RAMADHAN 1442 telah kita lalui. Dua tahun ini puasa dalam masa pandemi covid-19. Bagaimana implementasi ramadhan, Iedul Fitri, Hubungan Antar Sesama dan Silaturrahmi di masa pandemi ini. Berikut disampaikan H Syaiful Anam** pada Khotbah sekaligus Imam Sholat Iedul Fitri 1442 H di Musholla Nurul Khasanah, Gununganyar, Kota Surabaya, Kamis (13/5/2021).
Kita bersyukur kepada Allah SWT dengan ungkapan “Alhamdulillahi Robbil Alamin”, karena diberikan umur panjang hingga bisa berjumpa di hari raya Iedul Fitri ini. Bukan hanya umur panjang, tetapi banyak nikmat lain yang tidak dapat dihitung satu persatu, seperti kesehatan, rasa aman, kesempatan, nikmat Iman dan Islam.
Semoga setelah menunaikan ibadah puasa ini, kita terus menjadi orang dengan predikat bertakwa sebagaimana tujuan ibadah puasa yang ditegaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 183:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ
Hadirin Jamaah Shalat Iedul Fitri Rahimakumullah,
Predikat takwa bukan hanya bisa melaksanaan ritual kewajiban puasa dengan tidak makan dan minum mulai terbit fajar hingga terbenam matahari serta menjaga dari hal-hal yang membatalkan puasa, seperti menjaga mata, telinga, mulut, tangan, kaki dan semua unsur dalam tubuh dari perbuatan maksiat.
Ketakwaan kita akan menjadi sempurna manakala mampu mengaplikasikan kewajiban ritual puasa itu dalam kehidupan sehari-hari, bersilaturrahmi dan berinteraksi dengan orang lain.
Dalam Ibadah puasa kita merasakan bagaimana rasanya menahan lapar dan haus. Ini menjadi wujud kesadaran kita untuk ikut merasakan kepedihan yang dirasakan orang lain akibat kekurangan dan bahkan tidak bisa makan karena faktor kemiskinan. Dari sini diharapkan tumbuh jiwa saling tenggang rasa, kemudian menumbuhkan kesadaran untuk saling membantu.
Apalagi di masa pandemi covid-19 yang sudah lebih setahun menimpa kita. Pandemi covid menghancurkan sendi perekonomian dan sektor lainnya. Banyak masyarakat mengalami kesulitan dan masalah ekonomi akibat pendemi covid. Dalam situasi seperti ini, sikap saling membantu sangat diperlukan.
Dalam puasa ada pula kewajiban yang menjadi pelengkap, menjadi dimensi sosial, yakni kewajiban membayar zakat fitrah dan anjuran memperbanyak infaq, amal dan shodaqah. Kita menyaksikan di setiap Ramadhan dan Idul Fitri, semangat masyarakat yang tinggi untuk berzakat, baik zakat fitrah maupun zakat mal dan bershodaqah.
Tradisi berbagi kebahagiaan dengan bersedekah berupa bingkisan, makanan, dan uang menjadi hal positif yang sebaiknya kita terus pertahankan, bukan hanya saat Ramadhan saja. Budaya senang berbagi rezeki ini akan memperkuat ukhuwah insaniyyah yang selanjutnya akan menumbuhkan kecintaan kepada sesama.
Beramal, tidak perlu ragu dengan janji Allah. Bahwa zakat, amal dan shodaqah yang diberikan akan menjadikan kita miskin. Justru Allah SWT akan menggantinya dengan kabaikan yang berlipat.
Didalam Al-Quran banyak disebutkan bahwa siapa yang mau bersedekah, maka Allah akan melipatgandakan rezeki yang diterimanya. Digambarkan dalam Al-Qur’an bahwa siapa saja yang menginfakkan hartanya di jalan Allah, maka Allah akan membalasnya dengan 700 kali lipat kebaikan.
Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 261 disebutkan :
مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
Artinya : Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha luas, Maha Mengetahui.
Hal ini memiliki artian sekaligus membuka mata hati kita bahwa hakikat memberi adalah menerima, semakin banyak kita memberi maka akan semakin banyak pula kita menerima.
Seringkali masalah rejeki yang kita dapat tidak bisa dihitung secara matematika. Misalnya satu tambah satu menjadi dua. Dalam urusan rejeki tidak bisa demikian.
Bisa saja 1+1= 15 atau 1+1 bisa jadi 0. Masing-masing rezeki manusia dan makhluk di dunia ini sudah ditentukan oleh Allah. Rezeki tidak akan tertukar karena Allah telah membagi-bagi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki dan dengan tidak disangka-sangka. Allah berfirman, dalam Alqur’an Surah Ath-Thalaq ayat 2-3:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
Artinya: "Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan memberinya jalan keluar (dari kesulitan). Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.
Dan dalam Alqur’an Surat Ali ‘Imran ayat 37 :
إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Artinya: Sesungguhnya Allah memberi rizki kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 37).
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ
Hadirin Jamaah Shalat Iedul Fitri Rahimakumullah,
Berpuasa juga diajarkan bagaimana mengendalikan hawa nafsu dan keinginan kita. Ini mengajarkan kepada kita untuk bisa bersikap sabar, dan tidak mudah menyakiti orang lain. Hal ini dilakukan dengan mempuasakan seluruh anggota tubuh, pikiran dan hati kita.
Mata harus dipuasakan dari pandangan sesuatu yang tercela dan dibenci syariat serta melalaikan Allah subhanahu wata'ala.
Lidah harus dipuasakan dari berbicara yang tidak bermanfaat, melakukan kebohongan, menggunjing, mengumpat, berkata buruk, dan menebar permusuhan serta menzalimi orang lain.
Tangan harus dipuasakan dari berlaku zalim pada orang lain, mengambil hak orang lain, dan tindakan yang merugikan orang lain. Begitu juga dengan anggota tubuh lainnya.
Jika kebiasaan ini bisa terus kita pupuk dan terus kita aplikasikan dalam kehidupan kita pasca-Ramadhan, maka bisa dipastikan akan tumbuh kedamaian dan persaudaran yang kokoh dengan orang lain. Jika kita benar-benar lulus dari latihan-latihan yang telah kita jalani selama Ramadhan, maka akan memberi efek positif di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Semoga kita terhindar dari menjadi orang yang tidak mendapatkan apa-apa dari puasa kecuali hanya lapar dan dahaga sebagaimana Sabda Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan Imam Ahmad:
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ اِلَّا الْجُوْعُ وَالْعَطَشُ
Artinya: "Betapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapat secuil apapun dari puasanya kecuali hanya lapar dan haus".
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ
Hadirin Jamaah Shalat Iedul Fitri Rahimakumullah,
Ibadah puasa dan kewajiban mengeluarkan zakat perlu juga diimbangi dengan mempererat tali silaturrahmi. Apalagi di hari lebaran ini, budaya silaturahmi dengan saling maaf-memaafkan harus senantiasa kita pertahankan.
Saat ini masa pandemi covid. Tetapi tidak ada alasan di masa pandemi ini untuk merenggangkan dan apalgi memutus tali silaturrahmi. Jika sekiranya tidak dapat dilakukan bertemu secara langsung karena covid atau sebab lainnya, di zaman modern dengan teknologi dan internet, mampu menjadi solusi dan sarana untuk memperkuat persaudaraan tanpa batas waktu dan tempat.
Media internet khususnya media sosial kita manfaatkan untuk hal-hal positif seperti menjadi ajang silaturahmi, memperkuat persaudaraan, tukar menukar inspirasi dan informasi dan hal-hal penting serta bermanfaat lainnya. Fenomena saat ini justru yang terjadi malah sering terbalik, dimana media sosial kerap menjadi ajang perpecahan melalui hoaks, fitnah dan caci maki.
Padahal Islam dan bahkan semua Agama di dunia ini tidak membenarkan perilaku hoaks, fitnah dan caci maki. Mari kita perkuat silaturahmi untuk menumbuhkan sikap saling pengertian. Jika kita kehilangan sifat tasamuh atau saling pengertian maka kita akan merasa paling benar sendiri dan menuduh orang lain salah.
Inilah yang kemudian memunculkan sifat intoleran yang jika dibiarkan akan memunculkan sikap radikal, ekstrem, dan berujung kepada tega menyakiti orang lain seperti sikap para teroris.
Silaturahmi akan memunculkan silatul fikri yakni menyamakan dan menguatkan pemikiran, ide, dan gagasan sehingga akan menemui titik temu kesepakatan.
Silatur fikri kemudian akan memunculkan Silatur ruh yakni hubungan spiritual dan jiwa antar sesama manusia yang akan semakin mengokohkan persatuan dan kesatuan dalam masyarakat. Silatur ruh akan mewujudkan pesan Al-Qur’an yang disebutkan dalam Surat Al-Anbiya: 107:
وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ
Artinya : “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam”.
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ
Hadirin Jamaah Shalat Iedul Fitri Rahimakumullah,
Mengakhiri khutbah Idul Fitri ini, mari kita terus implementasikan makna hakiki dari ibadah puasa dan zakat untuk kehidupan sehari-hari sehingga mampu memperkuat persaudaraan kita dengan orang lain.
Teriring doa semoga kita termasuk minal aidzin wal faizin, yakni golongan orang yang kembali suci dan beruntung mendapatkan predikat takwa. Semoga kita suci dari dosa kepada Allah dan dosa kepada sesama manusia. Aamiin.
جَعَلَناَ الله ُوَإِياَّكُمْ مِنَ العاَئِدِيْنَ وَالفَآئِزِيْنَ وَأَدْخَلَناَ وَاِيَّاكُمْ فِيْ زُمْرَةِ عِباَدِهِ المُتَّقِيْنَ. بَارَكَ الله ُلِيْ وَلَكُمْ فِيْ القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنيِ وَاِيّاَكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ
**H Syaiful Anam : Jurnalis - Pimred Jatim Pos – Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Sekretaris Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Provinsi Jawa Timur