JATIMPOS.CO/KOTA BLITAR- Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Jatim bekerjasama dengan DPRD Provinsi Jatim menggelar wayang kulit dengan lakon ”Wahyu Ketentraman” dengan Dalang Ki Minto Darsono dari Kabupaten Blitar.
Acara berlangsung didepan kediaman Bapak Peye, lingkungan Kepatihan RT 02 RW 06 Kelurahan Pakunden Kota Blitar, Jumat malam (9/5/2025). Warga masyarakat tampak antusias menyaksikan wayang kulit tersebut meski hujan turun.
Pra acara dihibur dengan Campursari Sekar Gadung. Juga hiburan dari Bintang Tamu : Cak Comet dan Cak Dodok. Tampak hadir pada kegiatan itu Lurah Pakunden Addy Masruhin, S.Sos, Anggota DPRD Kota Blitar Muhammad Rayhan Tsani Azzura.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur Evy Afianasari,S.T.,M.M.A yang diwakili Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Prov. Jatim, Dwi Supranto, SS. MM, Anggota DPRD Prov. Jatim, Ir. Heri Romadhon, MM.
”Ini merupakan hasil sinergi antara Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Timur, sebagai wujud nyata komitmen bersama dalam menjaga dan menghidupkan kembali seni tradisi di tengah masyarakat,” ujar Kadisbudpar Jatim dalam amanat yang disampaikan Dwi Supranto, SS. MM.
Dikatakan, wayang kulit bukan sekadar tontonan tradisional, tetapi juga warisan budaya tak benda yang telah diakui oleh dunia. Pada tahun 2003, UNESCO menetapkan wayang sebagai masterpiece of the oral and intangible heritage of humanity — sebuah pengakuan yang membanggakan, sekaligus amanah besar bagi kita untuk terus menjaga kelestariannya. wayang mengandung nilai-nilai luhur, filsafat kehidupan, pendidikan moral, dan kearifan lokal yang sarat makna. dalam alur ceritanya, kita diajak memahami perjuangan, keteladanan, dan pentingnya menjaga harmoni antar manusia dan alam.
Pada kesempatan itu Kadisbudpar Jatim menginformasikan mengenai potensi budaya yang ada di Kabupaten Blitar yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia (WBTBI) antara lain adalah: Kentrung (Tahun 2013), Jamasan Pusaka Kyai Pradah (Tahun 2017), Reog Bulkiyo (Tahun 2019), Larung Sesaji Pantai Tambakrejo (Tahun 2019), Jaranan Trill (Tahun 2021), Siraman Kyai Bonto (Tahun 2022), Dan Jaranan Jur Ngasinan (Tahun 2024).
Menurutnya, upaya pelestarian WBTB ini membutuhkan sinergi yang kuat antara pemerintah daerah, masyarakat adat, komunitas budaya, dan tentu saja para pemangku kebijakan.
”Dalam hal ini, kami menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Bapak Heri Romadhon, Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur, yang telah menunjukkan komitmen dan dukungan nyata terhadap pelestarian budaya, termasuk dalam mendorong program-program kebudayaan di blitar agar terus berkembang, tidak hanya sebagai warisan, tetapi juga sebagai potensi pendidikan, ekonomi kreatif, dan identitas daerah,” paparnya.
Sementara itu itu Ir. H. M. Heri Romadhon, MM, anggota Komisi D DPRD Provinsi Jawa Timur dari Fraksi PAN pada kesempatan itu mengemukakan
sebagai anggota DPRD Prov Jatim dari Dapil Blitar berkolaborasi dengan Disbudpar Jatim dalam rangka nguri-nguri budaya tidak hanya wayang, ada jaranan dan bahkan kedepan ada 10 jenis kesenian terkait dengan bagaimana kita melestarikan kebudayaan ditengah distorsi kebudaytaan biar tidak tergerus jaman.
Insya Allah tanggal 17 dan 24 Mei ini ada jaranan, campursari di Kota Blitar sinergi dengan kelurahan setempat dan juga dalam rangka bersih desa.
“Bersih desa ini dimaksudkan untuk membersihkan jiwa dan raga, bagaimana menjadi warga masyarakat untuk menciptakan lingkungan bersih fisik, sampah dibersihkan. Selain itu jiwa juga dibersihkan, jangan ampang ghibah, grasani yang tidak baik ditengah ekonomi tidak baik-baik saja ini,” ujarnya.
“Terimakasih kepada Disbudpar Jatim dan teman-teman anggota Dewan di Kota Blitar. Ini bentuk sinergi, jika di Kota tidak memungkinkan maka akan dibawa ke tingkat Provinsi dan bahkan ke tingkat DPR RI. Ini sinergi namanya,” pungkasnya.
Berebut Kekuatan Gaib untuk Ketenteraman
Dalang Ki Minto Darsono memainkan wayang Wahyu Katenteraman di Kepatihan RT 02 RW 06 Kelurahan Pakunden Kota Blitar, Jumat malam (9/5/2025).
----------------------------------
WAYANG kulit lakon ”Wahyu Ketentraman” dengan Dalang Ki Minto Darsono dari Kabupaten Blitar yang berlangsung didepan kediaman Bapak Peye, lingkungan Kepatihan RT 02 RW 06 Kelurahan Pakunden Kota Blitar, Jumat malam (9/5/2025) mengisahkan bagaimana upaya menentramkan kehidupan masyarakat.
Keinginan Semar sebagai perantara turunnya “Wahyu Ketenteraman”, suatu kekuatan gaib untuk menentramkan masyarakat. Usaha itu dilakukan untuk melenyapkan Pagebluk (gangguan/penyakit) yang melanda daerah. Semar sebagai perantara turunnya wahyu mendapat petunjuk Dewa agar wahyu dapat diberikan kepada yang berhak dengan penuh kedamaian.
Karena itu Semar menugaskan kepada para putra Pendawa, anak-anak generasi muda, guna mendapatkan syarat-syarat mendapat wahyu berupa tiga pusaka Senjata Cakra milik Prabu Kresna, Jimat Kalimasada milik Prabu Punta Dewa dari Ngamarta, dar Dwarowati dan Kyai Nenggala milik Prabu Bolodewa.
Raden Gatutkaca putra dari Raden Werkudara mendapat tugas meminjam Senjata Cakra dari Prabu Kresna di Dwarowati. Dengan tekad yang luar biasa, “harus dapat”, Gatotkaca menghadap Bethara Kresna.
Unutk menguji tekad itu Bathara Kresna seakan tidak mau meminjamkan senjata Cakra miliknya sehingga Gatutkaca “berani menantang” Prabu Kresna. Pada waktu diacungi Senjata Cakra Gatot siap menerima dengan akibat akan mati karena senjata Cakra terkenal sangat ampuh.
Tetapi rupanya Prabu Kresna hanya ingin menggali seberapa besar tekad anak muda Gatutkaca bereaksi positip sebagai utusan Semar. Melihat reaksi anak muda dengan tekad yang tinggi itu, senjata Cakra diserahkan untuk dipersembahkan pada Semar sebagai syarat mendapatkan Wahyu Ketenteraman.
Punta Dewa raja dari Ngamarta dalam pertemuan dengan keluarga Pandawa mendapat pesan dari Dewa akan munculnya Wahyu Ketenteraman, tetapi beliau belum mendapat pesan siapa di antara keluarga Pendawa yang akan memperoleh Wahyu tersebut.
Dalam kesempatan itu datang Raden Ontoseno yang menyanggupkan diri mendapatkan Pusaka Jimat Kalimasada dari Raja Punta Dewa sebagai syarat Semar sebagai perantara mendapatkan Wahyu untuk Pandawa atau lainnya.
Karena Ontoseno menyampaikan pesan itu secara polos, Raden Werkudara marah dan Raden Ontoseno dihajar habis-habisan karena dianggap tidak sopan karena permintaannya disertai suatu ancaman.
Punta Dewa yang penyabar mengutus Janaka, adiknya, untuk melerai dan Jimat Kalimasada diserahkan kepada Ontoseno sebagai syarat Semar mendapatkan Wahyu Ketenteraman dari Dewa.
Utusan ketiga adalah putra Jangkar Bumi Raden Ontorejo untuk meminjam Pusaka Kyai Nenggala dari Prabu Bolodewo. Karena pusaka itu bertempat di kulit dan daging Raja Bolodewa, maka sang Prabu marah besar, tetapi Raden Ontorejo tetap bertekad mendapatkan pusaka tersebut. Karena Raden Ontorejo tidak mau mundur terjadilah pertempuran yang hebat.
Akhirnya semua keluarga berkumpul di kediaman Semar dan mendapat penjelasan bahwa Wahyu itu sudah ada pada Semar. Pada waktu berkumpul, Semar menjelaskan bahwa Wahyu yang ada di Kuncung akan segera masuk kepada salah satu yang hadir pada saat itu. Karena itu secara sengaja Semar mengumpulkan semua kerabat agar menyaksikan kepada siapa Wahyu akan menempatkan dirinya.
Semua kalangan merasa nyaman kecuali Keluarga Ngastina yang berontak ingin mendapatkan Wahyu tersebut. Tetapi karena keluarga Kresna, Punta Dewa dan Bolodewo kompak bersatu, bergotong-royong amukan keluarga Kurawa dengan mudah dapat diselesaikan. (sa)