JATIMOS.CO/SURABAYA - Heri Pusponugroho (16), Sigit Budianto (14) dan Aulia Maressa (10), warga Jalan Kali Kepiting Surabaya, kini menjadi yatim piatu. Orangtua ketiganya meninggal dunia akibat Covid-19.
Ketiga anak ini hanyalah potret dari sekian ribu anak di Jawa Timur yang tiba-tiba menjadi yatim piatu setelah ditinggal mati kedua orangtuanya. Ketiga anak tersebut menjadi yatim piatu karena kedua orang tuanya Sugianto (60) meninggal dunia Jumat (23/7/2021) dini hari karena terpapar Covid-19. Tak lama berselang istrinya turut meninggal Sabtu (3/7/2021) siang akibat terkena virus yang sama.
"Kedua orangtuanya yang sebelumnya sakit, sempat menjalani isolasi mandiri di rumahnya yang sempit,” ujar Camat Tambaksari Ridwan Mubarun, Selasa (27/7/2021).
Jalan Kali Kepiting memang masuk wilayah Kelurahan Pacarkembang, Kecamatan Tambaksari, Kota Surabaya, Jawa Timur.
Ridwan mengatakan, sebelumnya ia sempat menerima laporan kedua orangtua dari tiga anak ini sudah sakit dan sedang isolasi mandiri. Dan pihak puskesmas setempat juga telah memeriksa dan men-swab antigen yang hasilnya positif.
“Ketiga anak tersebut oleh Pemkot Surabaya akhirnya dibawa ke sebuah hotel di Jalan Raya Gubeng Surabaya untuk menjalani isolasi. Karena diantara anak itu juga positif Covid-19 setelah di-swab antigen,” ucapnya.
Doni Alan selaku kerabat dari ayah bocah yatim piatu tersebut berharap, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memperhatikan nasib ketiga anak itu.
“Berharap Pemkot Surabaya memperhatikan nasib mereka, termasuk masalah pendidikan. Saat ini ketiga anak tersebut masih menjalani isolasi mandiri," ujar Doni.
Kondisi serupa dialami tiga kakak-beradik di Madiun, yang harus ditinggal kedua orangtuanya yang meninggal akibat Covid-19 beberapa waktu lalu.
Ketiga anak tersebut adalah Yudha Saputra Wicaksana (24 tahun), Wahyu Khrysna Hermansyah (19 tahun) dan Wasyaveera Keysyha Saputri (12 tahun).
Yudha Saputra Wicaksana bercerita tentang Covid-19 yang menerpa mereka sekeluarga. Awalnya, virus Covid-19 menjangkiti sang ibu pada awal Juli lalu, sehingga membuat sang ibu tidak bisa masuk kerja selama satu pekan.
Selang tiga hari, gejala seperti pusing, rasa lelah yang mendalam serta hilangnya indera penciuman dan perasa juga dirasakan oleh Yudha.
Kemudian disusul oleh kedua adik dan sang ayah. “Dan tanggal 4 Juli, ibu saya meninggal dan seminggu setelahnya disusul bapak,” kata Yudha.
5.000 Yatim Piatu
Mengejutkan, karena ternyata ada 5.000 lebih anak-anak yatim piatu di Jawa Timur yang ditinggal mati kedua orangtuanya akibat terpapar Covid-19.
Ini data sementara yang dihimpun Pemprov Jatim selama pandemi Covid-19. Sejumlah program intervensi pun disiapkan, mulai dari pelatihan kewirausahaan hingga pelatihan pekerjaan profesional untuk anak-anak tersebut.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Dan Kependudukan Jatim Andriyanto menuturkan, anak-anak tersebut perlu mendapatkan pendampingan untuk tetap berkembang produktif tanpa kedua orangtuanya.
"Bentuk intervensi kami berupa peningkatan kapasitas dengan edukasi dan pelatihan kewirausahaan serta pelatihan pekerjaan profesional," kata Andriyanto, saat dikonfirmasi, Rabu (4/8/2021).
"Pendampingan juga diberikan untuk mengobati trauma dan keguncangan kejiwaan," ujar dia.
Khusus wilayah kota Surabaya sendiri, pemerintah kota setempat sudah melakukan pendampingan bagi anak-anak yang orangtuanya meninggal karena Covid-19. Dalam hal ini dilakukan pendampingan kesehatan, psikologis, pendidikan, permakanan hingga pengasuhan.
Antiek Sugiharti Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A) mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait pendampingan ini.
Di antaranya Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan Dinas Sosial untuk permakanan anak-anak yatim piatu tersebut.
“Kalau permakanan itu Dinsos, pendidikan ya Dispendik, layanan kesehatan langsung di bawah pengawasan Dinkes, secara psikologis di kami (DP5A), kebutuhan lain dengan OPD terkait,” kata Antiek, Senin (2/8/2021).
Jika anak-anak tersebut bersekolah di sekolah swasta, maka Pemkot Surabaya akan berkoordinasi dengan pengasuh apakah anak-anak tetap bersekolah di sana atau dipindahkan ke sekolah negeri.
Karena dengan dipindahkannya ke sekolah negeri, maka hal itu juga akan meringankan beban Pemkot Surabaya.
“Kita pastikan pendidikan mereka masih berlanjut. Mau dipindahkan ke sekolah negeri atau tetap di sekolah itu. Kita bantu komunikasikan ke sekolah dan kebanyakan mereka lalu menggratiskan dengan kondisi putra putri seperti ini,” jelas Antiek.
Karena sebagian besar anak-anak ini sedang menjalani isolasi karena positif Covid-19, maka pendampingan dilakukan secara daring. Yakni dengan komunikasi lewat telepon untuk memantau kondisi anak secara psikologis.
DP5A juga memantau apakah anak-anak ini memiliki keluarga terdekat sebagai pengasuh. Jika tidak ada, maka Pemkot Surabaya akan menyediakan rumah penampungan tersendiri untuk mereka.
Sebelumnya, Arist Merdeka Sirait Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mengatakan, tingginya kasus Covid-19 di Indonesia dan banyaknya orang yang meninggal akibat varian baru, membuat banyak anak-anak terancam menjadi yatim piatu.
Mengutip laman nationalgeographic.gid.id mengatakan, banyaknya anak-anak yang menjadi yatim piatu menimbulkan efek buruk jangka panjang dan mendalam pada kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan mereka. Di antaranya seperti peningkatan risiko penyakit, kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan kehamilan remaja.
Profesor Lucie Cluver dari Oxford University di Inggris dan University of Cape Town di Afrika Selatan pun berharap pemerintah dan masyarakat harus bersama-sama melakukan vaksinasi para orang tua, kakek dan nenek pengasuh mereka, karena setiap 12 detik, seorang anak kehilangan pengasuhnya karena Covid-19. (yus)