JATIMPOS.CO/SURABAYA - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memberikan ruang kepada anak-anak di Kota Pahlawan untuk berpartisipasi dalam membangun kotanya. Partisipasi itu dalam bentuk memberikan masukan dan gagasan dalam kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) di tingkat kelurahan dan kecamatan.
Hal ini sebagai wujud kepedulian Pemkot Surabaya bahwa anak-anak ikut menjadi bagian penentu pembangunan Kota Pahlawan. Selain itu, Kota Surabaya yang memiliki ciri khas Budaya Arek, mampu mempertahankan rasa gotong-royong. Yakni, partisipasi pelaksanaan kebijakan Musrenbang didasarkan pada UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan UU No 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB) Kota Surabaya, Tomi Ardiyanto mengatakan pelibatan anak-anak dalam ruang partisipasi pembangunan mulai dari tingkat kelurahan sampai dengan tingkat kota merupakan pemenuhan kebutuhan anak dan pelaksanaan konvensi hak anak. Sebab, dalam kebijakan tersebut mengharuskan keterlibatan masyarakat untuk turut terlibat dalam perencanaan pembangunan.
“Kita dari DP3A-PPKB bersurat ke kelurahan dan kecamatan. Kita akan mengarahkan para lurah dan camat, dalam hal ini ketika mereka melakukan kegiatan program Musbangkel (Musyawarah Pembangunan Kelurahan) dan Musrenbang, kita libatkan mereka (anak-anak) dan kita ingatkan terus karena usulan dari Forum Anak Surabaya (FAS) seperti perlu dibentuknya Forum Anak di tingkat kelurahan bahkan sampai RW sangat bagus,” kata Tomy, Kamis (12/1/2023).
Ia menjelaskan, dengan keterlibatan anak-anak dalam memberikan usulan, Pemkot Surabaya akan lebih mudah mengenali potensi hingga permasalahan yang menyangkut pada anak-anak di kelurahan tersebut.
“Tentunya minimal ada 1 atau 2 perwakilan di masing-masing kelurahan. Mereka yang lebih tahu potensi hingga permasalahan anak-anak di kelurahannya. Dari situ mereka akan bersuara, jadi usulan FAS tadi untuk memperkuat jejaring mereka yang tidak hanya di tingkat kota tetapi juga di kecamatan dan kelurahan. Minimal mereka menjadi jejaring kita di luar LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan Non-Governmental Organization (NGO),” jelasnya.
Sementara itu, salah satu pengurus Forum Anak Surabaya (FAS), Vienna Khusnul Aulia menceritakan pengalamannya saat mengikuti kegiatan Musrenbang di Kelurahan Dupak Kota Surabaya. Disana, ia mengajukan pembentukan Forum Anak di tingkat kelurahan dan kecamatan.
“Karena FAS tujuannya membentuk Forum Anak di tingkat kelurahan dan kecamatan. Saya mengajukan ke kekelurahan karena di lingkup kelurahan saya sendiri masih belum ada forum anak. Keberadaan FAS dengan mengajukan Forum Anak untuk menangkal adanya kenakalan remaja seperti tempo hari, serta pencegahan pelecehan dan perundungan anak,” kata siswi kelas 9 SMP Negeri 5 Kota Surabaya itu.
Vienna mengaku, bahwa di Kota Surabaya belum terbentuk Forum Anak di tingkat kecamatan maupun kelurahan. Karenanya, dengan pengajuan usul tersebut, Forum Anak di tingkat kelurahan dan kecamatan akan memiliki wadah atau ruang berkegiatan positif.
“Alhamdulillah pihak kelurahan sangat menyetujui, nanti menyertakan surat dari DP3A-PPKB agar bisa dibentuk Forum Anak dan kami masih menunggu surat tersebut. Apalagi Ketua Karang Taruna, Ketua PKK, dan lurah di Kelurahan Dupak juga membuka diri dan siap mewadahi Forum Anak mengenai kebutuhan yang diperlukan,” jelasnya.
Senada dengan Vienna, anggota FAS lainnya, Ramadhania Gadis Yosnanda berbagi pengalamannya mengikuti kegiatan Musrenbang. Ia beserta kawan-lawas FAS lainnya mengaku senang bisa turut terlibat dalam penentuan kebijakan di Kota Pahlawan. Salah satunya mengenai konvensi hak anak.
“Bisanya ada undangan. Teman-teman antusias karena kami sudah dibagi per wilayah. Surabaya Pusat, Timur, Barat, Selatan, dan Utara. Jadi ketika ada musrembang di wilayah masing-masing akan segera ditugaskan. Misalkan ada musrenbang di wilayah Surabaya Pusat, maka teman-teman yang berada di wilayah Surabaya Pusat akan langsung ditugaskan mengikuti kegiatan tersebut,” ujarnya.
Anggota FAS sendiri rata-rata merupakan para siswa yang duduk di bangku SMP dan SMA/SMK di Kota Surabaya. Mereka berbagi usulan mengenai persoalan anak-anak hingga memberikan solusi. Dhania mengingat, saat itu ia mengusulkan beberapa hal, mulai dari taman bermain dan taman kota yang aman bagi anak, hingga pemblokiran situs pornografi.
“Saya saat itu mengusulkan taman bermain yang aman untuk anak-anak. Bawahnya kan masih ada yang paving, nah diusulkan untuk lebih baik tanah saja. Seperti untuk arena bermain perosotan atau ayunan, jadi kalau jatuh tidak sakit karena kena tanah,” ungkapnya.
Kemudian, ia memberikan usulan mengenai pembahasan pemblokiran akses pornografi. Sebab, pada era digitalisasi, anak-anak dirasa lebih gampang untuk mengakses situs tersebut. “Maka, FAS mengusulkan itu. Apalagi saat ini sangat mudah mengakses media sosial,” terangnya.
Dhania melanjutkan, untuk taman yang berada di tengah Kota Surabaya dan berdekatan dengan jalan raya, biasanya dimanfaatkan oleh anak-anak untuk bermain bola. Kalau bola tersebut menggelinding hingga keluar lapangan, dikhawatirkan anak-anak akan mengejar bola dan berbahaya jika tidak melihat sekeliling karena berdekatan dengan jalan raya.
“Kami mengusulkan untuk diberikan pagar pembatas agar anak-anak bisa bermain dengan aman dan nyaman. Setelah kami memberikan usulan, langsung dicatat oleh pihak kelurahan maupun kecamatan untuk ditindaklanjuti atau disampaikan kepada OPD terkait,” pungkasnya. (fred)