JATIMPOS.CO/PROBOLINGGO- Drama tari spektakuler dalam Festival Gegeni Tengger dipentaskan di Panggung Terbuka, Lapangan Desa Jetak, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, pada Sabtu, 2 Agustus 2025 pukul 19.00 – 21.30 WIB.
Dramatari bertajuk "Suara Leluhur Langit Tengger" harmoni api, cinta, dan tradisi di tengah kabut Bromo digelar sebagai bentuk perayaan budaya dan spiritualitas masyarakat suku Tengger.
Pementasan ini diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Jawa Timur, bekerjasama dengan masyarakat Desa Jetak melalui POKDARWIS.
Atraksi Festival Gegeni di Lapangan Desa Jetak, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Sabtu, 2 Agustus 2025 (foto : M.Sifak – Jatimpos Probolinggo)
----------------------------------
Hadir pada kesempatan itu Kadisbudpar Jatim Evy Afianasari beserta pejabat staf Disbudpar Jatim, Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Probolinggo Dwijoko Nurjayadi, pejabat Pemkab Probolinggo, Kades Jetak Bapak Inggih, tokoh masyarakat, seniman dan undangan lainnya.
"Suara Leluhur Langit Tengger" menghadirkan kisah legendaris Roro Anteng dan Joko Seger, cikal bakal masyarakat Tengger, melalui sentuhan artistik dramatari penuh visual, musik, dan gerak yang menggugah.
Pertunjukan berdurasi 45 menit ini menggabungkan elemen tradisi dan estetika modern, menjadikannya persembahan budaya yang memikat generasi lintas usia.
Kepala Disbudpar Jatim Evy Afianasari menyatakan, pertunjukan ini merupakan bagian dari Festival Gegeni, sebuah simbol kehangatan dan harmoni dalam masyarakat Tengger.
“Gegeni, lebih dari sekadar tradisi berkumpul di sekitar api unggun, adalah ruang batin untuk berbagi, mempererat silaturahmi, serta merayakan nilai-nilai kebersamaan yang diwariskan turun-temurun. Ibu Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa sangat concern melestarikan budaya ini,” ujarnya.
Dalam kaitannya dengan Hari Raya Karo, salah satu upacara adat terpenting bagi masyarakat Tengger, Gegeni menjadi refleksi persatuan, cinta, dan keteguhan nilai spiritual.
Dibawah arahan sutradara Dian Ayu Anggraeni, S.Sn., S.Pd., serta sentuhan musikal dari Karvian Vega Alvian, S.Sn., dan koreografi oleh Fitri Eka Valupi, S.Sn. dan Aprillia Diana Sari, S.Pd., pertunjukan ini dikurasi secara cermat oleh Ahmad Dipoyono, M.Sn. dan Dimas Respati, S.Sn.
Sebelum pagelaran dramatari Gegeni, dilakukan : pertunjukan Ketiplung, workshop Ketiplung , Ritual Gegeni Tengger, Sajian Tari Clipang dan diakhiri Pagelaran Drama Tari. Sejumlah tarian kontemporer dimainkan oleh pelajar lembaga pendidikan se Kecamatan Sukapura.
Tradisi Rutin
SUKU Tengger di lereng Gunung Bromo punya pagelaran menarik yang rutin dilakukan setiap tahun, yaitu Pagelaran Gegeni Tengger. Gegeni Tengger berasal dari bahasa Jawa geni yang berarti api.
Gegeni sendiri adalah istilah dari Suku Tengger untuk kebiasaan mereka berupa memasak bersama-sama dan menggunakan perapian untuk menghangatkan ruangan. Pada kebiasaan-kebiasaan inilah para warga bercengkerama, baik dengan keluarga maupun dengan tamu.
Diadakan di Desa Jetak, Kecamatan Probolinggo, Jawa Timur, acara ini digagas oleh para anak muda di desa tersebut untuk mengangkat dan menghidupkan seni budaya asli Suku Tengger.
Gegeni Tengger selalu ditunggu-tunggu dan disambut baik oleh para masyarakat Tengger karena jadi salah satu event besar tahunan. Bentuk dari acara Gegeni sendiri adalah di mana masyarakat akan menampilkan beberapa seni tari tradisional maupun dan kreasi baru.
Kegiatan seperti ini merupakan poin untuk menggali dan melestarikan potensi di masing-masing desa, terutama di bidang kesenian dan dan budaya. Diharapkan, acara ini juga mengangkat UMKM yang ada di desa-desa tersebut
Tradisi ini berawal dari legenda Roro Anteng dan Joko Seger. Legenda ini mengisahkan tentang pasangan suami istri yang memohon keturunan kepada dewa.
Joko Seger adalah putra dari seorang brahmana yang bijak, sedangkan Roro Anteng adalah putri bangsawan keturunan majapahit yang dipercaya sebagai titisan dewa yang memiliki paras cantik jelita.
Pernikahan mereka tak kunjung diberikan keturunan. Pada akhirnya kedua pasangan Joko Seger dan Roro Anteng bersemedi di gunung Bromo dengan harapan agar segera diberikan keturunan oleh sang hyang widhi. Setelah beberapa hari semedi muncullah bisikan suara ghaib bahwa keinginannya itu akan terwujud namun anak keturunan yang terakhir harus dilempar ke dalam kawah Bromo.(sif)