JATIMPOS.CO/TRENGGALEK - Pengelolaan keuangan daerah hendaknya mencerminkan suatu prinsip dasar penegakan akuntabilitas publik dalam semua tahapannya. Baik pada saat perencanaan, pelaksanaan, pengawasan maupun pertanggungjawabannya.


Fraksi Partai Demokrat DPRD Trenggalek melalui juru bicaranya Sumarno mengatakan hal itu dalam rapat paripurna tentang Pandangan Umum Fraksi-Fraksi terhadap Raperda pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2018 di gedung Graha Paripurna, Kamis (27/6/2019).

Rapat paripurna ini dihadiri Bupati Trenggalek Muh. Nur Arifin, unsur pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Trenggalek, Sekretaris Daerah, staf ahli Bupati, Asisten Sekda, Kepala Bagian Sekda Kabupaten Trenggalek, Kepala OPD, Camat, Kepala instansi, Pimpinan BUMB dan BUMD, Organisasi Wanita, KPUD, dan Forkopimda.

Fraksi Partai Demokrat mengapresiasi karena Pemkab Trenggalek telah meraih opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK-RI untuk yang ketiga kalinya.

Opini BPK tersebut merupakan bukti kerja keras Pemerintah Kabupaten Trenggalek dalam pengelolaan keuangan daerah yang semakin profesianal dan akuntabel.

Sebagaimana disampaikan dalam rancangan Peraturan daerah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kabupaten Trenggalek Tahun Anggaran 2018, Pendapatan Daerah kabupaten Trenggalek terealisasi sebesar 102,28% dari target yang ditetapkan. Terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 106,16%, Dana Perimbangan 100,65%, dan lain-lain Pendapatan yang sah sebesar 106,45%.
 
Kemudian mengenai Retribusi Tempat Rekreasi dan olahraga yang hanya mencapai 83,69% dari target yang ditetapkan, hal ini tentu belum sebanding jika melihat potensi wisata yang dimiliki Kabupaten Trenggalek. Hal ini karena belum maksimalnya dalam Penataan, pemanfaatan dan pengelolaan serta pengenalan potensi wisata yang ada, dikabupaten Trenggalek, tukasnya.

Selanjutnya, realisasi Belanja Daerah Kabupaten Trenggalek dalam Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2018 sebesar 1 Triliun 746 miliar 458 juta 163 ribu 644 rupiah 87 sen. Terdapat penyerapan sebesar 89,74% dari jumlah yang dianggarkan sebesar 1 triliun 946 miliar 46 juta rupiah lebih. Sehingga diperoleh sisa belanja sebesar 199 miliar 588 juta 611 Ribu rupiah lebih.

Selisih Antara Anggaran Pendapatan daerah dengan anggaran Belanja Daerah mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit dalam APBD ini.

Realisasi anggaran mengalami surplus sebesar 240 miliar lebih. Dalam teori keuangan, apabila APBD dalam kondisi surplus, bisa diartikan bahwa perekonomian suatu daerah dalam kondisi bagus. Sehingga apabila APBD dalam kondisi surplus maka kegiatan pembangunan juga harus lebih maksimal dan rakyat dalam kondisi sejahtera.

"Silpa tahun anggaran 2018 sebesar 240 miliar lebih kami menilai masih terlalu besar. Dilihat dari aspek perencaan berarti masih banyak kegiatan yang tertunda bahkan tidak dapat dilaksanakan," ujar Fraksi Partai Demokrat.

Ini berarti target yang sudah ditetapkan tidak terealisasi. Seharusnya perencanaan program kegiatan sudah melalui kajian yang komprehensif dan menyeluruh, sehingga tidak ada lagi alasan kegiatan tidak bisa dilaksanakan hanya karena persoalan-persoalan teknis. (ays)