JATIMPOS.CO/SIDOARJO - Dugaan organisasi yang mengatasnamakan Paguyuban Panitia Pemungutan Suara (PPS) se-Kecamatan Sidoarjo melaksanakan studi banding ke luar daerah, Senin (7/8/2023).

Hal tersebut dalam rangka mempererat kerjasama meningkatkan pelayanan publik serta memperkuat hubungan kedua daerah dalam berbagai bidang.

Sementara untuk keluar daerah tersebut disinyalir diberangkatkan oleh seorang Bakal Calon Legislatif (Bacaleg) dan Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo.

Kendati demikian, dalam studi banding tersebut yakni PPS bersama seorang Bacaleg juga Kepala BPPD, sejatinya diketahui tidak memiliki korelasi dalam segi pekerjaan maupun Tupoksi, apalagi terdapat seorang Caleg didalamnya.

Pengamat politik Lembaga Transformasi (Letram) Moch. Mubarok Muharam, mengatakan PPS sebagai penyelenggara Pemilu di 2024, harus sadar posisi sebagai unsur penyelenggara pemilu. Keterlibatan Bacaleg tersebut  tentunya harus menjadi mawas PPS.

"Logikanya Bacaleg ikut serta memberangkatkan PPS ini kan patut diduga ingin mengambil hati dan mencuri start kampanye," kata Mubarok yang juga Dosen Fish Unesa dan Fisipol Undar Jombang tersebut.

Ia menjelaskan, meski kegiatan tersebut belum memasuki tahapan kampanye. Namun, secara etik PPS dianggap menyepelekan sistem demokrasi dengan secara sadar bahwa kegiatan tersebut digelar oleh Bacaleg.

Menyoroti terkait keterlibatan Kepala BPPD dalam studi banding tersebut, BPPD dianggap tak elok menyelenggarakan kegiatan itu, mengingat BPPD tidak ada korelasinya dengan PPS yang dinaungi oleh KPUD Sidoarjo.

"BPPD ini tidak ada korelasinya dengan PPS. Beda lagi jika yang diberangkatkan paguyuban perangkat desa atau kepala desa. Inikan yang diberangkatkan PPS tapi dalam rangka meningkatkan pelayanan publik, terkesan memaksakan," tegas Mubarok.

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sidoarjo Haidar Munjid mengakui jika ada indikasi pencurian start kampanye jika studi banding itu memang benar di gelar oleh Bacaleg.

Namun, pihaknya mengakui jika dilematisnya bahwa pengaturan sanksi hanya dimungkinkan jika memang undang-undang terkait mengaturnya. Mengingat, PKPU hanya aturan turunan.

Sementara itu, Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak mengatur soal sanksi mencuri start kampanye di dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 juga tidak diatur sanksi terkait aksi mencuri start kampanye dalam aturan kampanye Pemilu 2024.

"Inikan ada dua case ya. Pertama soal curi start kampanye dan keterlibatan PPS. Untuk indikasi curi start kampanye memang ada tapi dilematis nya tidak ada sanksi yang menjerat hal itu. Kedua soal keterlibatan PPS itu kewenangannya KPU," tegas Haidar saat dikonfirmasi.

Sementara itu, Ketua KPU Sidoarjo M. Iskak saat dikonfirmasi soal keterlibatan paguyuban PPS itu, mengatakan hal tersebut masih dalam tahap klarifikasi.

"Masih dalam tahap klarifikasi mas. Tunggu hasilnya dulu ngeh," jawabnya singkat. (zal)