antara Kecamatan Wlingi dan Garum akhirnya terealisasi di Kecamatan Kanigoro ini sehingga yang dulunya ndeso, sepi, kini menjadi Kota yang ramai,” ujarnya.
Hal senada disampaikan anggota DPRD Jatim Erna Susanti. “Saya mengapresiasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jatim yang terus nguri-uri pelestarian budaya. Tolong kedepannya lebih diperbanyak dan termasuk di Kanigoro ini,” ujarnya.
Sementara itu Ka UPT TBJ Ali Ma’rup, S.Sos., MM mewakili Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Kadisbudpar) Provinsi Jatim Evy Afianasari ST, MMA menyatakan, kegiatan pergelaran ini dalam rangka Program Sinergitas Penguatan Dan Pelestarian Seni Budaya yang dilaksanakan di Lapangan Kelurahan Kanigoro, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar.
Kegiatan ini juga merupakan serangkaian peringatan hari ulang tahun provinsi jawa timur yang ke-79, dengan mengangkat tema “Jawa Timur Bersatu Bersama Untuk Maju”.
“Kegiatan pelestarian budaya melalui pergelaran seni seperti ini menjadi hal penting untuk dilakukan. karena dapat mempersatukan berbagai elemen masyarakat, menjaga kerukunan, serta memajukan perekonomian rakyat,” urainya.
“Pada kesempatan yang baik ini, saya sampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh perangkat daerah, serta masyarakat Kelurahan Kanigoro, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar,” ujarnya.
Sebelum pergelaran, dilakukan seremonial penyerahan gunungan oleh bapak.H.M.Heri Romadhon, bersama Ka UPT TBJ Ali Ma’rup didampingi Erma Susanti, Rijanto dan pejabat lainnya kepada dalang Ki Minto Darsono. Pada pra-acara dihibur klenengan dan campursari
Melawan Kesombongan
LAKON Wayang Gatotkaca mengakhiri kesombongan Dursasana. Dalam medan pertempuran yang sengit di Kurukshetra, lakon wayang Gatotkaca menjadi sorotan utama.
Dalang Ki Minto Darsono (kanan) bersama kru memainkan wayang kulit Gathutkaca Jumeneng Noto
------------------------------------------------
Lakon wayang Gatotkaca, seorang ksatria gagah dari Pringgodani, terkenal dengan keberaniannya yang legendaris. Di pihak lain, Dursasana, patih Kurawa, dikenal karena kesombongan dan kekejamannya yang tak tertandingi.
Konflik antara Gatotkaca dan Dursasana tak hanya sekadar pertarungan fisik, tetapi juga pertarungan antara kebaikan dan kejahatan, keteguhan dan kesombongan. Pertempuran berawal ketika lakon wayang Gatotkaca dan saudara-saudaranya mengadakan latihan perang tanpa izin, Dursasana merasa terprovokasi dan memerintahkan mereka untuk berhenti.
Namun, Gatotkaca menolak, memicu terjadinya pertempuran dahsyat di antara mereka. Dalam pertarungan tersebut, Dursasana menggunakan segala cara, termasuk ilmu sakti Aji Gineng, untuk mengalahkan Gatotkaca, Gatotkaca kalah.
Tapi, ketika lakon wayang Gatotkaca menderita kekalahan yang memilukan, tekadnya untuk membalas dendam semakin membara. Dia memutuskan untuk mencari bimbingan spiritual dan mendapatkan ilmu sakti yang mematikan untuk mengakhiri kekejaman Dursasana.
Di bawah bimbingan Resi Seta, seorang bijaksana yang dihormati, Gatotkaca menjalani perjalanan spiritual yang melelahkan. Selama perjalanan itu, dia belajar nilai-nilai penting seperti kebijaksanaan, kesabaran, dan pengendalian diri.
Akhirnya, setelah melewati berbagai ujian, lakon wayang Gatotkaca berhasil menguasai ilmu sakti Aji Narantaka, sebuah kekuatan yang tidak hanya mematikan secara fisik, tetapi juga memperkuat keberanian dan tekadnya.
Pertempuran terakhir antara Gatotkaca dan Dursasana menjadi penentu akhir dari konflik mereka. Meskipun Dursasana menggunakan ilmu sakti Aji Gineng, Gatotkaca dengan yakin melawan dengan Aji Narantaka.
Suara benturan antara kedua kekuatan tersebut bergemuruh di medan pertempuran, sebelum akhirnya lakon wayang Gatotkaca berhasil mengalahkan Dursasana. Dengan tewasnya Dursasana, kesombongan dan keangkuhanya runtuh.
Gatotkaca mempersembahkan kemenangan ini kepada Pandawa, mengukir namanya sebagai pahlawan yang legendaris dalam Mahabharata. Pertempuran tersebut juga menjadi simbol kemenangan kebaikan atas kejahatan, dan keberanian atas kesombongan.
Cerita Ajinarantaka merupakan bagian dari wiracarita Mahabharata yang mengisahkan pertarungan epik antara Gatotkaca, seorang ksatria Pandawa, dan Dursasana, seorang patih Kurawa.
Pertarungan ini memuncak dalam penggunaan ilmu sakti yang mematikan, yaitu Aji Narantaka yang dimiliki oleh Gatotkaca, dan Aji Gineng yang dimiliki oleh Dursasana. (sa)