JATIMPOS.CO//SURABAYA- DPRD Provinsi Jawa Timur bersama Pemprov Jatim sepakat untuk memperkuat perlindungan dan pengembangan obat tradisional khususnya menyiapkan obat herbal covid-19. Hal ini disampaikan pada sidang paripurna, Senin pagi (8/6/2020) di gedung DPRD Jatim.

Paripurna dipimpin Wakil Ketua DPRD Jatim, Hj Anik Maslachah dengan agenda “Penyampaian Nota Penjelasan Pimpinan Komisi E (Kesra) Tentang Perlindungan Obat Tradisional” dihadiri Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Sekdaprov Heru Tjahjono, dan sejumlah Kepala OPD Pemprov Jatim.

“Perda ini menjadi landasan pengembangan obat tradisional, bahkan rencana pembentukan Rumah Sakit Herbal di Jawa Timur,” kata Artono dari Komisi E DPRD Jawa Timur sebagai pihak inisiato.

Menurutnya, bahan baku obat herbal di Jawa Timur sangat besar dan saat ini produksinya juga bagus. Data dari Dinas Kesehatan Jawa Timur menyebutkan, terdapat 18 Industri Obat Tradisional (IOT) dan 242 Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT). Belum lagi dengan jumlah Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA) dan Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT).

“Besarnya potensi tersebut maka pemerintah perlu intervensi dengan membentuk Perda Perlindungan Obat Tradisional,” paparnya.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyatakan bersama dan mohon dukungan DPRD Jatim untuk terus mengembangkan obat herbal di Jawa Timur khususnya untuk covid-19 ini.

Menurut Gubernur, obat herbal sangat besar manfaatnya untuk kesehatan termasuk pasien covid-19. Penelitian dan pengembangan oleh akademisi juga telah dilakukan. “Di RSUD Dr Sutomo ada unit rawat jalan obat tradisional,” paparnya.

Tapi Poli ini kata Gubernur, tidak bisa berkembang dengan baik karena tidak bisa dikonfirm BPJS. “Di FK Unair ada program D-III Obat Tradisional (Batra). Ini artinya tenaga medik Batra di Jawa Timur juga sudah disiapkan, sehingga apa yang diinisiasi DPRD Jatim ini skalanya menjadi luas stategis karena ini menembus sekat-sekat yang selama ini menjadi kendala bagaimana meningkatkan penggunaan obat tradisional, herbal dan meningkatkan skil dari tenaga medik,” katanya.

Kedepan menurut Gubernur, pembahasan ini jangan terburu-buru, dikomunikasikan dengan BPJS, Kementerian Kesehatan, akademisi yang miliki prodi Batra. Ini pemikiran luar biasa,” ujarnya.

Gubernur juga menceritakan sejak lama ketika dirinya menjadi anggota DPR RI tahun 1992, obat-obatan di Indonesia lebih dari 90 persen adalah produk impor. “Saatnya kita berupaya untuk mandiri dan mengembangkan obat herbal,” kata Khofifah (n)