JATIMPOS.CO/JEMBER - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Jember menggelar sosialisasi dan deklarasi netralitas kepala desa di Pilkada Serentak 2024. Jika terbukti tidak netral, kades bisa diancam dengan hukuman pidana.
Bawaslu Jember mengundang semua kepala desa yang ada di Jember, sebanyak 226 kepala desa untuk mengikuti sosialisasi dan deklarasi netralitas kepala desa di salah satu hotel di Jember.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Data dan Informasi Bawaslu Jember, Devi Aulia Rahim mengatakan, sebelumnya telah dilakukan hal yang sama kepada TNI, Polri dan ASN.
"Berkaca Pemilu 2024 dan hasil mitigasi, netralitas kepala desa menjadi potensi kerawanan di Pilkada 2024 ini. Sehingga sangat penting untuk dilakukan sosialisasi dan deklarasi bersama tentang netralitas kepala desa," kata Devi Aulia Rahim, Kamis (26/9/2024).
Adapun salah satu pelanggaran yang dilarang, yakni menggunakan pakaian berwarna yang mengarah ke identik ke salah satu pasangan calon.
"Memang kalau baju itu sudah setiap harinya dipakai tidak jadi masalah, tapi kalau kalau baju itu tiba-tiba dipakai pada masa pemilihan ini, menjadi perhatian khusus," sebut Devi.
"Sehingga, lebih baiknya dan lebih amannya baju identik ke salah satu pasangan calon untuk tidak dipakai terlebih dahulu, biar tidak mengarah ke keberpihakan ke salah satu paslon," sarannya.
Selain baju, bentuk kerawanan lain yang berpotensi menimbulkan masalah terhadap kades, yaitu harus bijak dalam bermedia sosial serta berkegiatan di desanya.
Devi menegaskan, ada undang-undang pemilihan dan dua pasal yang bisa menjadi perhatian khusus, yakni pasal 71 ayat 1 bahwa kepala desa tidak boleh membuat atau keputusan yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon.
"Sehingga dari itu, bisa ditarik di banyak hal kegiatan. Sanksinya adalah pidana, karena masuk di ketentuan pidana pada pemilihan, paling ringan 1 bulan kurungan dan paling banyak 6 bulan kurungan penjara. Sedangkan denda minimal 600 ribu dan maksimal Rp6 juta," tegasnya.
Sementara itu H Aan Rofi'i Kepala Desa Menampu mengatakan bahwa dirinya bertanya terkait warna baju yang ketika dipakai oleh kepala desa identik dengan salah satu calon.
"Saya memang bertanya soal materi tersebut (warna baju) karena hal ini rawan dipelintir. Semisal saya pakai baju putih yang biasa dipakai oleh salah satu calon, apakah bisa disebut saya mendukung salah satu calon," kata Aan Rofi'i.
"Aturan yang jelas memang tidak tertulis soal warna baju. Namun kami butuh kepastian, adakah batasan batasan terkait warna baju tersebut. Sehingga kami tidak ditarik atau tertarik dengan salah satu calon," tutupnya. (Ari).