JATIMPOS.CO/PAMEKASAN - Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pamekasan tengah mengusut prihal histori Sertifikat Hak Milik (SHM) lahan Pantai Jumiang Desa Tanjung, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan.

Pengusutan histori SHM Lahan Pantai Jumiang tersebut dilakukan melalui pemanggilan terhadap Badan Pertanahan Negara (BPN) Pamekasan dan PT. Budiono Madura Bangun Persada, Selasa (18/02).

Juru Bicara Komisi II DPRD Pamekasan, Tabri S Munir menjelaskan, bahwa data awal yang didapatkan dari pemanggilan tersebut yakni PT Budiono mengaku tidak punya lahan pertanian garam. Alasannya, PT Budiono hanya bergerak di bidang industri.

"Kalau pengakuan dari BPN Pamekasan yaitu dari beberapa lahan yang ada baik itu di Desa Ambat, Kecamatan Tlanakan dan Desa Tanjung, Kecamatan Pademawu memang bukan atas nama PT Budiono, tetapi atas nama orang perorang secara pribadi," kata Tabri sapaannya.

Menurut Tabri, Komisi II sedang mempelajari histori terbitnya SHM lahan pesisir Pantai Jumiang kepada pihak terkait. Sebab, keduanya secara hubungan komunikasi industrial sangat dekat.

Pada prinsipnya, lanjut Tabri, berharap investasi dan proses perekonomian tanpa melanggar peraturan dan tidak mengabaikan hak-hak lainnya.

"Kita lebih fokus pada histori kepemilikan lahan. Soal pagar laut prosesnya jelas atas permintaan pemilik lahan, cuman pemilik lahannya itu apakah ada hubungan tertentu dengan perusahaan tertentu kami belum menemukan titik temunya. Maka dari itu kami akan berkomunikasi lagi dan mendalami lagi,"

Terpisah, Direktur PT. Budiono Madura Bangun Persada, Purwo Ardi Saputro menjelaskan, bahwa PT. Budiono Madura Bangun Persada tidak memiliki aset berupa SHM.

"Jadi PT. Budiono Madura Bangun Persada hanya bergerak di industri pengelolaan garam itu saja fokusnya. Jadi masalah SHM tidak punya. Sudah jelas ya statusnya PT. Budiono. Saat ini yang difreming yaitu PT Budiono punya SHM padahal kami fokus bergerak di industri garam," katanya.

Sedangkan masalah pagar laut, lanjut Purwo Ardi Saputro, ada sebuah komitmen yang disepakati antara PT. Budiono dengan masyarakat setempat (nelayan).

"Historinya yaitu memeng rencana PT. Budiono ingin mengelola lahan garam disana milik perorangan, istilahnya kita punya mitra berupa lahan yang sampai saat ini belum bisa dikerjakan. Kemudian pihaknya bersama nelayan bermusyawarah dan hasilnya yaitu PT. Budiono diminta agar membantu membuatkan tambatan laut itu," paparnya.

Lebih lanjut, dia menuturkan, bahwa kesepakatan tersebut terjadi pada tahun 2023. Dalam musyawarah itu dihadiri 139 nelayan dan dihadiri oleh Muspika.

"Jadi itu sudah terkordinasi, kita ijin dan sudah komunikasi dengan mereka sebelum mengerjakan lahan. Kita tidak pernah merasa memagari laut, kita hanya membantu para nelayan sebagai penangkis pasir dan ombak, itu hanya pembatas saja," pungkasnya. (did).